News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu

Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu




Gunung Kidul – Transformasi digital untuk pendidikan merupakan salah satu cara membangun sekolah dengan sistem digital. Namun, mentransformasi sekolah konvensional menuju sekolah digital memang tidak mudah. Selain banyak elemen yang perlu diintegrasikan, biaya yang dibutuhkan untuk melengkapi fasilitasnya juga sangat besar.

“Tahapan cakap berdigital untuk pendidikan yang bermutu adalah proses mempersiapkan usaha atau kegiatan yang akan dilakukan secara sistematis dan logis, demi mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan yang dimaksud bukan tujuan individual, melainkan tujuan kolektif,” ujar Wahyudi, Kepala Sekolah Penggerak Kemendikbud RI, pada acara webinar literasi digital suguhan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat  Kabupaten Gunung Kidul, DIY, Selasa (13/7/2021).

Diskusi virtual bertema ”Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu” itu, dipandu oleh moderator Dwiky Nara dan menghadirkan narasumber lain: Andika Renda Pribadi (Fasilitator Nasional), Farid (Dosen Filsafat UGM), Iqbal Aji Daryono (Penulis dan Kolomnis), dan Gloria Vincentia selaku key opinion leader.

Wahyudi menjelaskan, pembelajaran melalui transformasi digital mensyaratkan adanya ketersediaan infrastruktur seperti jaringan internet yang bagus. ”Ketika belajar secara daring, para siswa harus mempersiapkan beberapa perangkat elektronik seperti tablet atau smartphone, jaringan internet yang bagus, fasilitas berbasis digital, dan sumberdaya untuk pembelajaran,” tuturnya. 

Menurut Wahyudi, belajar secara online harus memakai sistem yang   terintegrasi antara siswa dan guru. Peran guru yang sebelumnya sekadar penyampai materi pembelajaran, sekarang harus shifting (bergeser) menjadi fasilitator, pengarah, dan mitra belajar para siswa.

Transformasi digital pada pendidikan, merupakan aktivitas pembelajaran yang berpusat pada siswa. Seperti, pembelajaran dilakukan secara kolaboratif dan membiasakan siswa memecahkan masalah dan memicu kreativitas untuk berkarya atau menemukan sesuatu.

”Pihak sekolah, bisa lebih aktif menjalin kemitraan dengan berbagai organisasi, lembaga, atau perusahaan demi meningkatkan value pendidikan  di sekolah,” ungkap Wahyudi.

Berikutnya, narasumber Andika Renda Pribadi menyatakan, transformasi digital untuk pendidikan yang lebih bermutu sesungguhnya memiliki permasalahan. Apalagi, hal ini berkaitan dengan belajar secara jarak jauh yang sekarang sedang diterapkan.

Berbagai pihak, lanjut Andika, telah memberi masukan kepada Kemendikbud tentang gambaran masalah dalam sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Seperti, kepemilikan gawai, biaya internet, efek samping pada anak, minim interaksi antara guru dan murid, serta kesenjangan jaringan internet.

“Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), interaksi antara siswa dengan guru hanya 20,1 persen dan 81,8 persen, siswa menilai guru hanya sebatas memberi tugas,” ujar Andika.

Andika menegaskan, ada banyak siswa yang stres, burnout, ngedrop, jenuh, bahkan masuk IGD saat belajar jarak jauh selama musim Covid-19. Siswa mengalami rasa jenuh, capek mental dan fisik, beban tugas sekolah yang banyak, minim interaksi, dan guru bersifat monoton.

Survei KPAI di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota, yang melibatkan 1.700 responden, menyebut 73,2 persen siswa terbebani dengan tugas sekolah. Dan 77,8 persen siswa kelelahan mengerjakan tumpukan tugas yang harus dikerjakan dalam waktu singkat.

Selain itu, hasil jajak pendapat PEKA II, UNICEF Indonesia X CIMSA Indonesia, pada 28 Agustus - 4 September 2020, dengan 535 responden di 30 provinsi menyatakan: 38 persen siswa takut tak mampu memahami pelajaran, 36 persen siswa takut pada hasil studinya serba tak pasti di masa depan, dan 10 persen sulit mengatur jadwal belajar.

“Saya akhirnya dipaksa untuk bisa survive sendiri, kata siswa 17 tahun yang sempat mengalami tekanan mental selama belajar jarak jauh di masa pandemi corona,” ujar Andika. 

Dalam paparannya, Andika juga menyinggung persoalan digital safety. Kata dia, digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan tingkat keamanan digital sehari-hari, untuk kegiatan positif dan tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, serta lebih bijak dalam menggunakan fasilitas itu sendiri.

Dunia digital memiliki beberapa hal yang harus dipelajari, seperti cara mengakses media, cara mendistribusikan informasi melalui media digital, partisipasi terkait media digital, dan kolaborasi melalui media digital.

”Untuk para pengguna media digital, ada beberapa tips aman bermedia digital. Pertama, batasi informasi pribadi, batasi penggunaan gawai, kenali ancaman keselamatan, dan saring sebelum sharing,” pungkas Andika. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment