Seminar Nasional di Unnes, Sido Muncul Dorong Pemanfaatan Herbal untuk Indonesia Sehat
WARTAJOGJA.ID : PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (Sido Muncul) melalui produk unggulannya, Tolak Angin, kembali menggelar Seminar Nasional Pemanfaatan Obat Herbal Menuju Indonesia Sehat, di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (Unnes), Selasa (2/9/2025).
Seminar yang rutin gelar sejak 2007, menjadi seminar ke-53 yang menghadirkan 250 peserta dari kalangan dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan.
Direktur Sido Muncul Dr. (H.C.) Irwan Hidayat mengatakan, Sido Muncul akan terus memberikan kontribusi dalam mengangkat jamu agar semakin diakui secara ilmiah.
Saintifikasi jamu berbasis penelitian dan pelayanan kesehatan sangat penting untuk menjadikan jamu sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional.
“Kalau dunia kedokteran, ide saya adalah bagaimana pemanfaatan herbal ini bisa masuk ke fakultas kedokteran, dipelajari khasiatnya secara ilmiah. Jadi bukan sekadar tradisi, tetapi ada dasar penelitian dan pembelajaran. Tugas kami di pabrik jamu adalah menyiapkan bahan baku obat herbal yang terstandar, misalnya jahe, temulawak, atau kunyit. Dengan begitu, dokter bisa yakin saat menggunakan produk herbal sebagai pendamping obat farmasi,” jelasnya, Selasa (2/9/2025).
Literasi herbal untuk tenaga medis sangat penting dilakukan, sehingga seminar yang digelar sejak 2007 lalu, bisa menjadi wadah dan strategi agar dokter lebih memahami kelebihan dan keterbatasan obat herbal.
“Obat farmasi saja tidak akan jalan kalau tidak ada partner dokter. Begitu juga jamu, harus didukung oleh dokter. Makanya kami menyasar kalangan medis agar mereka tahu kegunaan herbal ini secara detail. Kalau dokter sudah tahu, mereka bisa meresepkannya bersama obat farmasi kepada pasien,” imbuhnya.
Irwan menjelaskan, dari rangkaian seminar ini, Sido Muncul juga tengah menyiapkan kompendium herbal berupa buku riset dan catatan manfaat berbagai tanaman obat. Kompendium tersebut akan dibagikan kepada para dokter sebagai rujukan. Menurutnya, pendekatan melalui jalur kedokteran jauh lebih efisien dibanding menciptakan jalur baru.
“Jadi misalnya dokter ingin tahu kunyit itu fungsinya apa, temulawak untuk apa, jahe untuk apa, semua ada catatannya. Kalau mereka sudah paham, saya yakin penggunaannya bisa lebih cepat masuk ke layanan kesehatan. Kedokteran sudah menjadi pintu resmi. Kalau kita bikin jalur sendiri, malah tidak efisien. Maka kami ingin meyakinkan dokter bahwa herbal ini aman, standar, dan bisa digunakan sesuai kebutuhan pasien,” ungkapnya.
Irwan berharap, dengan kolaborasi antara industri, pemerintah, dan akademisi, pemanfaatan herbal dapat semakin berkembang dan berkontribusi besar terhadap program Indonesia Sehat.
“Harapan kami, jamu tidak hanya dilihat sebagai tradisi, tetapi juga sebagai bagian dari pelayanan kesehatan modern yang berbasis riset dan standar internasional. Kalau industri bisa menyiapkan produk yang standar, pemerintah membuat regulasi yang tepat, dan akademisi melakukan penelitian, maka jamu bisa benar-benar jadi tuan rumah di negeri sendiri,” tutupnya.
Sementara itu, Rektor Unnes, Prof. Dr. S. Martono, M.Si. menilai, seminar ini menjadi momentum penting untuk meluruskan berbagai persepsi yang berkembang di masyarakat terkait obat herbal maupun obat kimia. Saat ini, masih banyak informasi simpang siur tentang obat herbal. Sehingga perlu adanya kajian ilmiah untuk memastikan manfaat dan keamanan penggunaannya.
