News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Catatan Reformasi Pendidikan yang Tidak Biasa oleh Komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan

Catatan Reformasi Pendidikan yang Tidak Biasa oleh Komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan



WARTAJOGJA.ID:  Bulan Mei menjadi hari penting bagi perjalanan Indonesia, tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional dan 20 Mei sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Dalam rangka peringatan hari besar nasional ini, upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, persoalan ketimpangan dan ketertinggalan pendidikan masih kuat terjadi antarguru dan antardaerah. 

Guru dari daerah pinggiran umumnya jauh tertinggal untuk mendapat kesempatan pelatihan dari pemerintah atau keterbatasan akses sumber daya pengetahuan dari internet. 

Berkebalikan dengan guru dari daerah kota yang sering mendapatkan intervensi. Jika dibiarkan, maka jurang ketimpangan ini akan semakin melebar sehingga hari pendidikan nasional menjadi sekadar seremonial belaka.

Tahun ini, untuk memperingati hari pendidikan nasional, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) meluncurkan program terbarunya, yakni “Cross Kunjungan Komunitas GSM”. GSM memiliki 32 komunitas di seluruh Indonesia dengan perkembangan dan pengalaman yang berbeda di setiap komunitasnya. 

Kegiatan ini melibatkan guru-guru untuk saling mengunjungi daerah pinggiran seperti Madura, Supiori, Cirebon, dan sebagian besar daerah di Jawa.

Cross Kunjungan sebagai program pertukaran pengalaman dan kolaborasi antar komunitas di GSM seluruh Indonesia agar terbangun solidaritas yang kuat sekaligus pemerataan kualitas pendidikan. Agenda besar ini diadakan pertama kali pada awal bulan Mei 2023 oleh komunitas GSM Jawa Tengah dan Cirebon yang melakukan kunjungan ke Supiori, Papua.

Muhammad N. Rizal sebagai Founder GSM mengatakan bahwa kegiatan tersebut terinspirasi dari kemampuan connectedness pada internet yang bisa menjejaringkan manusia dengan berbagai gagasan, pengetahuan, dan keterampilannya, termasuk pada aspek pendidikan.

“Cross Kunjungan dilakukan agar para guru dapat menjalani connectedness untuk bertukar gagasan dan pengetahuan, tetapi yang paling utama adalah pengalaman batin. Karena untuk menggerakan seseorang berubah atau bertransformasi, kita perlu untuk menularkan energi positif yang telah tertanam di guru-guru pegiat GSM kepada guru-guru di daerah lain, dan itu tidak bisa dilakukan oleh internet tetapi bisa dilakukan oleh manusia. 

Maka dengan saling mengunjungi komunitas dan sekolah yang jaraknya berjauhan, para guru akan terajut kembali solidaritas dan penerimaan atas keberagaman di tengah potensi keterbelahan masyarakat di era sosial media. Inilah yang dibutuhkan pendidikan masa depan,” tutur Rizal.

Energi dan pengalaman batin yang digarisbawahi oleh GSM yang akan merangsang guru-guru lain dalam merubah pola pikir dan hatinya, sehingga mendorong para guru bergerak karena kesadaran diri. Para guru mengetahui apa yang harus diubah dan bagaimana mengubahnya, karena guru bisa saling belajar satu sama lain dengan latar belakang pendidikan yang berbeda.

“Pendekatan program ini dilakukan oleh GSM sebagai bentuk intervensi agar sebagian besar guru bergabung dengan sebuah misi untuk membangun sebuah komunitas dan mentransmisikan budaya. Sehingga perubahan pendidikan yang ditawarkan oleh GSM berfokus pada kerjasama dan kesetaraan, bukan pada kompetisi,” ungkap Rizal.

“Kebutuhan para guru akan tervalidasi dengan baik karena muncul dari mereka sendiri ketika berdialektika di kegiatan cross kunjungan. Di sini GSM berperan untuk memfasilitasi konektivitas antar mereka, menyediakan literasi, atau sumber pengetahuan baru, dan sumber spirit perubahan. Jadi GSM hadir agar inspirasi dalam mendidik dapat muncul dari guru-guru itu sendiri. 

Guru-guru GSM dilatih untuk memiliki kontrol penuh atas berjalannya pendidikan baik kurikulumnya, strategi pembelajarannya hingga evaluasi kemajuan murid-muridnya, dengan basis budaya setempat,” lanjut Rizal.

Muhammad Ali Sodikin seorang guru dari SMKN 1 Jambu Kabupaten Semarang dan Yayah Kodariyah dari SDN Kedungkrisik Kota Cirebon telah melakukan Cross Kunjungan ke Komunitas GSM Supiori, Papua dan menemukan kebermaknaan dalam melihat kebebasan dalam mendidik sesuai kemampuan potensi daerah masing-masing.

“Jika kita belum mengenal saudara-saudara di Supiori terkesan ada jarak karena perbedaan suku, ras, agama, dan bahkan fisik. Tetapi setelah mengenal lebih dekat ternyata di luar dugaan bahwa saudara di Supiori sangat menghargai tamu. Dan dalam pengajaran di sana, anak didik diberi ruang berkarya dan berkreasi yang hasilnya ternyata luar biasa di luar ekspetasi kita,” ujar Ali.

“Budaya Cross Kunjungan harus dijadikan momen berkala karena ini penting untuk menambah pengalaman dan membuka wawasan guru-guru terhadap perubahan, seperti menggali kebijakan daerah lain yang bisa dibagikan di daerahnya sendiri. Saya juga melihat guru-guru di Supiori selalu antusias dan haus akan belajar dari kita sebagai guru yang datang ke sana,” tambah Yayah.

Dalam narasi transformasi pendidikan, GSM selalu menekankan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak hanya menyebar praktik baik, tetapi juga bertukar energi dan spirit.
Novi Poespita Candra sebagai Co-Founder GSM menambahkan, “Cross Kunjungan komunitas GSM juga sebagai salah satu upaya untuk memahami energi, vibrasi, dan frekuensi manusia,”

Selain daripada penguatan solidaritas antarguru dan komunitas, Cross Kunjungan Komunitas GSM juga memiliki visi untuk mengentaskan ketimpangan pendidikan antardaerah. Rizal sebagai pendiri GSM menilai bahwa permasalahan distribusi pendidikan yang tidak merata dapat dilakukan dengan lebih mudah, efisien, dan tidak birokratis. Hal tersebutlah yang menjadikan ketimpangan kualitas akan semakin kecil.

“Kalau menunggu program dari pemerintah akan sangat lama sekali, Cross Kunjungan bisa menciptakan jejaring batin dengan arah pendidikan dan orientasi pendidikan yang lebih benar. Kesenjangan dalam pendidikan bisa terjadi karena banyak hal, salah satunya letak geografis dan jumlah serta kualitas guru yang berbeda-beda. Maka dengan program ini bisa meningkatkan mobilitas untuk komunitas yang tertinggal, dan kecepatan untuk meningkatkan dunia pendidikan akan berjalan secara signifikan,” tegas Rizal.

“Sehingga, orientasi guru tidak melulu pada hal material seperti infrastruktur sekolah, atau rendahnya upah, tetapi fokus pada pemberdayaan diri untuk keluar dari permasalahan dan pengejaran perubahan melalui kerja sama. Cara reformasi seperti inilah yang akan membuat profesi guru menjadi sesuatu yang sangat bernilai,” tutup Rizal. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment