News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Di Ruang Digital Tidak Cukup Hanya Pintar Tapi Harus Cerdas

Di Ruang Digital Tidak Cukup Hanya Pintar Tapi Harus Cerdas




Cilacap - Kementerian Kominfo kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Sabtu (20/11/2021). Kali ini dengan tema diskusi "Menjadi Masyarakat Digital yang Cerdas dan Beradab). Tema diskusi dibahas dari perspektif empat pilar literasi digital, digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety. 

Kegiatan diskusi dipandu oleh Yade Hanifa (presenter) dengan menghadirkan empat narasumber: Eka Y. Saputra (programmer), Zahid Asmara (filmmaker), Abdul Rahman (Langgar.co), dan Devi Adriyanti (Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta).  

Terkait tema webinar, Eka Y. Saputra berpendapat, menjadi masyarakat digital yang cerdas itu tidak sekadar pintar dalam memahami pengetahuan dan informasi. Tetapi juga mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk, informasi fakta dan hoaks. Terlebih di era digital, banjir informasi sudah tak terbendung, dan berbagai konten negatif sangat banyak ragamnya. Salah satunya, komentar bernada ujaran kebencian. 

Ia mengatakan, perlu mitigasi risiko ujaran kebencian di ruang digital agar dapat meminimalisir dampak lain yang lebih besar. Mitigasi risiko ujaran kebencian tersebut, ia mengutip sebuah karya ilmiah dari George Washington University yang ditulis oleh Babak Bahador. Intinya, skala intensitas suatu konflik atau ujaran kebencian itu bermula dari perbedaan pendapat. Awal mula perbedaan pendapatlah yang memicu konflik lebih besar, jika tidak bisa menerima perbedaan itu sendiri. 

"Dari perbedaan pendapat dapat memicu kritik keras yang disertai dengan umpatan dan dan serangan pendapat. Kritik bisa meningkat skalanya dengan menyerang karakter orang baik, berupa hinaan maupun pelecehan. Pada tahap ini, kontrol diri sudah lepas karena tidak bisa berpegang pada argumen. Tahap selanjutnya dehumanisasi dan demonisasi terjadi dengan mengeluarkan kata-kata atau nama-nama non manusia," jelas Eka. 

Ketiga level tersebut masih pada kategori ujaran kebencian. Namun pada tingkat yang lebih buruk, ujaran kebencian dapat mengarah pada tindak kekerasan dan pembunuhan. Disinilah kemudian menjadi alasan kenapa literasi digital itu penting, dan menjadi masyarakat digital yang cerdas merupakan hal yang harus terus dilatih. 

"Mitigasi risiko ujaran kebencian dalam bermedia adalah dengan menjawab perbedaan pendapat ataupun komentar dengan ramah, jika tak dapat diterima lawan bicara maka menghentikan diskusi adalah cara teraman untuk tidak melanjutkan pertentangan. Memanfaatkan fitur platform digital untuk membisukan komentar hingga blokir dan laporkan akun jika mengindikasikan keburukan," lanjutnya. 

 Eka mengingatkan bahwa tindakan menutup komentar, memblokir, dan melaporlan akun yang menyebarkan hal negatif bukan menandakan kekalahan atau pribadi yang pengecut, melainkan hak setiap warganet untuk tetap menjaga kesehatan mental dan mencegah konflik yang lebih besar. 

Abdul Rahman menambahkan, tantangan di dunia digital adalah bagaimana individu mampu memahami logika era digital secara menyeluruh agar tidak terjebak pada nalar konsumtif, individual, dan intoleran. Kehadiran teknologi dan media digital memang mengarahkan penggunanya untuk melakukan perilaku-perilaku tertentu, namun hal tersebut harus disikapi dengan cerdas. 

Kata kunci di era digital yang mesti dipahami adalah bahwa teknologi sejatinya dibuat untuk memudahkan keperluan, mendidik bukan mencekik, mempertemukan bukan memisahkan, menyebarkan kebenaran bukan menyebabkan keonaran, untuk melakukan kebaikan bukan kerusuhan. 

"Untuk mampu mengaktualisasikan diri di ruang digital, maka langkah pertamanya harus mampu mengenali diri sendiri dulu sebelum terjun ke dunia digital. Literasi digital menjadi proses untuk menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi untuk membantu tumbuh kembangnya manusia yang berdaulat lahir dan batin," jelas Abdul Rahman. 

Setelah mampu mengenali diri, mempunyai tujuan, langkah selanjutnya untuk menjadi masyarakat digital yang beradab adalah memanfaatkan ruang digital sebagai tempat mencari informasi dan menemukan potensi diri. Berliterasi menjadi usaha untuk mengetahui, memahami, memilih dan memilah, serta bermedia digital dengan bijak dan terukur. 

 "Gunakan teknologi untuk media mengaktualisasikan diri.  Misalnya memanfaatkan Instagram untuk membagikan gambar-gambar yang menginspirasi, Facebook untuk mendokumentasikan pengetahuan, atau Youtube untuk menampilkan karya yang kita miliki," lanjutnya. 

Namun menjadi masyarakat digital tidak cukup hanya cerdas, tapi juga harus beradab. Manusia merupakan aktor utama di dunia digital, sehingga harus senantiasa waspada dan berusaha memanusiakan manusia di mana pun berada. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment