News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Cegah Ujaran Kebencian di Ruang Digital dengan Literasi Digital

Cegah Ujaran Kebencian di Ruang Digital dengan Literasi Digital




Pemalang – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar webinar literasi digital bagi masyarakat di Kabupaten Pemalang, Senin (2/8/21). Tema yang diusung yakni "Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya" dan dikupas melalui empat perspektif pilar literasi: budaya digital, keamanan digital, kecakapan digital dan etika digital. 

Kegiatan yang dimoderatori oleh Mafin Rizqi (content creator) tersebut menghadirkan Andie Wibianto (Communication and Engagement Specialist at World Resources Institute Indonesia), Akhmad Firmannamal (Praktisi Kehumasan dan Kementerian Sekretariat Negara RI), Fahrur Razi (Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pemalang) dan Fajar Andhy Nugroho (Kepala pada Bagian Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah) sebagai narasumber. Serta Nadya Indry (Top 10 Putri Pariwisata Indonesia 2019) sebagai Key Opinion Leader. 

Kepala pada Bagian Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah Fajar Adhy Nugroho mengungkapkan, berinteraksi di dunia digital menjadi budaya baru masyarakat dalam berinteraksi. Baik interaksi personal maupun social. Sebagai negara yang multikultur, Indonesia sangat rentan menemukan gesekan apabila ada informasi di sosial media yang diperdebatkan. 

"Dunia maya menjadi media dalam berinteraksi antar personal melalui perangkat digital. Juga sangat rentan apabila dijadikan alat untuk memancing gesekan melalui informasi yang tidak benar. Makanya tiap individu harus memiliki budaya literasi digital," terangnya dalam webinar tersebut. 

Kurangnya pengetahuan tentang literasi digital bisa memberi beberapa impact yang berpotensi mengarah ke informasi hoaks di masyarakat. Terkadang pengguna literasi sosial tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundingan siber dan ujaran kebencian di ruang digital. Selain itu tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital. Serta tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi. 

"Unsur hoaks bisa tersebar dari mana saja. Mulanya bisa berasal dari creator content dengan motif mencari uang, politik ataupun memecah belah suatu kelompok. Kemudian diikuti oleh penerima info yang tidak memiliki kompetensi literasi digital dan menganggap itu sebagai kebenaran. Lalu dibantu oleh penyebar info hoaks yang memang sengaja menjadi agen penyebaran hoaks. Ketiga hal itu bisa membuat informasi hoaks tidak bisa dikendalikan di masyarakat, " paparnya. 

Oleh karenanya, perlu pengembangan literasi digital agar menjadi pengguna internet yang bijak dalam memilah informasi. Serta menerapkan the Good Play Program yang meliputi kesadaran, kebajikan, integritas dan tanggung jawab. Serta memperbanyak konten positif, agar ruang digital tidak diisi konten negatif. 

Communication and Engagement Specialist at World Resources Institute Indonesia Andie Wibianto mengatakan, untuk menghindari ujaran kebencian di sosial media, menyebarkan berita positif adalah langkah yang bisa dilakukan. Selain itu, menjadi komunikator yang baik dengan menyusun berita yang kredibel, menarik dan kuat. 

"Kita harus waspada adanya ujaran kebencian dengan cara menyusun pesan yang baik. Juga menyebarkan pesan positif di ruang digital. Dengan begitu informasi yang ada di sosial media akan menjadi positif dan kemungkinan penyebaran ujaran kebencian semakin kecil," jelasnya. 

Menurutnya, dengan merancang berita dengan matang bisa menjadi jalan penyebaran berita positif. Kemudian memberikan motivasi berbuat baik bagi pribadi dan kelompok bisa menjadi langkah mencegah ujaran kebencian. Tidak lupa, berita yang disebarkan harus memberi solusi agar tidak mudah terjadi gesekan antar personal maupun kelompok saat terjadi perbedaan pendapat. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment