BPJS Cabang Yogyakarta : Mulai Juli Iuran JKN-KIS Disesuaikan
Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta, Dwi Hesti Yuniarti |
WARTAJOGJA.ID : Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta,
Dwi Hesti Yuniarti menjelaskan soal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun
2020.
Peraturan ini membahas soal penyesuaian besaran
iuran peserta BPJS Kesehatan.
Sebelumnya besaran iuran BPJS Kesehatan untuk
peserta PBPU dan BP/Mandiri untuk bulan Januari, Februari, dan Maret 2020 untuk
kelas I sebesar Rp 160.000, kelas II sebesar Rp 110.000, dan kelas III sebesar
Rp 42.000.
Namun pada bulan April, Mei, Juni 2020, besaran
iuran BPJS Kesehatan kembali seperti semula mengikuti Perpres Nomor 82 Tahun
2018 yaitu kelas I sebesar Rp 80.000, kelas II sebesar Rp 51.000, dan kelas III
sebesar Rp 25.500.
"Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta
PBU dan BP disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas
II, dan Rp 42.000 untuk kelas III," ujar Kepala Cabang BPJS Kesehatan Yogyakarta,
Dwi Hesti Yuniarti, Senin (22/6/2020).
Ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk
mencari pola serta memperbaiki sistem sebelumnya. Penyesuaian besaran iuran ini
kelak akan diikuti dengan peningkatan pelayanan di fasilitas kesehatan.
Rupanya, pemerintah memberikan subsidi bagi peserta
BPJS Kesehatan kelas III. Meski iuran bulanan naik menjadi Rp 42.000, namun
peserta hanya perlu membayar Rp 25.500 saja. Sisanya akan dibayarkan oleh
pemerintah.
"Walaupun peserta bayarnya Rp 25.500, BPJS
Kesehatan tetap terima Rp 42.000. Selisihnya dibayar pemerintah melalui
Kementerian Keuangan," tuturnya.
Tak hanya itu, dalam Perpres ini akan ada
penyesuaian denda jika peserta terlambat membayar. Per 1 Januari 2021 nanti,
besaran denda tak lagi 2,5% namun disesuaikan menjadi 5%. Meski ada
peningkatan, Hesti menyatakan bahwa BPJS Kesehatan tak mencari pendapatan dari
denda tersebut.
"JKN tidak cari pendapatan dari denda. Namun,
hal ini bertujuan agar peserta disiplin (membayar) dan kartu peserta selalu
aktif," tegasnya.
Dwi mengatakan bahwa keterlambatan peserta membayar
iuran bulanan berdampak pada cash flow di rumah sakit. Padahal setiap bulannya,
rumah sakit harus melayani pasien BPJS Kesehatan. Alhasil, rumah sakit tidak
mampu memberikan layanan sesuai standar.
Pihaknya berharap, dengan adanya penyesuaian ini
kondisi keuangan fasilitas kesehatan membaik, lalu kualitas pelayanan akan
ditingkatkan, dan kepuasan konsumen juga akan meningkat. Selain itu, ada pula
penyempurnaan aplikasi Mobile JKN.
Hesti mengatakan bahwa banyak pasien JKN-KIS yang
saat menggunakan rujukan layanan rumah sakit, selalu merasa dinomorduakan,
khususnya dalam hal penempatan kamar dan jadwal operasi. Hal inilah yang kerap
diadukan ke BPJS Kesehatan.
Padahal saat pihaknya mengkonfirmasi ke rumah
sakit, ketersediaan kamar memang kosong dan jadwal operasi memang sedang penuh.
"Kami meminta rumah sakit yang kerja sama
supaya ada keterbukaan soal layanan tempat tidur. Sehingga kelihatan di sana
jumlah kamarnya," kata Dwi.
Hingga kini, 89,75% warga DIY sudah memiliki kartu
BPJS Kesehatan. Dari angka tersebut, Hesti mengungkapkan hanya sekitar 18% saja
yang menunggak.
(Wit/Rls)
Post a Comment