"Ini momen yang pas untuk pembelajaran kepada masyarakat dalam pemanfaatan obat herbal," ujarnya.
Dari sisi akademik, dengan adanya seminar ini bisa membuka ruang untuk penelitian. Beberapa hasil riset di Unnes disebut telah terbukti secara ilmiah, sehingga tinggal diuji lebih dalam dan dikolaborasikan dengan dunia industri, khususnya bersama Sido Muncul.
"Kami berharap ada kerja sama lebih lanjut dengan Sido Muncul. Di kampus banyak peneliti dan penelitian tentang obat-obatan yang bisa dikolaborasikan. Dengan begitu, hasil riset bisa benar-benar memberi manfaat kepada masyarakat,” jelasnya.
Martono berharap adanya keseimbangan dalam pemahaman masyarakat bahwa selain obat kimia, juga terdapat alternatif pengobatan berbasis herbal yang tersedia di sekitar.
"Harapannya ada semacam keseimbangan dalam tatanan di masyarakat bahwa ada obat-obat lain selain obat kimia dan itu ada dan tersedia di sekitar kita," paparnya.
Seminar ini menghadirkan enam narasumber yang dibagi dalam dua sesi, di mana masing-masing sesi terdiri dari pemaparan materi dan diskusi interaktif.
Lewat tema Peran Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang dalam Riset dengan Topik Fitofarmaka, Dekan Fakultas Kedokteran Unnes Prof. Dr. dr. Mahalul Azam, M.Kes. menekankan, pentingnya kolaborasi implementatif dalam pengembangan produk herbal dan fitofarmaka. Menurutnya, civitas akademika Fakultas Kedokteran Unnes telah banyak menghasilkan penelitian dan karya terkait obat herbal maupun fitofarmaka. Namun, hasil riset tersebut membutuhkan dukungan lebih lanjut agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
"Beberapa karya akademik di FK Unnes sudah menghasilkan obat herbal bahkan fitofarmaka. Tetapi, untuk masuk ke tahap hilirisasi atau komersialisasi, diperlukan kolaborasi dengan industri dan juga pemerintah agar bisa lebih implementatif," jelasnya.
Fakultas Kedokteran Unnes menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara itu, dukungan dari industri dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjembatani proses agar hasil penelitian tidak berhenti di laboratorium, melainkan dapat dimanfaatkan secara nyata oleh masyarakat.
“Tri Dharma sudah kami jalankan, tetapi untuk sampai ke masyarakat diperlukan partner strategis. Hilirisasi ini penting, dan sinergi dengan industri maupun pemerintah akan membuat produk herbal karya akademik lebih bermanfaat luas," jelasnya.
Di sesi lainnya, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI, Mohamad Kashuri yang memaparkan materi “Kebijakan Pengawasan Obat Tradisional dalam Mendukung Program Indonesia Sehat”. Dengan hadirnya BPOM dapat memastikan mutu dan keamanan obat-obatan, termasuk obat berbahan alam. Namun, ia menekankan tugas itu tidak bisa dijalankan sendirian.
"Pemanfaatan obat bahan alam harus diupayakan secara kolaboratif dengan konsep triple helix, akademisi, bisnis, dan government. Kampus menjadi tempat awal pengembangan riset, sementara industri memastikan produk aman dan bermutu, dan pemerintah memberi regulasi serta pengawasan,” kata Kashuri.
Sementara itu, salah satu peserta seminar, Kepala UPTD Puskesmas Bugangan kota Semarang, dr. Sri Lestari, M. H mengaku mendapat wawasan baru, khususnya untuk obat-obatan herbal. Sebagai tenaga medis, ia sangat terbantu dan teredukasi tentang manfaat obat-obat herbal dan cara tepat untuk mengonsumsinya.
"Sebagai tenaga medis, kami jarang mendapatkan seminar seperti ini. Padahal pasien sudah terbuka dengan obat herbal. Seminar ini membantu kami untuk bisa mengedukasi pasien tentang manfaat herbal, baik sebagai pendamping pengobatan maupun untuk menjaga kesehatan sehari-hari," pungkasnya.
Post a Comment