Gus Dur Pahlawan Tanpa Kontroversi: PKB DIY Gelar Tasyakuran dan Diskusi Lintas Agama Mengenai Warisan Pemikiran
WARTAJOGJA.ID – Penetapan gelar Pahlawan Nasional kepada K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) oleh Presiden Prabowo Subianto disambut dengan suka cita dan rasa syukur yang mendalam oleh Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) DIY. Sebagai bentuk syukur dan refleksi, DPW PKB DIY menyelenggarakan acara Tasyakuran Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional untuk KH Abdurrahman Wahid dan Diskusi Publik: "Mengenang Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur” pada Rabu, 12 November 2025, di Kantor DPW PKB DIY.
Acara yang dipadati oleh Pengurus DPW PKB, Anggota DPRD Fraksi PKB se-DIY, tokoh dan umat lintas agama, para pecinta Gus Dur, dan aktivis mahasiswa ini menghadirkan narasumber dari berbagai spektrum, yaitu Wawan Mas’udi, Ph.D. (Dekan FISIPOL UGM), Dr. KH. Ahmad Zuhdi Muhdlor (Ketua PWNU DIY), dan Dr. Romo Martinus Joko Lelono (Imam Projo Keuskupan Agung Semarang, Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).
Syukur Atas Penetapan yang Mulai
H. Agus Sulistiyono, S.E., M.T., Ketua DPW PKB DIY, dalam sambutan pembukaannya menyampaikan rasa gembira atas keputusan pemerintah. Ia menyebut penetapan ini sebagai hasil perjuangan panjang yang berjalan mulus tanpa adanya polemik.
"Kita semua patut bersyukur, wajib bersyukur, dan berterima kasih kepada pemerintah saat ini, yaitu Presiden Prabowo Subianto, yang telah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau, K.H. Abdurrahman Wahid—guru bangsa kita, bapak pluralis, dan bapak demokrasi," ujar H. Agus Sulistiyono, S.E., M.T.
Agus Sulistiyono juga menyoroti peran sentral Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin), dalam mengawal usulan ini hingga tuntas.
"Alhamdulillah, prosesnya cukup panjang dan yang membanggakan, tidak ada polemik—ketika K.H. Abdurrahman Wahid ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional, tidak ada polemik," tambahnya, menekankan legitimasi universal gelar tersebut.
Warisan Pemikiran: HAM, Demokrasi, dan Pluralisme
Diskusi publik ini dipandu oleh Sekretaris DPW PKB DIY, Umaruddin Masdar, S.Ag., yang mengulas berbagai predikat yang telah melekat pada Gus Dur.
"Mengenang pemikiran dan perjuangan Gus Dur, kita tahu beliau sudah lama diakui. Beliau pernah diakui sebagai pahlawan HAM karena pembelaannya yang nyata terhadap mereka yang secara nyata menjadi korban masalah HAM, dan bahkan pernah disebut oleh Pak SBY sebagai pahlawan pluralisme. Ada banyak predikat yang beliau sandang dan diakui oleh masyarakat, bahkan dunia," kata Umaruddin Masdar.
Umaruddin juga menegaskan peran vital Gus Dur sebagai salah satu pendiri PKB dan kontributor tak ternilai dalam transisi demokrasi Indonesia.
"Mengapa pemikiran dan perjuangan Gus Dur perlu kita kenang dan lanjutkan? Karena beliau adalah salah satu pendiri PKB bersama para kiai lain. Dalam konteks perjuangan demokrasi, kalau dulu Gus Dur tidak berjuang untuk demokrasi, mungkin Orde Baru belum berakhir," tegasnya.
Ia menyoroti keberanian Gus Dur dalam melawan kekuasaan, bahkan dengan kritikan tajam. "Gus Dur adalah satu-satunya orang yang berani menyebut istilah yang sangat keras dalam buku 'A Nation in Waiting (1999) - Adam Schwarz'—di kala semua orang takut berbicara soal politik dan demokrasi," ungkapnya.
Pengakuan Universal dan Kontribusi Akademik
Wawan Mas’udi, Ph.D., Dekan FISIPOL UGM, menyebut gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur sebagai 'gelar kepahlawanan tanpa kontroversi' di era modern, yang telah lama dinantikan.
"Bagi almarhum K.H. Abdurrahman Wahid, gelar kepahlawanan ini memang benar-benar tanpa kontroversi. Semua orang, bukan hanya dari kalangan umat Islam, bukan hanya dari warga Nahdliyin, tapi saya kira seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai Merauke sedang menunggu-nunggu inagurasi ini," kata Wawan Mas'udi.
Ia juga menguatkan pengakuan ini dengan hasil kajian akademisi internasional, mengutip Profesor Nathan Franklin dari Charles Darwin University, Australia, yang mencatat tiga kontribusi utama Gus Dur: (1) peletakan fondasi kelembagaan sosial melalui Wahid Institute, (2) peran penting dalam mengangkat harkat dan martabat NU dari stigma tradisional, dan (3) penetapan fondasi PKB sebagai organisasi politik yang inklusif bagi kekuatan Islam tradisional.
Hubungan Organik NU dan PKB, serta Anti-Populis
Dari perspektif Nahdlatul Ulama (NU), Dr. KH. Ahmad Zuhdi Muhdlor, Ketua PWNU DIY, membagikan pengalamannya pribadi dengan Gus Dur dan menjelaskan pandangan eksklusif Gus Dur tentang hubungan NU dan PKB.
"Gus Dur mengatakan bahwa PKB didirikan secara resmi oleh PBNU. Hubungan antara NU dengan PKB adalah hubungan organik, bukan hubungan organisasi," jelasnya. "Hubungan organik ini mengandung konsekuensi bahwa satu sama yang lain tidak bisa hidup tanpa yang lain."
KH. Zuhdi Muhdlor menambahkan, pemikiran ini terhubung erat dengan sikap Gus Dur yang sangat anti terhadap populisme agama, yakni upaya memanfaatkan sentimen agama untuk kepentingan politik. Sikap ini jugalah yang menjadi dasar Gus Dur menggelorakan gagasan kontroversial Pribumisasi Islam.
Gus Dur: Mercusuar Kemanusiaan Universal
Pandangan dari umat Katolik disampaikan oleh Dr. Romo Martinus Joko Lelono. Ia merasa terhormat dan bersyukur negara menghormati Gus Dur, sosok yang ia ibaratkan sebagai "mercusuar keutamaan".
"Gus Dur adalah manusia yang sudah purna. Agama itu bukan yang penting untuk ditampilkan, yang lebih penting dari agama adalah kemanusiaan dan bunga-bunga persaudaraan," kata Romo Joko Lelono.
Ia menyoroti bahwa Gus Dur memilih jalur Islam kultural/Nusantara yang bersifat substantif inklusif, bukan Islam politik yang legal eksklusif. Romo Joko Lelono membandingkan tingginya toleransi di Indonesia, bahkan mengenang cerita Mahatma Gandhi yang mengalami diskriminasi.
"Saya sebagai orang Katolik, saya kalau punya uang ya saya bisa naik kereta eksekutif, tidak ada yang mempermasalahkan. Hebatnya Anda adalah, dalam hukum resmi negara, Anda dengan luar biasa dengan lapang dada memberi ruang yang sama dengan orang-orang yang tidak seagama," ujarnya, memuji toleransi umat Islam Indonesia.
Ia menyimpulkan bahwa perjuangan pluralisme Gus Dur dan Romo Mangun berlandaskan pada "hati yang besar," dengan prinsip kemanusiaan universal sebagai fondasi, mengutip Ali Bin Abi Thalib:
"Mereka yang bukan saudaramu dalam agama adalah saudaramu dalam kemanusiaan."
Menutup diskusi, Romo Joko Lelono menegaskan: "Tugas kita bukanlah mengkonversi, tetapi menyumbang dan membuat bangsa Indonesia menjadi semakin lebih baik. Kita bersyukur pada malam hari ini, ada pengakuan bahwa perjuangan Gus Dur adalah perjuangan yang layak untuk dilanjutkan."
Umaruddin Masdar menutup seluruh rangkaian acara dengan menegaskan kembali esensi gelar tersebut.
"Gelar pahlawan itu sebenarnya formalitas. Karena substansi yang sebenarnya adalah masyarakat dan dunia, tanpa ditetapkan sebagai pahlawan, masyarakat dan dunia sudah dan tetap mengakui Gus Dur sebagai pahlawan di bidang HAM, demokrasi dan pkuralisme. Dan itulah warisan pemikiran dan perjuangankan Gus Dur yang harus terus kita lanjutkan dan wariskan kepada anak-anak muda."
Post a Comment