Mahasiswa FTI UII Ciptakan Pulmonosis, Teknologi Diagnostik Cepat Kanker Paru Berbasis Machine Learning
WARTAJOGJA.ID : Globocan (2022) mencatat 38.904 kasus baru kanker paru, menjadikan kanker paru sebagai penyebab kanker terbanyak kedua di Indonesia pada tahun tersebut
Sementara Kemenkes menyebut angka tetap stabil setiap tahun: sekitar 34.000 kasus baru kanker paru, dengan tingkat kematian sangat tinggi (~88%) Estimasi terbaru tahun 2023–2025 belum tersedia secara resmi, namun asumsi realistis: jumlah kasus kanker paru berada di kisaran 34.000–39.000 kasus per tahun
Berdasarkan hal tersebut 3 (tiga) Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) yakni Jihan Syahira Adnanda Putri - Mahasiswi Prodi Informatika FTI UII angkatan 2021, Eka Maryani Saputri – Mahasiswi Fakultas Kedokteran – angkatan 2021 dan Deriza Qurrotun A’yuni – Mahasiswi Prodi Teknik Mesin FTI UII - angkatan 2021 berhasil mengembangkan sebuah inovasi kesehatan berupa Pulmonosis, teknologi diagnostik cepat kanker paru yang bersifat noninvasif, praktis, dan terintegrasi dengan machine learning.
Inovasi ini memanfaatkan biosensor elektrokimia fleksibel untuk mendeteksi biomarker calprotectin (CLP) pada feses, yang kemudian diolah secara real time melalui Internet of Things (IoT) ke aplikasi mobile pasien.
Penelitian yang dipimpin oleh Jihan Syahira Adnanda Putri bersama Eka Maryani Saputri dan Deriza Qurrotun A’yuni dengan dosen pembimbing Ir Ali Parkhan., MT ini menunjukkan hasil yang menjanjikan.
"Berdasarkan uji laboratorium, Pulmonosis mencapai akurasi sebesar 92,09% bila dibandingkan dengan metode standar ELISA. Selain itu, sistem transmisi data melalui modul ESP32-WROOM-32 juga terbukti stabil dengan akurasi mencapai 99,16% dan kecepatan pengiriman data kurang dari tiga detik," kata Jihan Syahira, Minggu 31 Agustus 2025.
Berbeda dengan metode diagnostik konvensional seperti sitologi maupun histopatologi yang bersifat invasif, membutuhkan waktu lama, dan berisiko menimbulkan komplikasi, Pulmonosis hadir lebih aman, nyaman, dan efisien.
Jihan mengatakan proses diagnostik hanya membutuhkan waktu 2–3 jam tanpa harus melalui prosedur biopsi yang menyakitkan. Dari sisi model bisnis, tim peneliti memproyeksikan pasar yang besar dengan potensi mencapai Rp175 miliar per tahun di Indonesia.
Ia menambahkan distribusi awal akan difokuskan pada fasilitas kesehatan di Pulau Jawa melalui pendekatan B2B (Business to Business) ke rumah sakit, puskesmas, hingga BPJS, serta B2C (Business to Customer) melalui edukasi masyarakat dan pemasaran digital. Produk ini juga akan didukung sertifikasi SNI, ISO, serta izin edar dari Kementerian Kesehatan RI guna menjamin kualitas dan legalitasnya.
Jihan, selaku ketua tim, menyampaikan harapannya agar Pulmonosis dapat menjadi solusi deteksi dini kanker paru yang lebih praktis dan efektif, sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
“Pulmonosis kami rancang tidak hanya sebagai alat diagnostik, tapi juga sebagai platform pemantauan kesehatan yang dapat membantu pasien melakukan kontrol rutin secara real time
Inovasi Pulmonosis ini membawa harapan baru bagi dunia medis, khususnya dalam upaya menekan angka kematian akibat kanker paru yang masih menjadi penyebab utama kematian kanker di Indonesia dan dunia.
Post a Comment