News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Ekspresi Seni Kontemporer Lintas Generasi 2025 Kembali Digelar di TBY 2 Oktober, Gratis Untuk Umum

Ekspresi Seni Kontemporer Lintas Generasi 2025 Kembali Digelar di TBY 2 Oktober, Gratis Untuk Umum

WARTAJOGJA.ID : Taman Budaya Yogyakarta kembali menghadirkan ruang perjumpaan kreatif melalui kegiatan Ekspresi Seni Kontemporer Lintas Generasi yang akan digelar pada Kamis, 2 Oktober 2025 pukul 19.00 WIB di Gedung Societeit Militaire dan digelar gratis untuk umum.

"Yang menarik, pertunjukan ini akan menghadirkan empat penata tari lintas generasi yang mewakili perjalanan, pengalaman, dan pandangan dari generasi berbeda mulai 20-an, 30-an, 40-an, hingga 50-an," kata Kepala TBY, Purwiati dalam konferensi pers Rabu 1 Oktober 2025.

Kegiatan yang didukung melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Kementerian Kebudayaan itu, kata Purwiati, bakal menampilkan empat karya koreografer yang akan dipentaskan.

Yakni Nunik Widiasih (Generasi 50-an) dengan karya berjudul Niskala, Sudiharto (Generasi 40-an) dengan karya Jamas Wesi Geni, Pulung Jati Ronggo Murti (Generasi 30-an) dengan karya Ruas Aur dan Widi Pramono (Generasi 20-an) dengan karya Menari di Ruang Antara.

"Selain itu, dalam pertunjukkan ini juga menampilkan pentas partisipasi dari Taman Budaya Kalimantan Selatan, yang menampilkan karya tari yang merupakan kekayaan seni pertunjukan daerah sebagai wujud silaturahmi dan pertukaran budaya antar Taman Budaya," imbuh Purwiati.

Uniknya dua di antara koreografer itu merupakan guru dan mantan murid di SMKN 1 Kasihan (SMKI Jogja) yakni Nunik Widiasih dan Widi Pramono. 

Nunik Widiasih yang akan mementaskan karya berjudul Niskala mengaku tak menyangka masih mendapat ruang berkarya di usianya yang sudah melampaui enam dekade. 

“Di usia saya yang sekarang 61 tahun dipanggil di sini, di antara generasi muda yang produktif, saya sebetulnya sudah tidak lagi produktif. Namun ternyata masih ada ide-ide yang terpendam,” ujarnya.

Dalam karyanya, Nunik mengeksplorasi tokoh Centini dalam Suluk Tambang Raras. Ia membaca karya sastra klasik itu sebagai ruang kebebasan ekspresi yang bisa diwujudkan ke dalam bahasa tari. Tokoh Centini diposisikannya sebagai simbol kegelisahan sekaligus medium perlawanan batin Tambang Raras.

“Centini itu saya anggap sebagai ungkapan kegundahan Tambang Raras. Ia menyalurkan kekecewaan yang tidak bisa diungkapkan langsung karena aturan tata krama Jawa,” jelas Nunik.

Ia menggunakan lesung sebagai media utama, mengangkat prosesi adat yang sudah jarang dilakukan sebagai simbol energi baru. Lewat gerak, vokal, hingga tembang, Nunik menghadirkan tafsir ulang Centini yang mendorong penonton untuk membangun imajinasi segar terhadap karya sastra Jawa tersebut.

Sementara Widi Pramono yang akan menampilkan karya bertajuk Menari di Ruang Antara mengatakan dirinya membawa tafsir berbeda dengan berangkat dari ruang yang lebih intim dan personal, yaitu dapur. Sejak 2021, ia telah menggarap karya berbasis ruang dapur, baik dalam film tari maupun pentas dan pada kesempatan ini ia kembali memprosesnya dengan pendekatan berbeda.

“Dapur bagi saya bukan hanya tempat memasak, tapi juga ruang kehangatan, ruang keributan, ruang kesedihan, sekaligus tempat kita tertawa bersama,” kata Widi.

Ia menekankan dapur sebagai representasi sosok ibunya, sehingga karya yang ditampilkan tidak sekadar mengolah tubuh penari, tetapi juga aroma, material, hingga memori emosional yang melekat di dalamnya.

Sebelum memasuki acara utama, penonton dan undangan akan disuguhkan pra acara berupa kolaborasi keempat penata tari lintas generasi yang secara khusus merespons karya batik dari anak-anak Art for Children (AFC) Taman Budaya Yogyakarta. 

Kolaborasi ini akan dipentaskan secara eksperimental di panggung rigging, menghadirkan dialog antara tradisi batik sebagai warisan budaya dan eksplorasi gerak kontemporer yang segar. 

Momentum ini sekaligus memperingati Hari Batik Nasional, menghadirkan batik bukan hanya sebagai kain tradisi, melainkan juga sebagai inspirasi gerak, warna, dan ekspresi kontemporer.

Kegiatan ini tidak sekadar pertunjukan tari, tetapi juga ruang silaturahmi antar generasi serta upaya memperkaya khasanah seni pertunjukan kontemporer Indonesia. 

Setiap generasi memiliki sudut pandang, pengalaman, dan bahasa gerak sendiri. Melalui lintas generasi, kita belajar bahwa seni bukan hanya warisan, tetapi juga kesinambungan yang terus hidup,

Kegiatan ini terbuka untuk umum dengan kapasitas tempat terbatas. Penonton diharapkan hadir lebih awal untuk menyaksikan keseluruhan rangkaian acara.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment