Fisipol UGM dan MOSAIC Menandatangani MoU untuk Mendukung Aksi Iklim pada Bulaksumur Roundtable Forum
WARTAJOGJA.ID - Dana umat tak melulu hanya bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat secara langsung. Dana dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf, disingkat ziswaf, tersebut juga direncanakan untuk program keberlanjutan. Salah satunya untuk pembiayaan aksi iklim melalui instrumen keuangan syariah.
Wacana tersebut dibincangkan akademisi Departemen Politik Pemerintahan (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam diskusi hasil kolaborasi dengan Muslims for Shared Action on Climate Impact atau MOSAIC dan Pares. Persamuhan dalam Bulaksumur Roundtable Forum itu berlangsung di Auditorium FISIPOL UGM pada Kamis, 19 Juni 2025.
Akademisi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis atau FEB UGM, Ahmad Akbar Susamto, mengatakan salah satu instrumen keuangan syariah yang berpotensi besar untuk pembiayaan berkelanjutan adalah wakaf. Menurut dia, wakaf memiliki kelebihan untuk pembiayaan aksi lingkungan jangka panjang lantaran bersifat ajek.
“Kelebihan wakaf yakni bisa pembiayaan lingkungan jangka panjang, artinya apa? Abadi,” kata Ahmad yang hadir dalam diskusi bertajuk Bulaksumur Roundtable Forum: Peluang Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) untuk Membangun Participative Climate Finance di Indonesia, seperti dikutip dari rilis forum yang diterima, Jumat, 20 Jumi 2025.
Forum yang mempertemukan lembaga pengelola dana umat seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat serta institusi pemerintah seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Bank Syariah Indonesia (BSI) itu sepakat, kontribusi dana umat berpeluang untuk program keberlanjutan.
Mengingat potensi wakaf yang begitu besar, MOSAIC menyatakan memprakarsai program Wakaf Hutan sebagai upaya untuk mendorong pelestarian alam. Selain itu, MOSAIC juga memprakarsai program solarisasi masjid yang bertajuk Sedekah Energi. Organisasi ini turut menegaskan upaya mereka menggandeng pemangku kepentingan ziswaf yang lebih luas untuk berkolaborasi.
“Kami punya tagline, climate islamic movement. Sebuah upaya kolaboratif untuk mendorong umat untuk menjadi garda depan umat islam dalam krisis iklim, dari tingkat elit sampai tingkat bawah,” kata Ketua MOSAIC Nur Hasan Murtiaji, dalam rilis yang diterima Tempo.co, Jumat, 20 Juni 2025.
KNEKS juga memiliki inisiatif berupa Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Melalui inisiatif ini, masyarakat dapat memberikan wakaf dalam bentuk uang tunai yang selanjutnya akan disalurkan ke proyek-proyek hijau. Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS Dwi Irianti Hadiningdyah mengatakan skema wakaf ini lantas diminati oleh banyak kalangan, terutama kalangan anak muda. “Ternyata hasil 50 persen banyak dari generasi milenial dan gen Z,” ujar Dwi.
Tidak hanya itu, OJK juga meluncurkan model pembiayaan syariah hijau. Salah satu model pembiayaan tersebut adalah green sukuk ritel yang bisa diakses oleh masyarakat luas seperti yang dipaparkan Abdul Rahmat, perwakilan OJK, “Yang sustainable finance yang lain itu sudah penerbitan selama 6 tahun terakhir sekitar 40T, terbesarnya green bond sukuk.”
Namun, di sisi lain, forum juga menyoroti kendala berupa perizinan aset wakaf, pengelolaan produktif, pengembangan, dan penjaminan. Salah satu tantangan yakni mengenai kapasitas nazir. Sebagai contoh, nazir wakaf harus memiliki kapasitas yang mirip dengan manajer investasi untuk mengelola dana wakaf di Indonesia yang bersifat abadi, namun tidak ada sekolah formal yang dapat membangun kapasitas nazhir sebagai manajer investasi wakaf.
Selain itu, Bulaksumur Roundtable Forum juga menyoroti rendahnya kesadaran dan minat masyarakat terhadap wakaf sebagai instrumen pembiayaan krisis iklim. Rumah Zakat berupaya mengatasi permasalahan rendahnya kesadaran masyarakat tersebut dengan dengan memasukkan materi edukasi iklim dalam program-program penyaluran zakatnya.
“Maka pendidikan tentang pemahaman terkait dengan perubahan iklim ini kita sampaikan ke lingkungan keluarga dengan berbagai program,” ujar Irvan Nugraha selaku CEO Rumah Zakat.
Sebagai simpulan, Bulaksumur Roundtable Forum merumuskan pentingnya membangun ekosistem kolaboratif participative Islamic climate finance sebagai solusi pembiayaan jangka panjang untuk aksi iklim berbasis nilai keadilan dan keberlanjutan. Ekosistem ini akan menjadi hub penghubung antara pengelola dana umat dengan pemerintah sehingga akan tercapai upaya pendanaan aksi iklim syariah yang lebih holistik.
Sementara itu, Ketua DPP UGM serta Ketua Dewan Pembina MOSAIC, Abdul Gaffar Karim menyatakan semakin banyak yang bekerja sama semakin baik hasilnya, semakin banyak yang berpikir, semakin strategis hasilnya. Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi juga menekankan peran strategis dunia akademik dalam participative Islamic finance.
“Kami coba dorong ke fakultas untuk memperkuat kajian yang tantangan-tantangan, dimana Indonesia ada di sentral kebijakan,” kata Wawan.
Sebagai wujud komitmen tersebut, MOSAIC dan Fisipol UGM menandatangani kesepakatan kolaborasi kedua belah pihak dalam edukasi, riset dan kampanye terkait isu iklim, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pemberdayaan masyarakat. MoU dan forum ini menegaskan participative Islamic finance, melalui kerangka ziswaf dan instrumen keuangan hijau lainnya, dapat menjadi instrumen strategis dalam menghadapi krisis iklim sekaligus mendorong keadilan sosial dan ketahanan masyarakat
Post a Comment