News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Literasi Digital Sebagai Bekal Demokrasi di Ruang Media Sosial

Literasi Digital Sebagai Bekal Demokrasi di Ruang Media Sosial




Kudus – Budaya digital menciptakan budaya baru dalam berekspresi. Menyampaikan ekspresi di media sosial kini menjadi tren digital yang diikuti oleh semua kalangan. Namun dalam berekspresi tentunya harus disampaikan dengan bijak agar tidak melukai hak-hak ekspresi orang lain. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Kudus dengan tema “Bijak Berkomentar di Ruang Digital”, Selasa (12/10/2021).

Presenter Tv Nabila Nadjib membawakan diskusi virtual dengan menghadirkan empat narasumber: Muhammad Mustafid (ketua LPPM UNU Yogyakarta), Anis Susila Abadi (dosen teknologi informasi UNU Yogyakarta), Muhamad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara), Harso Widodo (Kepala Kesbangpol Kudus). Juga Oka Fahreza (tv presenter) yang hadir sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membahas tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. 
Narasumber Muhamad Achadi menjelaskan bahwa perubahan ruang media memberikan kecepatan akses informasi, namun tak sedikit juga yan menjadi korban dari informasi yang diterima. Oleh sebab itu literasi digital menjadi kunci untuk menghadapi transformasi budaya digital. 
Perubahan atau lebih tepatnya pergeseran ruang media informasi dari media massa ke media sosial menunjukkan perbandingan yang cukup signifikan terkait validitas informasi. Ruang media massa seperti media cetak, media elektronik, dan media online memberikan informasi dengan mengacu pada kode etik jurnalistik sehingga output-nya yang berupa karya jurnalistik bisa dipastikan kredibilitas kebenaran fakta dan datanya. Jika pun ada kesalahan dalam penyampaian, ada hak jawab untuk melakukan klarifikasi. Sebab media massa itu berbadan hukum dan berpedoman pada UU Pers. 
“Beda dengan media sosial yang sifatnya lebih bebas, tidak berbadan hukum, tidak ada regulasi khusus yang mengatur. Sanksi yang didapatkan pun langsung berhubungan dengan UU ITE. Jebakan informasi di media sosial itu kecepatan informasinya tinggi tapi miskin validasi sehinga banyak memunculkan hoaks, sifatnya yang subyektif membuat efek algoritma yang membuat kita disuguhi hal-hal yang kita sukai saja,” jelas   Muhamad Achadi.
Media sosial telah menuntun kita pada situasi membedakan antara fakta dan informasi palsu. Demokrasi di ruang digital sering dijadikan sebagai tameng untuk alasan kemerdekaan berpendapat tanpa batas. Padahal dalam budaya Indonesia yang berlandas pada sistem demokrasi Pancasila mengajarkan bahwa tidak ada kebebasan yang mutlak, ada hukum dan etika yang membatasinya.
“Kewajiban kita sebagai warga digital adalah memahami dan menjadikan etika sebagai kesadaran tentang apa yang mejadi hak dan kewajiban sebagai warga negara,” ujarnya. 
Harso Widodo, Kepala Kesbangpol Kudus, menambahkan bahwa menjadi bijak di ruang digital membutuhkan kemampuan literasi digital. Penerapan literasi digital hendaknya sudah sedari dini diterapkan mulai dari lingkungan keluarga untuk menunjang komunikasi dan melakukan pencarian informasi, di lingkungan sekolah sebagai penunjang pembelajaran yang fleksibel. Juga literasi digital di masyarakat untuk melakukan kolaborasi positif, gotong royong dan saling peduli, serta menggunakan media digital untuk menyebarkan informasi yang tepat dan kredibel. 
Hal yang perlu dipahami juga dalam budaya digital adalah bagaimana menerapkan etika dalam berjejaring. Komunikasi yang dilakukan hendaknya tidak menyinggung SARA, melanggar ketertiban hukum, juga memeriksa kebenaran berita sebelum dipublikasikan. 
“Bijak bermedia dengan rumus THINK. Yaitu memverifikasi kebenaran (true) fakta dan data, menimbang adanya manfaat (helpful) dari informasi yang akan dibagikan. Atau apakah informasi itu dapat menginspirasi (inspiring) orang lain untuk berbuat kebaikan, menimbang perlu (necessary) atau tidaknya informasi dengan melihat nilai manfaat dan mudaratnya. Serta apakah komunikasi yang disampaikan itu mengandung kebaikan,” jelasnya tentang etika digital dalam berkomentar. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment