News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

ERIC FT UGM Yogyakarta Gelar Seminar Energi Usung Tema Membangun Industri Kelistrikan yang Sehat

ERIC FT UGM Yogyakarta Gelar Seminar Energi Usung Tema Membangun Industri Kelistrikan yang Sehat




WARTAJOGJA.ID:  Engineering Research and Innovation Center (ERIC) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar seminar transisi energi dengan tema "Membangun Industri Kelistrikan yang Sehat Mendukung Percepatan Transisi Energi" Selasa (16/5/2023).

Seminar itu digelar offline/luring di Gedung SGLC (Smart Green Learning Center), Lantai 3, Fakultas Teknik UGM.

Acara itu menghadirkan pembicara
Jisman P. Hutajulu (Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM RI), Drs. Sugeng Suparwoto (Ketua Komisi 7 DPR RI), Darmawan Prasodjo, Ph.D (Direktur Utama PT PLN), Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D. (Pakar Energi dan Kepala ERIC), Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M (Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada), Dr. Ir. Nanang Hariyanto, M.T. (Pakar Ketenagalistrikan Institut Teknologi Bandung), Dedet Candra Riawan, S.T., M.Eng., Ph.D. (Pakar Ketenagalistrikan InstitutTeknologi Sepuluh Nopember) dan DR. Ir. Arnold Soetrisnanto (Ketua Umum Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MEBNI)).

Digelarnya acara itu dilatarbelakangi
kondisi bahwa di dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri dan menciptakan sektor bisnis yang sehat. 

Tenaga listrik merupakan faktor pendorong utama dalam mendukung aktivitas perekonomian pada suatu negara dan berkorelasi yang erat dengan tingkat kemakmuran masyarakat. 

Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya kemakmuran masyarakat. 

Agar pasokan listrik dapat terjamin dan berkelanjutan dengan kualitas dan keandalan yang baik, maka industri penyedia tenaga listrik nasional, di dalam hal ini PT PLN harus di dorong menjadi perusahaan listrik nasional yang tumbuh dan sehat. 

Jika PT PLN dapat tumbuh menjadi perusahaan kelistrikan yang sehat, diharapkan PT PLN dapat menjadi salah satu lokomotif besar penggerak perekonomian di sektor energi.

Saat ini mayoritas negara di dunia termasuk Indonesia, sedang melakukan transisi energi. 

Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penyediaan energi listrik. Transisi energi mengacu pada tren pergeseran penggunaan sumber energi fosil yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara ke sumber energi terbarukan seperti energi surya, energi angin dan energi air. 

Transisi energi menjadi semakin penting karena masalah lingkungan dan ketersediaan sumber daya yang semakin menipis. 

Transisi energi juga mencakup upaya untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. 

Upaya transisi energi juga melibatkan kebijakan pemerintah yang mendukung sumber energi terbarukan dan memberikan insentif untuk mengurangi penggunaan energi fosil. 

Berbagai kebijakan untuk percepatan transisi energi telah dituangkan baik melalui Peraturan Pemerintah (PP. No 79/2014), Peraturan Presiden (Perpres No 19/2017), terakhir Perpres no 112/2022 dan lebih update adalah rencana terbitnya UU EBT yang diinisiasi oleh DPR RI. PT PLN (Persero) juga telah merespon secara aktif dan adaptif untuk percepatan transisi energi melalui rencana eksekusi yang telah dituangkan di RUPTL. 

Dengan percepatan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan di dalam komposisi energi mix nasional, juga berdampak terhadap rencana percepatan pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan, terutama percepatan untuk mencapai net zero emission yang telah menjadi komitmen Pemerintah RI pada tahun 2060.

Transisi energi mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut: diversifikasi energi, penciptaan lapangan kerja di sektor energi hijau, penghematan biaya dalam jangka panjang, keamanan pasokan energi dan peningkatan daya saing industri lokal pada kompetisi industri global. 

Dalam proses transisi energi, EBT memegang peranan penting. Namun, implementasi pengembangan EBT untuk mendukung transisi energi, menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut pertumbuhan kebutuhan listrik yang stagnan, pasar EBT belum terbentuk, kebergantungan pada energi fosil, subsidi energi fosil, keterbatasan infrastruktur EBT, dan investasi EBT yang relatif mahal. 

Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah strategis untuk mendukung transisi energi, sebagai berikut: mencetak demand baru (kendaraan listrik dan kompor listrik), penggunaan teknologi penyimpan seperti baterai, implementasi smart grid and internet of thing (IoT), mengurangi subsidi batu bara, menerapkan mekanisme penetapan harga karbon, diversifikasi sumber energi, memperkuat kebijakan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, mengembangkan rencana transisi yang adil, bekerja sama dengan mitra internasional, mendorong kemitraan publik-swasta, dan monitoring and evaluation proses transisi energi.

Selain itu, dalam perencanaan transisi energi diperlukan adanya pertimbangan uncertainty yang dimodelkan dalam multi-scenario.  Pada skenario-skenario tersebut harus diidentifikasi tentang key drivers. Berdasarkan skenario-skenario tersebut dapat diketahui teknologi-teknologi dan strategi-strategi apa yang akan muncul. 

Pelaksanaan transisi energi berbeda-beda antar negara bergantung pada kemampuan individu negara untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, sambil berkontribusi pada upaya mitigasi gas rumah kaca. 

Kondisi saat ini, banyak pihak membuat skenario transisi energi tetapi lupa menganalisis dampak biaya nya. Salah satu kebijakan pemerintah yang diharapkan dapat mendorong penetrasi EBT dan transisi energi adalah power wheeling. 

Prinsip utama dalam melakukan power wheeling adalah non-discriminatory. Namun, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, prinsip non-discriminatory tersebut akan sulit diterapkan di Indonesia, sehingga pihak swasta yang melakukan power wheeling tidak mendapatkan kepastian ketersediaan kapasitas transmisi. 

Selain itu, power wheeling juga tidak dapat dilakukan antar wilayah usaha karena jika dilakukan antar wilayah usaha maka akan terjadi power trading yang menyalahi undang-undang. 

Salah satu opsi untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan adanya perubahan peraturan berkaitan dengan proses bisnis tenaga listrik yang semula vertically regulated menjadi pasar bebas yang berpotensi melanggar pasal 33 UUD 1945. 

Power wheeling dapat dipandang dalam dua sudut pandang yaitu peluang untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan cara menyewakan saluran transmisi dan satu sisi, power wheeling sebagai gangguan terhadap operasi sistem eksisting. 

Peluang mendapatkan keuntungan lebih diperoleh dari tarif power wheeling yang dibayarkan oleh pelaku wheeling kepada PLN. Tarif power wheeling tersebut perlu ditentukan dengan seksama dengan mempertimbangkan semua faktor biaya yang berpotensi muncul akibat adanya power wheeling dan cost recovery. 

Jika tarif power wheeling terlalu mahal maka calon pelaku wheeling menjadi tidak berminat. Begitu pula jika tarif power wheeling terlalu murah maka PLN akan merugi karena tarif power wheeling lebih kecil  dibandingkan dengan biaya yang muncul akibat power wheeling. 

Peningkatan biaya yang dialami PLN tersebut berpotensi meningkatkan BPP yang berdampak pada meningkatnya TDL atau bertambahnya subsidi dan kompensiasi  yang menjadi beban finansial APBN. Dengan kata lain, penentuan tarif power wheeling merupakan titik penting apakah power wheeling akan menjadi beban finansial untuk PLN atau tidak. 

Adapun hadir pula sebagai penanggap dan pembahas yakni
Prof. Dr. Ir. Sasongko Pramonohadi, DEA. (Pakar Kelistrikan UGM),  Ir. Sarjiya, ST, MT., Ph.D., IPU. (Pakar Kelistrikan UGM), Ir. Eddie Widiono.S., M.Sc., M.M (Ketua Umum PJCI), 
Ardyanto Fitrady, M.Si., Ph.D (Pakar Ekonomi UGM), Dr. Ir. Abdul Syakur, S.T., M.T., IPU. (Pakar Kelistrikan Universitas Diponegoro),
Wiluyo Kusdwiharto (Ketua Umum METI), Fabby Tumiwa (Pakar Energi Terbarukan), Ir. H. Marwan Batubara, M.Sc. (Direktur Eksektutif IRESS),  Tulus Abadi (Ketua Yayasan Konsumen Indonesia), Cita Dewi (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) dan Bambang Praptono (Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment