News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Dongkrak Kecakapan Literasi Digital untuk Gapai Prestasi Belajar Maksimal

Dongkrak Kecakapan Literasi Digital untuk Gapai Prestasi Belajar Maksimal



Banjarnegara: Literasi, kecakapan dalam membaca, baik teks maupun bidang lain, bagi umat manusia adalah sangat penting. Bahkan, saking pentingnya kecakapan membaca, ayat pertama yang diwahyukan Allah Swt pada Rasulullah Nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca: ”Iqra”.

Terkait hal itu, Kemendikbud lewat ketentuan yang dikeluarkan tahun 2019 di bahasan 11 s.d. 12, menyebut enam kompetensi kecakapan literasi dasar yang idealnya dikuasai masyarakat Indonesia saat ini. 

”Literasi tersebut meliputi kecakapan baca tulis, numerasi (berhitung), literasi sains dan literasi digital (teknologi informasi komunikasi), literasi keuangan dan literasi budaya serta kewarganegaraan,” papar Dr. Evi Supandi, Peneliti Madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kemenag RI, saat berbicara dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Banjarnegara, 4 November 2021.

Webinar yang mengusung tema ”Pentingnya Literasi Digital dalam Peningkatan Kapasitas Guru dan Siswa di Era Pandemi Covid 19” itu dibuka dengan pengantar dari Presiden Joko Widodo, dan dilanjut keynote speech dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jateng Mustain Ahmad. Dipandu moderator Ayu Perwari, tampil juga tiga pembicara lain: Moch Muizzudin, Sub Koordinator Seksi Sistem Informasi Pendidikan Agama Islam (PAI) Kanwil Kemenag Jateng; Dr. Jafar Ahmad, Direktur Lembaga Survei IDEA Indonesia; dan Frans Djalong, dosen Fisipol UGM, yang juga peneliti di Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM. Hadir pula Reynaldi, seorang kreator konten, yang tampil sebagai key opinion leader.

Evi Supandi menambahkan, di antara enam kecakapan wajib tadi, ada yang paling mendesak untuk terus dikembangkan buat masyarakat di semua profesi, yakni kecakapan digital. Hal ini penting dikuasai publik untuk hidup di era digital yang ditandai dengan derasnya arus informasi. Dengan memperkuat literasi digital, lanjut Evi, masyarakat punya kemampuan tidak mudah terprovokasi informasi dan tidak rentan untuk mudah melakukan perbuatan yang membahayakan solidaritas dan keamanan berbangsa dan bernegara. 

”Dengan kecakapan digital yang memadai, seorang warga bisa memanfaatkan beragam media digital seperti lewat facebook, instagram, dll, untuk kerja positif, kreatif dan kolaboratif. Baik secara lokal, nasional maupun global, dengan cerdas dan positif, bermanfaat buat masyarakat dan tak mudah terprovokasi untuk berbuat yang mengganggu keamanan bernegara seperti ajakan radikal dan terorisme,” papar Evi Supandi lebih rinci.

Yang lebih memprihatinkan, dalam catatan Jafar Ahmad, pembicara dari IDEA Indonesia, data BPS 2018 menunjukkan bahwa literasi baca remaja Indonesia untuk menambah ilmu pengetahuan dalam serapan baca koran, buku dan majalah, masih di angka 14,9 persen. Sementara, 70 persen remaja Indonesia dalam riset PISA (Programme for International Student Assesment) membuat nilai skor pelajar Indonesia di bawah dua skala PISA, yang masih rendah dalam kemampuan baca. Dan, hanya 30 persen pelajar yang menguasai kemampuan baca teks panjang dan memahami secara komprehensif

”Ini kondisi yang perlu didongkrak keras untuk memulihkan kecakapan ilmu pengetahuan standar untuk meraih prestasi belajar lebih maksimal di era digital. Butuh sinergi guru dan stakeholder lain di Indonesia untuk meningkatkan kondisi lemah literasi digital ini,” pesan Jafar, serius.

Dari perspektif lain, Frans Djalong mengatakan, peran masyarakat kita hari ini, khususnya guru dan siswa, adalah bisa tampil sebagai prosumer. Yakni, produsen sekaligus konsumen informasi di ruang digital yang tanpa batas. Dengan kecakapan digital yang memadai dan terus ditingkatkan, diharapkan bisa turut mengendalikan penyebaran hoaks dan beragam informasi yang menyesatkan publik secara arif dan bijak. 

”Kecakapan digital sekaligus menjadi penyeimbang kontrol bernegara dan memulihkan identitas bangsa yang gotong royong dan berjiwa nasionalis, patriotik, toleran, sebagai sebuah bangsa yang multikultur. Juga, menjaga kemanusiaan yang bermartabat berdasar nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Frans Djalong, memungkasi diskusi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment