News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pakar Hukum Singgung Dugaan Pidana di Sidang Gugatan Praperadilan Keluarga Suciati Saliman

Pakar Hukum Singgung Dugaan Pidana di Sidang Gugatan Praperadilan Keluarga Suciati Saliman

WARTAJOGJA.ID : Sidang praperadilan dengan pemohon keluarga pengelola Masjid Suciati Saliman terhadap Polres Sleman kembali bergulir dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. 

Gugatan praperadilan ini dilayangkan Rianda Sulistyaningrum, anak kedua pendiri PT. Saliman Riyanto Raharjo, Suciati Saliman. Gugatan praperadilan tersebut dilayangkan lantaran Polres Sleman menghentikan penyidikan atas laporan Rianda tentang kasus dugaan tindak pidana dalam pengelolaan PT. Saliman Riyanto Raharjo. 

Pada agenda sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis (5/6/2025), pengadilan memeriksa saksi ahli dari pihak pemohon, yakni Inda Rahadiyan, yang merupakan pakar hukum perseroan. Dihubungi  wartawan setelah sidang, pengajar hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menjelaskan tiga persoalan utama dalam pemeriksaan tersebut. "Pertama tentang tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas," ujarnya. 

Sebagai informasi, laporan yang penyidikannya dihentikan oleh Polres Sleman menyangkut dugaan pidana tindakan menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau akta notaris di PT Saliman Rianto Raharjo sesuai pasal 266 KUHP. 

Inda juga menjelaskan soal pelanggaran terhadap _fiduciary duty_ oleh direksi. _Fiduciary duty_ adalah kewajiban hukum dan etika bagi seseorang yang bertanggung jawab atas aset atau kepentingan orang lain untuk bertindak dengan itikad baik, bertanggung jawab, dan hanya untuk kepentingan pihak yang dipercayakan. 

Menurut Inda, _fiduciary duty_
ini sangat memungkinkan mengandung unsur perbuatan melawan hukum baik secara perdata maupun secara pidana. "Hal ini yang harus digali dan dibuktikan melalui persidangan," tandasnya. 

Adapun poin ketiga dalam penjelasan Inda dalam sidang adalah soal pengalihan hak atas saham dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Menurutnya, RUPS tidak diwajibkan dalam hal pengalihan hak atas saham karena waris.

Selain itu, mengenai penghentian penyidikan oleh Polres Sleman, Inda menjelaskan  bahwa pembuktian mengenai ada tidaknya unsur pidana semestinya dilakukan dalam proses persidangan. "Hal ini sangat penting untuk mencari kebenaran materiil yang dalam bebeberapa hal tidak dapat dijangkau oleh Undang-Undang PT," ujarnya. 

Sebelumnya, pada agenda sidang Rabu (4/6/2025), persidangan juga memeriksa M. Arif Setiawan, saksi ahli pemohon selaku pakar pidana. Menurut Arif, keterangannya di persidangan tersebut dilandasi keberatan atas penghentian penyidikan oleh Penyidik dari Polres Sleman. 

"Penghentian penyidikan dilakukan oleh penyidik dengan alasan bukan tindak pidana, sedang menurut pemohon, kasus itu kasus pidana yang fakta dan kronologinya juga tidak dibantah oleh penyidik," ujar pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum UII ini. 

Ia memaparkan, penyidik telah menyimpulkan bahwa pihak terlapor selaku direktur PT 
bertindak untuk dan atas nama korporasi yang dia pimpin, sehingga terlapor tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Sebab bagi penyidik KUHP tidak mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi. 

Adapun pemohon mendasarkan ketentuan dari pasal 59 KUHP, bahwa  meski pihak terlapor bertindak untuk dan atas nama korporasi, bukan berarti tidak ada pidana jika melakukan pelanggaran. 

"Jadi dalam kasus tersebut sebenarnya bukan soal tidak adanya fakta hukum tentang dugaan pelanggaran pasal 266 KUHP, namun soal perbedaan cara melihat pasal 59 KUHP antara pemohon dengan termohon," ujarnya. 

Ia menyatakan, apabila hakim praperadilan sependapat dengan argumentasi pemohon dan mengabulkan permohonan praperadilannya maka hakim akan membatalkan surat perintah penghentian penyidikan dan penetapannya serta memerintahkan penyidik untuk melanjutkan penyidikan.

"Sehingga perkaranya wajib diteruskan kepada penuntut umum untuk proses selanjutnya agar kebenaran dan keadilan dapat ditentukan oleh hakim yang nantinya memeriksa dan mengadili perkara tersebut," pungkasnya. 

Kasus ini bermula dari laporan Rianda telah ke polisi pada 16 Desember 2022 atas dugaan terjadinya tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta otentik perusahaan. Namun, setelah naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan, laporan tersebut dihentikan penyidikannya oleh Polres Sleman melalui Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/Henti.Sidik/86a/XII/Res.1.9/2024/Reskrim tanggal 16 Desember 2024.

Atas penghentian penyidikan tersebut, Rianda melayangkan gugatan praperadilan ke Polres Sleman. Sidang perkara tersebut teregister dengan  nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN SMN dengan Hakim Danang Nur Kusumo.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment