News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bangun Peluang Pasar Digital dengan BUMDes

Bangun Peluang Pasar Digital dengan BUMDes




WARTAJOGJA.ID : Dengan lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, pemerintah ingin membuktikan seriusnya politik pembangunan. Yang semula tersentral di kawasan perkotaan menjadi beralih membangun dari pinggir, dari desa. Tidak main-main. Dengan adanya UU Desa dan Kementrian Desa, kini profil desa menjadi berubah.

Mengutip data Kemendes 2019 (sebelum covid), kondisi perekonomian desa malah tumbuh 12 persen. Melebihi pertumbuhan perekonomian nasional yang cuma 5 persen. Terlebih di desa-desa yang telah mengembangkan ranah digital, yang sejak 2019 s.d. 2021 terus bertambah jumlahnya.

Bahkan, sejak 2016 s.d. 2019 jumlah desa tertinggal menurun dari 45 persen menjadi 32persen. Akumulasi nasional BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) telah berperan meningkatkan pendapatan asli desa (PAD) sampai Rp 1,1 triliun. Sampai tahun 2020, jumlah BUMDes yang terbangun sudah 51 ribu lebih. Sedangkan dana desa yang diputar untuk menggerakkan BUMDes mencapai Rp 4,2 triliun. 

"Itu semua bukti, kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran desa itu tepat. Langkah kebijakan itu kini mestinya menjadi modal awal untuk mengembangkan peluang desa dengan digital semakin membuat desa bangkit lebih makmur di masa depan, walau sedang diuji covid," ungkap Ari Ujianto, pegiat advokasi sosial pedesaan saat tampil dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk wilayah Kabupaten Wonogiri ,14 Juni lalu. Webinar diikuti 175-an peserta lintas generasi dan profesi.

Dalam kegiatan daring bertajuk “Peluang Peningkatan  Mata Pencaharian di Pedesaan di Era Digital" ini, Ari tampil bersama M. Arwani (Korwil P3MD Kemendes), Amni Zarkasy Rahman (dosen Univeraitas Diponegoro Semarang), Mifbahul Munir (fasilitator pendamping UMKM),  key opinion leader Ranny Ranch, dan Tomy Romahorbo selaku moderator. 

Arwani dari Kemendes mengingatkan, dengan diperluasnya jaringan internet ke seluruh sudut desa dan kawasan terluar Indonesia oleh pemerintah, masyarakat mesti mau berubah. 

"Masyarakat di pedesaan mesti mau mengakses beragam toko dan pasar dengan beragam peluang bisnis yang lebih luas. Bisa menjual beragam produk kuliner, kerajinan dan jasa atau pariwisata desa. Promosikan ke pasar yang lebih luas, sehingga BUMDes juga bisa berkembang. Desa wisata lebih ramai. Itu baru cerdas menangkap peluang," papar Arwani.

Dari sudut pandang lain, Amni Zarkasyi mengatakan, kalau memang serius hendak menekuni bisnis berbasis digital, masyarakat mesti hati-hati dalam bertransaksi. Kalau memang sudah ada perangkat pribadi, jangan cari akses wifi gratisan buat bertransaksi. 

“Wifi gratis beda keamanannya dengan perangkat handphone pribadi. Perngkat publik mudah diincar hacker yang bisa merusak data pribadi dan mencuri isinya. Jangan karena wifi gratisan, rekening Anda malah disedot orang," kata Amny. 

Pengajar Undip ini kembali mewanti-wanti saudara kita di desa untuk berhati-hati. "Kalau hati-hati dan cerdas, banyak orang di desa dapat mengembangkan peluang pasar pertanian hidroponik. Bisa juga menggarap pasar sayur hidroponik dengan omzet ratusan juta lewat marketplace," ujar Amni Zarkasy.

So? Transformasi digital memang membuat orang di desa bisa sama peluangnya untuk menggapai peluang global. Semua bisa belajar di YouTube, pemuda desa bisa belajar menjadi  web developer dan beragam desainer grafis, juga beternak atau budidaya pertanian dengan produk pertanian khusus dan bisa dipantau di marketplace peluang pasarnya. 

"Susahnya lapangan kerja di desa bisa dikurangi dengan aktif menjadi wirausaha tanpa perlu merantau ke kota atau ke luar negeri. Kursus dan latihan banyak ilmu modern yang jadi tren ada semua di internet. Hanya tinggal mau atau tidak. Satu keahlian ditekuni fokus akan memberi rejeki. Ini bisa juga dengan optimalisasi peran BUMDes memanfaatkan tanah khas desa yang mangkrak, lalu dikelola oleh pemuda desa. Ini lebih bagus," ujar Misbahul Munir. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment