News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Empat Tahap Belajar Menjadi Warga Digital Indonesia yang Terdidik

Empat Tahap Belajar Menjadi Warga Digital Indonesia yang Terdidik




Demak – Ragam perbedaan budaya merupakan ciri dari masyarakat Indonesia, namun perbedaan itu disatukan dalam wadah Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Maka, di ruang digital pula seharusnya nilai-nilai luhur bangsa seharusnya menjadi pemersatu setiap warga digital. Isu tersebut dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (8/9/2021). 

Dimoderatori oleh Ayu Perwari (penari tradisional), diskusi virtual dengan tema “Media Massa sebagai Ruang Pemersatu Bangsa” menghadirkan empat narasumber: Muhammad Mustafid (Ketua LPPM UNU Yogyakarta), Jayanto Arus (Dewan Pertimbangan Unnes Semarang), Trisno Sakti Herwanto (dosen Unpar), Muhammad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara). Diskusi juga melibatkan kreator konten Ade Wahyu sebagai key opinion lelader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. 

Muhammad Achadi yang juga mantan wartawan ini menjelaskan, media massa telah mengalami pergeseran dari masa ke masa, mulai dari media cetak, media elektronik, dan sekarang eranya media online. Media online disebutnya sebagai media konvergensi yang menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan karya jurnalistik dalam bentuk data, grafis, visual, audio, dan audio-visual. 

“Media digital melahirkan ruang sosial baru dengan menghadirkan netizen atau warga digital. Mereka membentuk kekuatan sipil baru yang bisa melakukan kontrol sosial, politik, memunculkan solidaritas sosial dan pemihakan kaum lemah. Menggelorakan nasionalisme dan persatuan. Namun ruang media warganet juga memunculkan perpecahan, ujaran kebencian, hoaks, intoleransi, radikalisme dan ancaman bagi keutuhan NKRI,” ujar Achadi. 

Media sosial yang algoritmanya dibuat dengan filter yang disesuaikan dengan preferensi penggunanya menimbulkan ancaman disintegrasi bangsa, karena efek ruang gema (echo chamber). Yakni, situasi yang menempatkan pengguna media sosial dalam kelompok yang terpolarisasi berdasarkan konten yang mirip dengan apa yang disukai. 

Hal tersebut membuat pengguna hanya bisa melihat informasi hanya dari satu sudut pandang. Sebagai bagian dari media hal tersebut tidak seimbang, sebab keberhasilan media itu ketika dapat menghadirkan kepercayaan publik karena independensinya, objektifitasnya, dan profesionalitasnya. 

“Agar media dapat menjadi pemersatu bangsa, maka setiap kita harus menjadi good influencer di media sosial yang tidak hanya mengandalkan popularitas, tetapi juga memiliki kapasitas, integritas, dan otoritas keilmuan atau keahlian, track record yang baik agar bisa menjadi teladan,” urai Achadi.

Menyambung diskusi, Trisno Sakti Herwanto menambahkan, agar sukses di internet maka harus menjadi warga digital yang terdidik. Yakni, terdidik dalam sikap, pengetahuan, dan kemampuan. Sebelum memapankan pengetahuan dan kemampuan, sikap merupakan dasar paling penting dalam mempersatukan bangsa di ruang digital.

Sebagai warga digital perlu mengetahui tahap belajar, baik sebagai warga digital maupun sebagai warga Indonesia. Yakni, learning to know, to do, to be, to live together, to live as a real Indonesian. 

Pertama, belajar untuk mengetahui, memahami, dan menerima pengetahuan dengan pola pikir “mempelajari hal yang ingin kita ketahui”. Mencari pengetahuan yang dapat mengembangkan diri dengan memanfaatkan mesin pencarian, media sosial, dan platform transaksi digital. Kedua, belajar dengan mempraktikkan secara nyata pengetahuan yang telah kita pahami. 

“Mempraktikkan pemahaman dengan tujuan tertentu. Kuncinya adalah menjalani aktivitas berdasarkan passion, sehingga tidak ada keterpaksaan. Kemudian belajar hidup bersama, kuncinya adalah bersikap toleran. Terakhir adalah belajar menjadi warga digital Indonesia yang merawat kebhinekaan, sopan, ramah, tentram dan damai,” urai Trisno. 

Ketika menjadi warga digital yang terdidik, kita tidak akan mudah terpapar konten negatif yang banyak mengisi ruang digital. Mampu membedakan informasi hoaks dan fakta, tidak terlibat cyberbullying, hate speech, serta tidak spontan dalam menghadapi suatu informasi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment