News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Hari Keenam Daulat Sastra Jogja, Ini Tugas Para Peserta

Hari Keenam Daulat Sastra Jogja, Ini Tugas Para Peserta


Workshop hari ke enam Temu Karya Sastra-Daulat Sastra Jogja pada Kamis (30/6/2022), di Sanggar Anak Alam Nitiprayan Bantul

WARTAJOGJA.ID : Workshop hari ke enam Temu Karya Sastra-Daulat Sastra Jogja pada Kamis (30/6/2022), di Sanggar Anak Alam Nitiprayan Bantul menjadi hari terakhir program yang digelar melalui kerjasama Dinas Kebudayaan DIY itu.

Temu Karya Sastra 2022 bertajuk Daulat Sastra Jogja yang berisikan workshop penulisan cerpen, puisi dan penulisan naskah lakon telah berakhir. 

Kegiatan yang diikuti oleh 80 peserta remaja ini berlangsung sebanyak enam kali dilaksanakan di Sekolah Sanggar Anak Alam Nitiprayan. Karya terbaik dari puluhan peserta remaja ini akan dipentaskan pada akhir Juli 2022 di auditorium kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

”Seluruh peserta workshop akan dilibatkan dalam pementasan ini, baik dalam persiapan, berproses hingga berperan dalam pementasan naskah lakon pilihan," kata Adhi Satiyoko, Pengarah kegiatan Daulat Sastra Jogja saat ditemui di Sanggar Anak Alam Nitiprayan Bantul, Yogyakarta, Kamis (30/6/2022).

"Akan ada dua bentuk pementasan yang sama, namun dengan judul dan lakon yang berbeda. Sebenarnya itu dilaksanakan untuk mewadahi kekayaan ekspresi yang dipunyai oleh teman-teman ini. Dengan demikian mereka juga merasakan proses kreasi sampai ke apresiasi," lanjutnya.

Semua akan terlibat, meskipun mungkin karyanya tidak dipilih. Misal cerpen yang mungkin saat dibacakan dengan dramatik, si penulis cerpen bisa menjadi pengarah bagi yang membacakan.

"Karena bagaimanapun, si penulis pasti paling paham bagaimana ekspresi dan psikologis yang tepat dalam pembacaan tersebut," imbuhnya.

Adhi melanjutkan, mereka yang mengikuti workshop diharapkan dapat berproses secara utuh. Walaupun ini sangat dipadatkan kegiatannya dan mungkin juga mereka itu memahami proses ini mungkin bisa mengimplementasikan proses yang mereka jalankan ini pada tahun-tahun kemudian.

"Itu tidak menjadi masalah, yang penting kami berusaha memberikan pengalaman agar mereka bisa merasakan, melaksanakan dan menikmati tetapi proses. Karena gagal itu wajib, dan berhasil itu adalah bonus," tandasnya.

Adhi melanjutkan, yang paling ideal dalam pembinaan dan pengembangan sastra itu adalah dengan melihat realitas di lapangan ada 3 hal yang mungkin perlu dicermati pertama pemetaan terhadap sastrawan-sastrawan Yogykarta yang berlapis-lapis. Sastrawan ada yang sudah mapan, ada yang sedang bergeliat dan ada yang juga sedang tumbuh. Dinas Kebudayaan perlu peta, ketika kita sudah melihat peta maka kita akan memperoleh yang namanya kajian vitalitas. Vitalitas ini perlu untuk tindak lanjut kita melakukan apa ke depannya.

"Misalnya yang sudah mapan silakan menyelenggarakan ruang-ruang diskusi. Kemudian yang sedang berkembang misalnya juga bisa memberikan satu proses yang mungkin kompetisi, kompetisi dalam arti yang positif. Sementara bagi yang muda, bagaimana caranya mereka ini terdeteksi kemudian diopeni," lanjutnya.

"Dinas Kebudayaan sebenarnya sudah melenggarakan bentuk-bentuk pembinaan dan pengembangan. Antara lain mungkin kompetensi berbahasa dan bersastra baik itu Jawa atau Indonesia yang selama ini telah dilakukan. Selain itu misalnya juga sayembara-sayembara menulis dan sebagainya. Ini merupakan bentuk konkret dari menjaring insan-insan yang unggul di bidangnya," kata dia.

"Sementara ini yang banyak muncul di penulis dan naskah entah itu sandiwara lakon atau apa itu masih dari mereka-mereka sudah eksis. Sementara yang muda-muda ini belum banyak maka ini menjadi sebuah lahan yang bagus untuk melihat menemukan, kemudian mengembangkan talenta-talenta muda dalam penulisan naskah lakon karena Jogja Ini Istimewa," tandasnya.

Sementara Nunung Deni, salah satu pemateri penulisan naskah lakon menambahkan, bahwa kegiatan workshop ini semakin menemukan alur yang tepat. Pasalnya evaluasi yang terus dilakukan menjadikan materi-materi dan cara menyampaikannya lebih efektif.

"Meskipun demikian, konsistensi peserta memang menjadi hal utama yang harus dimiliki. Terlebih dalam penulisan naskah lakon. Peserta juga difokuskan kepada pemahaman bahwa naskah yang mereka buat benar-benar untuk ditransformasikan ke atas panggung," tegasnya.

"Bahkan bentuk pemaparannya pun adalah bentuk pemaparan panggung, karena yang sebelumnya masih cenderung ke pemaparan film. Kedua hal ini sangat berbeda, panggung lebih akan lebih detail karena banyak simbol yang bisa dihadirkan di atas panggung," lanjutnya.

Banyak peserta yang masih menganggap bahwa penulisan lakon itu sama dengan penulisan naskah film, padahal sangat berbeda. Dalam membangun suasana panggung penulis harus paham mana yang lebih dipentingkan. Apakah tempatnya atau suasananya?

"Juga perihal focusing konflik, diatas panggung kita harus benar-benar bisa memilah mana yang benar-benar yang akan diangkat dalam cerita ini. Harus ada satu yang dikuatkan dan ditajamkan berdasar dialog dan adegan," tandasnya. (Cak/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment