Wujudkan Mimpi Kemandirian Obat: Sido Muncul Dorong Riset Massal 38 Ribu Spesies Hayati
WARTAJOGJA.ID – Indonesia berada di persimpangan jalan menuju kemandirian obat.
Direktur PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk, Dr. (H.C.) Irwan Hidayat, menegaskan bahwa upaya mengurangi ketergantungan pada produk farmasi impor harus dimulai dengan memaksimalkan kekayaan alam sendiri.
Irwan menyoroti potensi besar Indonesia yang memiliki 38 ribu spesies tanaman hayati dan biota laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Namun, fakta mencengangkan menunjukkan bahwa saat ini baru 350 jenis yang diizinkan untuk digunakan.
Hambatan utama adalah tingginya biaya riset. Irwan menyebutkan bahwa satu uji toksisitas satu spesies membutuhkan biaya Rp 150 juta.
Untuk mengatasi kendala finansial dan mempercepat pemanfaatan ribuan spesies lain, Irwan mengusulkan adanya kerja sama sinergis antara pemerintah dan universitas dalam melaksanakan uji toksisitas secara massal.
Irwan Hidayat pun dengan tegas menyatakan siap mendukung langkah pemerintah dalam mendorong terwujudnya kemandirian obat.
Namun, ia menekankan bahwa kemandirian terkadang bukan berarti harus membangun pabrik.
“Salah satu kemandirian itu bukan berarti mesti dibuat. Sebab, bisa juga kita sudah buat obat, fasilitasnya mahal, dokter-dokter tidak mau pakai,” ujar Irwan saat menjadi pembicara dalam Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) Perkumpulan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) di HARRIS Hotel & Convention, Surakarta, Kamis (2/10/2025).
Ia menyebut, salah satu alasan industri obat herbal tidak dapat berkembang dengan baik adalah minimnya partner, yakni praktisi yang memanfaatkan obat tradisional.
Lebih lanjut, Irwan mengatakan bahwa industri jamu dan obat herbal sejatinya menghadapi tantangan dalam menanamkan kepercayaan kepada para ahli medis.
“Kepercayaan untuk membuat obat itu tidak gampang. Kita kan tahu, dokter kalau sudah pakai satu obat, dia sudah susah dikasih tahu. Dia bilang misalnya punya pendapat dan kepercayaan sendiri,” jelasnya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut sekaligus mewujudkan kemandirian obat, Irwan memaparkan tiga strategi yang diterapkan Sido Muncul.
Pertama, membuat produk yang terdiri atas bahan tunggal dan berstandar. “Salah satu yang kami lakukan adalah membuat produk-produk tunggal, seperti temulawak, kunyit, daun dewa, jahe. Jadi, kami tidak membuat obat-obat campuran supaya kami bisa melakukan standardisasi,” ungkap Irwan.
Kedua, melakukan uji toksisitas untuk memastikan setiap produk Sido Muncul terstandardisasi dan aman.
Ketiga, mencari partner dengan menyasar para dokter yang memahami ilmu anatomi, serta metabolisme, mekanisme, dan cara kerja tubuh.
Selain riset, Irwan mengatakan langkah awal menuju kemandirian ini adalah membuat produk tunggal terstandar dan memastikan uji klinis dilakukan bersama dokter.
Sido Muncul sendiri telah memiliki 59 produk berbasis herbal seperti temulawak, jahe, dan kunyit. Upaya Irwan Hidayat dalam membuat buku jurnal sebagai referensi lengkap bagi dokter adalah bagian dari komitmen untuk meningkatkan kredibilitas dan penggunaan produk herbal lokal dalam dunia medis.
Irwan dalam kesempatan itu juga mengungkapkan bahwa saat ini, dirinya sedang sibuk menyusun buku berisi penjelasan informasi produk-produk Sido Muncul.
Selama ini, informasi produk Sido Muncul yang beredar di masyarakat hanya berupa khasiat dan manfaat.
Kali ini, Irwan bersama tim menyusun buku berisi informasi bahan yang terkandung dalam suatu produk, serta literatur dan jurnal yang menjadi landasan pembuatan produk.
Buku tersebut nantinya akan dibagikan kepada para dokter yang tergabung dalam PAAI.
Tujuannya, agar para tenaga medis memahami bahwa produk yang dijual oleh Sido Muncul telah melalui riset secara mendalam.
Irwan pun menawarkan kepada para dokter jika ingin menambahkan jurnal atau hasil riset ke dalam buku tersebut agar informasinya lebih valid.
“Buku ini kami bagikan dalam bentuk elektronik dan nanti kalau ada masukan misalnya ada jurnal yang kurang, Anda boleh memberitahukan supaya jurnal ini nanti lebih terarah,” ucapnya.
Selain bertujuan untuk menyebarluaskan hasil riset yang dilakukan Sido Muncul, buku berisi jurnal dan literatur tersebut sekaligus menjadi bentuk kontribusi Irwan dan perusahaan untuk dunia medis Indonesia.
Irwan menceritakan perjalanan hidupnya setelah berulang kali jatuh sakit. Ia sadar bahwa dirinya membutuhkan sesuatu yang lebih tinggi dari sebuah pencapaian, yakni kontribusi. Oleh karena itu, Irwan mulai konsisten berusaha memberikan kontribusi kepada konsumen, masyarakat, hingga pemerintah.
Sejumlah kontribusi yang telah dilakukan Irwan untuk masyarakat, antara lain membantu operasi katarak dan bibir sumbing, serta menyalurkan bantuan untuk anak-anak stunting dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Irwan mengaku merasa damai dan senang ketika membantu sesama dan menerima ucapan terima kasih dari orang yang membutuhkan.
“Seandainya iklan produk saya tidak laku, saya sudah berbuat sesuatu yang bermanfaat,” tegasnya.
Dalam pemaparannya, Irwan mengingatkan bahwa kemandirian obat herbal tidak bisa hanya dibebankan kepada industri.
Pemerintah memiliki peran strategis dalam memperkaya jumlah tanaman yang bisa dipakai sebagai bahan baku obat. Sebagai salah satu solusi mengatasi ketergantungan impor bahan baku obat, Irwan mengusulkan agar pemerintah melakukan uji toksisitas setiap tahun.
Pasalnya, hingga kini, hanya ada sekitar 350 macam bahan baku jamu yang bisa diolah. Sementara, total kekayaan hayati Indonesia mencapai 28.000 jenis tanaman.
Irwan berharap, pemerintah dapat melakukan uji toksisitas 50 tanaman setiap tahun. Dengan begitu, akan ada tambahan 500 tanaman yang bisa diolah menjadi bahan baku jamu atau obat herbal dalam 10 tahun ke depan. “Upaya ini juga bisa memberi pekerjaan kepada universitas-universitas, supaya mereka melakukan riset,” katanya.
Sementara Dr. dr. Neni Susilaningsih, M.Si., Dokter dari Fakultas Kedokteran (FK) Undip, menjelaskan bahwa penelitian menunjukkan obat herbal aman dan bermanfaat.
Ia menekankan bahwa tahapan riset, mulai dari uji toksisitas hingga uji klinis, adalah proses wajib untuk menghasilkan obat yang berstandar. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan FK Undip 20 tahun lalu membuktikan bahwa produk herbal seperti Tolak Angin dapat meningkatkan sistem imun ketahanan tubuh.
Dr. Neni menegaskan perbedaan krusial antara jamu dan fitofarmaka. Fitofarmaka, yang harus melalui uji klinis ketat, dapat masuk dalam buku BPOM sebagai obat modern asli Indonesia dan berperan sebagai pendamping medis. Contoh bahan lain, seperti seledri, juga sudah berhasil diolah menjadi obat modern asli Indonesia setelah melalui tahapan riset yang terstandar.
Pentingnya sinergi ini juga didukung oleh Ketua panitia acara, Dr. Nanang Wiyono, yang menyerukan agar industri, akademisi, dan pemerintah bekerja sama.
Tujuannya bukan hanya memproduksi obat, tetapi juga melakukan sosialisasi intensif agar masyarakat dapat menjadi "tuan rumah obat sendiri," memperkuat keyakinan terhadap produk herbal lokal yang telah teruji secara ilmiah.
Post a Comment