DPRD DIY Desak Penanganan Tuntas Krisis Sampah Pasca-Penutupan TPA Piyungan
WARTAJOGJA.ID – Menjelang penutupan permanen Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan pada awal 2026, persoalan pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mencapai titik kritis.
Tumpukan sampah yang mulai terlihat di berbagai sudut Kota Yogyakarta mendorong Komisi C DPRD DIY untuk mendesak Pemerintah Daerah agar segera mengambil langkah penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiyantoro, menegaskan bahwa krisis sampah saat ini adalah isu mendesak yang memerlukan sinergi lintas sektor dan penanganan yang serius karena dampaknya sangat besar.
"Pengelolaan persampahan harus diselesaikan dengan baik di DIY karena dampaknya sangat besar. Saat ini sampah mulai menumpuk di Kota Yogyakarta dan baunya sangat mengganggu masyarakat. Ini harus segera diselesaikan," tegas Subiyantoro dalam forum wartawan di DPRD DIY, Kamis (13/11/2025). Ia menambahkan bahwa Komisi C akan terus mengawal dan berusaha membantu menyelesaikan persoalan ini.
Warisan Pahit Tiga Dekade TPA
Sorotan tajam turut diberikan oleh Sekretaris Komisi C, Amir Syarifuddin, mengenai dampak sosial dan lingkungan yang selama 31 tahun dirasakan oleh warga sekitar TPA Piyungan. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan TPA tersebut telah meninggalkan warisan pahit bagi masyarakat.
"Selama 31 tahun warga kami di Piyungan hidup berdampingan dengan bau sampah. Pernah ada tiga warga meninggal dalam satu bulan karena tetanus, bahkan ditemukan suntikan medis yang dibuang secara ilegal dan sampai ke sawah," ungkap Amir Syarifuddin.
Selain isu kesehatan, Amir juga menyoroti kerugian ekonomi, di mana 100 hektare lahan tidak bisa panen dan sumur warga tercemar bakteri E. coli. Ia melihat penutupan TPA sebagai awal baru, "Setelah TPA ditutup, udara mulai bersih dan warga bisa bernapas lega."
Namun demikian, Amir mengingatkan bahwa tantangan belum sepenuhnya usai. Ia menyoroti masih adanya sekitar 50 titik pembakaran ilegal di sekitar lokasi yang dilakukan sebagai bisnis oleh sebagian oknum. Ia meminta penertiban tegas dan menekankan perlunya pelibatan Dana Keistimewaan (Danais), anggaran dinas, dan peran masyarakat dalam pembinaan yang serius.
Transisi dan Harapan Baru di Tingkat Kota
Di sisi lain, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ahmad Haryoko mengakui tantangan berat dalam mengelola sekitar 332 ton sampah per hari di tengah keterbatasan lahan.
Haryoko menjelaskan bahwa Pemkot tengah berupaya menyiapkan sejumlah lokasi seperti Nitikan, Giwangan, dan Kranon untuk pengolahan sampah terpadu. Selain itu, Pemkot aktif mendorong program pengurangan sampah dari sumbernya, termasuk melalui gerakan "Mas Jos" (pilah sampah sesuai jenis, manfaatkan bank sampah, habiskan makanan, dan gunakan wadah berulang).
"Kami terus berkoordinasi dengan Pemda DIY untuk mengurai persoalan sampah ini. Terlebih akan memasuki masa libur akhir tahun. Ini menjadi perhatian besar kami," tandas Haryoko, sembari menargetkan bahwa pengelolaan sampah berbasis teknologi PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik) diharapkan bisa mulai beroperasi pada 2027.
Post a Comment