News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Generasi Anak Digital Cenderung Tak Suka Membaca, Begini Tips Menghadapinya

Generasi Anak Digital Cenderung Tak Suka Membaca, Begini Tips Menghadapinya





Klaten – Generasi Alfa adalah mereka yang lahir di tahun 2010 sampai 2025 dan merupakan generasi yang berdampingan dengan teknologi canggih sejak mereka lahir. Maka dari itu mereka juga kerap disebut sebagai generasi digital, lantaran mulai dari usia 2 tahun telah lihai menggunakan perangkat digital. 

Praktisi Pendidikan, Anggraini Hermana mengungkapkan generasi Alfa ini memiliki beberapa kecenderungan. Di antaranya seperti tidak terlalu mengenal buku, lebih lancar mengetik daripada menulis. 

Kemudian lebih suka menonton daripada membaca, kurang memahami sebuah proses, cenderung menyukai hal instan, mudah terprovokasi, kurangnya skill literasi atau menulis, lalu minim pengetahuan. 

”Generasi ini juga cenderung mudah terpengaruh, mudah dalam membuat keputusan, minim intelektualitas, minim kesadaran akan pentingnya belajar atau membaca,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema ”Tingkatkan Budaya Membaca Generasi Anak Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada Selasa (12/10/2021).

Anggraini mengatakan, ada berbagai cara untuk menghadapi masalah tersebut. Semisal saja dengan menyeimbangkan antara penggunaan gadget dengan membaca buku fisik, memperkenalkan buku fisik sebelum mengenalkan kepada e-book. 

Lalu, membuat jadwal rutin harian untuk membaca dan melakukannya secara konsisten dan terukur. Ketika membaca, juga supaya menghindari musik berlirik (lagu), ciptakan suasana atau ruang baca yang nyaman. 

“Orang tua atau pendamping juga sebaiknya menyediakan block notes dan pena, dan membaca tidak sedang dalam keadaan lelah atau mengantuk,” tuturnya. 

Menurutnya, agar anak suka membaca bisa ditumbuhkan dengan mengenalkannya pada buku bergambar atau buku dengan gambar yang besar dan sedikit tulisan. Selanjutnya yakni mulai latihan membaca dengan metode tanpa mengeja, dan biasakan untuk membacakan cerita sebelum tidur. 

“Berikan kepada anak sebuah bacaan yang berkualitas, dan biasakan membuat referensi atau ulasan berupa catatan kecil tentang apa yang sudah dibaca,” ucapnya. 

Narasumber lainnya, Fasilitator Nasional, Rahmat Alfian Pranowo lebih menekankan mengenai pentingnya etika digital dalam menggunakan teknologi untuk meningkatkan minat baca generasi anak digital. 

Etika digital itu yakni kemampuan individu dalam menyadari mencontoh, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari. 

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, demi meningkakan kualitas kemanusiaan,” tuturnya. 

Dalam berkomunikasi di ruang digital, etika ini sangat diperlukan. Misalnya dengan menggunakan kata-kata yang layak dan sopan, mewaspadai dalam menyebarkan informasi yang berkaitan dengan SARA, pornografi, dan kekerasan. 

Kemudian menghargai karya orang lain dengan mencantumkan sumber ketika membuat postingan, dan membatasi informasi pribadi yang ingin disampaikan di ruang digital. 

“Dalam berinteraksi di ruang digital, biasakan menyapa serta memperkenalkan diri terlebih dahulu. Jangan lupa, gunakan bahasa santun dan sopan atau sertakan emoticon yang menunjang percakapan,” ucapnya. 

Dipandu moderator Oka Fahreza, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Budi Wulandari (Konselor Psikologi Perempuan dan Anak), Danu Anggada Bimantara (Pegiat Seni Tradisi), dan Putri Tenun Songket Indonesia, Julia RGDS, selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment