News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menjaga Toleransi di Tengah Perbedaan Kultur di Ruang Digital

Menjaga Toleransi di Tengah Perbedaan Kultur di Ruang Digital




Sleman – Taufik Asmiyanto, dosen Program Pendidikan Vokasi - Universitas Indonesia, menyebut media sosial telah menjadi sumber alternatif. Tentu, kondisi ini tidak lepas dari adanya transformasi digital yang membuat masyarakat bergeser pada budaya yang serba digital. 

Budaya digital yang cenderung bebas pun memiliki kelemahan. Media sosial sebagai ruang digital telah menjadi tempat bercampurnya hoaks dengan informasi lainnya, sehingga sulit untuk membedakan secara jelas bahwa informasi yang hadir adalah fakta. 

Menurut Taufik, budaya digital yang transparan membuat privasi penggunanya hilang, sehingga rentan terhadap segala macam manipulasi. Juga, digitalisasi cenderung membuat individu menghabiskan pikiran, waktu, dan energi untuk urusan diri dan dunia. 

”Ruang maya punya daya sebar yang luas, menghadirkan beragam pilihan, namun melahirkan nir-emosional karena interaksi dan komunikasi yang satu arah. Sehingga, kita memerlukan refleksi agama,” kata Taufik Asmiyanto dalam webinar literasi digital bertema ”Membangun Toleransi Beragama Melalui Media Sosial” yang diselenggarakan Kementerian Kominfo, Rabu (8/9/2021). 

Dalam konteks beragama, Taufik melihat, saat ini beragama menjadi semacam formalitas, dan ritual keagamaan menjadi artifisial. Menghadapi keragaman beragama di ruang digital dibutuhkan sikap toleransi, yakni upaya menghargai dan menghormati perbedaan, memberikan kasih, berbagi kebaikan dan memuliakan orang lain tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama, dan antar-golongan. 

”Dengan toleransi dapat membangun perdamaian, menjaga persatuan, kesetaraan dan kemajemukan. Sebab, perbedaan sejatinya adalah keniscayaan dan fitrah manusia. Sehingga menumbuhkan kesadaran toleransi menjadi perisai dalam menahan gempuran dan propaganda penyebaran pesan intoleransi dan fanatisme beragama,” lanjutnya. 

Solusi dalam bertoleransi, menurut Taufik, adalah dengan merawat dan menjaga persaudaraan, mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, baik di dalam kehidupan nyata maupun di ruang virtual, serta mengutamakan kepentingan bersama. 

Sementara, narasumber Imam Choir menyampaikan, kebebasan mengekspresikan diri dapat menimbulkan persoalan yang tidak ringan. Salah satunya adalah munculnya sikap intoleransi karena perbedaan pendapat. Oleh karenanya ia menilai etika menjadi kunci dalam menjaga toleransi berinteraksi, berkomunikasi, dan beragama. 

”Prinsip beretika adalah memiliki kesadaran. Interaksi di dunia digital lebih ke arah spontan, sehingga dalam berperilaku di ruang digital harus didasari dengan bermedia sosial yang baik, memiliki tujuan dan tidak asal-asalan. Memiliki prinsip kejujuran dan selalu menyadari bahwa semua yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan, ada konsekuensinya. Jejak digital tidak akan pernah hilang, begitu juga dengan jejak perilaku kita. Oleh sebab itu, semua yang terlibat di dunia digital dapat memanfaatkan ruang tanpa batas untuk memberikan kebermanfaatan dan kebaikan,” jelas Imam Choir. 

Bermedia digital, lanjut Imam, perlu disertai etiket atau tata krama yang berlaku. Sebab, pengguna media digital akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultur, dan setiap pengguna saling berinteraksi dengan manusia nyata. Perlu diketahui pula, forum digital juga memiliki aturan dan tata tertib yang menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet. 

”Itu sebabnya, kita harus berkontribusi untuk mewujudkan toleransi, termasuk dalam hal beragama. Dengan menerapkan cara berpikir kritis dalam menerima informasi, menyeleksi dan menyaring informasi, serta memverifikasi kebenaran informasi,” ujar Imam Choir. 

Partisipasi untuk mewujudkan toleransi juga dapat dilakukan dengan ikut memproduksi dan mendistribusikan konten positif. Menggunakan teknologi untuk mengubah dunia menjadi lebih baik di saat ada orang yang berbuat nista hanya ”demi konten”. Langkah partisipasi lainnya adalah dengan membangun jejaring dan kolaborasi positif dalam menghadapi berbagai serangan informasi dan konten intoleran. 

”Bekal berselancar di dunia digital dengan mencari referensi informasi keagamaan yang otentik dan otoritatif, menyadari bahwa setiap perbedaan adalah sunnatullah, menanamkan pada diri bahwa masing-masing kita adalah penjaga kebhinekaan dan setiap orang memiliki peluang kebenaran,” terang Imam. 

Mengakhiri paparan, Imam menambahkan, tips aman bermedia digital agar terhindar dari sikap intoleransi dan konten negatif adalah berselancar di situs yang aman. Khususnya jika menyangkut informasi keagamaan, pilihlah situs yang jelas afiliasi atau pengasuhnya. Konten yang disediakan oleh situs tidak memaksakan kehendak dan memiliki perspektif menghargai keragaman. 

Diskusi virtual yang dipandu oleh entertainer Zacky Ahmad ini juga menghadirkan dua narasumber lain, yakni Isharsono (founder ISTAR digital center) dan Iwan Gunawan (praktisi community development). Selain itu, ada Mona Larissa (finalis Indonesian Idol 2018) sebagai key opinion leader. 

Kegiatan webinar itu sendiri merupakan bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang diselenggarakan Kemenkominfo untuk mengakselerasi kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Literasi digital yang disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia ini meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment