News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Buruh, Konsumen dan Petani di Yogya Siapkan AKsi Protes Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau

Buruh, Konsumen dan Petani di Yogya Siapkan AKsi Protes Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau

 

Dari kiri, Triyanto, Waljid dan Agus menyampaikan keterangan terkait protes petani, konsumen dan buruh pabrik rokok atas kenaikan cukai tembakau, Selasa (14/12/2021)

WARTAJOGJA.ID : Lembaga Konsumen Rokok Indonesia bakal menggelar aksi protes dalam bentuk lomba melinting rokok dengan tembakau yang dibeli langsung dari petani.

Aksi ini menyusul pengumuman kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan langsung menuai protes dari beragam kalangan mulai dari petani, serikat pekerja, juga para konsumen rokok.

“Lomba tingwe alias ngelinting dhewe (melinting sendiri) ini karena kami sangat prihatin atas kebijakan kenaikan cukai yang tidak punya sense of crisis, kami baru bernafas sedikit saja sudah ditekan dengan keputusan tidak populis,” kata Agus “Becak” Sunandar dari lembaga konsumen rokok Indonesia dalam jumpa pers di Yogyakarta Selasa (14/12).

Agus yang didampingi Triyanto dari perwakilan asosiasi petani tembakau DIY serta Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (PD FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto,

Agus menyatakan siap memberikan advokasi kepada petani tembakau maupun buruh rokok karena kenaikan cukai dampaknya luar biasa.

Agus bersama rekan-rekannya juga mulai tingwe. Dengan membuat rokok sendiri maka tidak akan beli rokok yang bercukai sehingga bisa berdampak pada tidak adanya income ke pemerintah.

“Secara politis kami memberikan apresiasi kepada Bapak Gubernur DIY dan DPRD DIY dorong yang telah mengadvokasi kami agar pemerintah tidak menaikkan cukai, dengan berkirim surat ke Presiden tetapi kenapa tidak direspons. Saya menduga ada kalangan tertentu yang tidak prorakyat. Kami sangat prihatin dengan kebijakan ini,” tandasnya.

Triyanto menambahkan, dari satu kilogram tembakau pabrik bisa menghasilkan sekitar 1.000 batang rokok. Jika dijual eceran sebatang rokok harganya di pasaran Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Dengan melinting sendiri satu batang rokok tingwe sekitar Rp 70 rupiah. Artinya sangat hemat dan tidak ada pemasukan cukai ke negara.

Menurut dia, secara aturan petani boleh menjual tembakau mereka langsung ke masyarakat. Hal itu juga sangat menguntungkan petani karena harga jualnya lebih tinggi. “Tata niaga tembakau itu paling unik. Tidak ada harga dasar dari petani dan pemerintah. Tembakau bagus harganya tinggi,” jelasnya.

Karena itu asosiasi tembakau sangat  bisa memaklumi masyarakat beralih ke rokok tingwe. “Kami mengapresiasi Pak Agus sebagai wujud protes dengan tingwe, tanpa bayar cukai,” kata dia.

Menurut Triyanto, keputusan kenaikan cukai rokok sangat merugikan petani tembakau, khususnya tembakau lokal di DIY.

“Ending-nya nanti harga rokok naik dan pabrik mengurangi produksi,” kata dia.

Imbasnya bagi petani, bahan baku tembakau tidak terserap. Biarpun saat ini kita diberikan HPP (Harga Pokok Penjualan) Rp 70 ribu per kilogram, kenaikan cukai rokok belum diumumkan harga sudah baik,” kata dia.

Perusahaan sudah membeli tembakau sangat murah dengan HPP maksimal Rp 50 ribu per kg dan harga terakhir Rp 20 ribu. Meski murah petani tetap menjual karena berhitung untuk garap sawah lagi mengingat pandemi petani sangat rugi.

Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (PD FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, mengatakan kenaikan cukai rokok menunjukkan pemerintah tidak mendengarkan keluh kesah petani tembakau dan buruh rokok se-Indonesia terutama daerah-daerah yang memiliki sentra industri tembakau.

“Kenaikan cukai 12 persen itu sangat mengagetkan kami stakeholder pertembakauan,  kita tidak bicara buruh tetapi petani, retail, konsumen. Sejak awal kami tegas menolak. Kenaikan dua digit ini berat sekali saat masa sulit PPKM ada pembatasan produksi. Pemerintah mbok ya kasih nafas tetapi tetap menaikkan cukai. Ini berat bagi pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang mayoritas perempuan,” kata dia.

 “Yang paling pahit PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Kita akan berdiskusi dengan pengusaha,” tambahnya. (Cak/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment