News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menjadi Pelopor Kebaikan di Ruang Digital

Menjadi Pelopor Kebaikan di Ruang Digital





Cilacap - Tema diskusi "Menjadi Pelopor Masyarakat Digital" kembali dibawakan dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Sabtu (20/11/2021). Tema diskusi dibedah oleh para narasumber dengan empat pilar literasi digital, digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety. 

Neshia Sylvia (tv host) memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Zusdi F. Ariyanto (Ketua Yayasan Quranesia Amrina Rasyada), Aina Masrurin (content writer Ceritasantri.id), Abdul Rohim (redaktur Langgar.co), Luqman Hakim (content writer Kaliopak.com). Ikut pula beragbung Mohwid (akademisi) sebagai key opinion leader. 

Sebagai warga digital memahami literasi digital merupakan hal dasar agar bermedia dapat dilakukan secara bijak dan bertanggungjawab. Dari sisi keamanan digital, Zusdi F. Ariyanto menjelaskan bahwa tantangan di era digital adalah bagaimana warganet menghadapi tsunami informasi yang perbandingannya 10:90. Yaitu 10 persen warganet berpartisipasi memproduksi konten, sedangkan 90 persen warganet cenderung mendistribusikan.

Dari ketimpangan tersebut, masyarakat digital membutuhkan filter sebelum memanfaatkan informasi. Sebab, kecenderungan informasi yang disebarkan di media sosial tidak semuanya karya jurnalistik yang dapat dicari pertanggungjawaban kebenaran informasinya. Banyak hoaks disebarkan di media digital.

"Oleh sebab itu, masyarakat perlu menyadari bahwa menyebarkan informasi hoaks itu ada ancaman pidana yang diatur dalam UU ITE. Dengan sadar hukum diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati agar tidak memproduksi, menyebarkan, atau tidak sengaja menyebarkan hoaks," jelas Zusdi F. Ariyanto. 

Hoaks adalah informasi yang perlu diwaspadai dan diseleksi. Caranya dengan mengidentifikasi sumber informasi, apakah dari sumber yang valid. Selain itu dari sisi konten harus dianalisa dan dievaluasi apakah tidak mengandung konten negatif, mengandung manfaat, dan penting untuk dibagikan. 

Selain aman dari sisi informasi, kompetensi keamanan digital juga berkaitan dengan bagaimana warganet dapat mengenali kejahatan digital dan melakukan mitigasi. Perilaku di ruang digital seperti mengunggah informasi pribadi dapat mengundang bahaya digital, dengan memanfaatkan data. 

"Phising misalnya yang sering kita temui, adalah salah satu bentuk kejahatan yang dilakukan dengan mengirim pesan yang dapat mempermainkan kondisi psikologis korban agar mau mengirimkan datanya kepada pelaku. Data yang didapatkan digunakan untuk mengambil alih akun korban untuk berbagai kepentingan, biasanya masalah finansial," lanjutnya. 

Menghindari phising dapat dilakukan dengan tidak melakukan sembarang klik pada tautan, khususnya yang dikirimkan oleh orang tal dikenal. Cermat membaca informasi dan jangan mudah tergiur. Tautan yang digunakan biasanya memiliki nama yang panjang atau hampir menyerupai nama-nama situs resmi. Jika menemukan pesan berupa phising, baiknya langsung dilaporkan ke laman aduankonten.id agar dapat segera ditangani oleh pihak terkait. 

Disisi lain Luqman Hakim (content writer Kaliopak.com) menambahka’n ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknologi dari perspektif budaya. Kemajuan teknologi pada dasarnya diciptakan manusia untuk memudahkan kegiatan bukan menyulitkan, teknologi menjadi media untuk saling mempertemukan bukan memisahkan.  Teknologi diciptakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukan mencekik, menjadi sarana menyampaikan kebenaran bukan keonaran, dan merupakan tempat untuk berbagi kebaikan bukan membuat kerusuhan. 

"Dengan demikian, warganet harus mampu memahami cara kerja ruang digital agar tidak terjebak atau tersesat didalamnya. Sebab algoritma di ruang digital dibuat berdasarkan personalisasi penggunanya yang dampaknya setiap individu akan berada di ruang gema dan filter bubble. Kondisi tersebut membuat arus informasi hanya berputar pada topik serupa yang membuat orang semakin terpolarisasi dengan sudut pandang sempit," jelas Luqman Hakim. 

 Dalam proses adaptasi kebudayaan yang baru ini, warganet harus memiliki kesadaran bahwa teknologi adalah alat, dan manusia adalah pengendalinya. Maka dari itu, jangan sampai dikendalikan teknologi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment