News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Indeks Keberadaban Digital Masih Rendah, Butuh Perhatian Semua Pihak

Indeks Keberadaban Digital Masih Rendah, Butuh Perhatian Semua Pihak



WARTAJOGJA.ID : Anggota DPR RI, Komisi 1, dari Dapil DIY, Sukamta menyebut rendahnya indeks keberadaban digital masyarakat Indonesia merupakan persoalan serius yang harus mendapat perhatian semua pihak. 

Pasalnya, selain telah mempengaruhi berbagai tatanan kondisi kehidupan sosial di masyarakat, hal tersebut juga dapat membawa konsekuensi negatif yang dapat merugikan banyak pihak. 

Sebagai mana diketahui lndonesna merupakan salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar di dunia. Menurut Iaporan, terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2022. 

Sebanyak 191,4 juta merupakan pengguna media sosial atau setara dengan 68,9 persen dan total populasi. Warga Indonesia rata-rata menggunakan media sosial selama 3,2 jam per hari.  

WhatsApp merupakan aplikasi yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Diikuti Facebook, Line, Twitter, Telegram, Instagram, Line serta YouTube dan TikTok. 

"Indonesia menjadi negara dengan indeks kesopanan digital (DigitaI Civility Index/DCI) paling buruk se Asia Pasifik pada 2021. Skala DCI lndonesia tercatat sebesar 76 persen pada 2020," ujar Sukamta dalam webinar Bijak Berkomentar di Ruang Digital yang diselenggarakan Kominfo RI, Selasa (02/08/2022). 

Diungkapkan, memburuknya skor DCI lndonema paling banyak didorong oleh orang dewasa sebesar 83% atau nank 16 poin pada tahun lalu. Sementara, kontribusi remaja terhadap skor DCI Indonesia mencapal 68% atau tak berubah sejak 2019. 

Sementara itu risiko kesopanan digital di Indonesia paling besar dipengaruhi oleh hoaks dan penipuan. Lalu diikuti ujaran kebencian, dan diskriminasi. 

"Tentu ini menjadi sebuah hal yang sangat memprihatikan. Karena artinya ada 4 dari 5 orang Indonesia yang tidak sopan di medsos," ungkapnya. 

Menurut Sukamta, rendahnya indeks keberadaban digital masyarakat Indonesia tersebut menjadi sebuah tantangan di era 5.0 saat ini. Apalagi hal tersebut telah memunculkan berbagai konsekuensi di tengah kehidupan bermasyarakat. 

"Hal ini makin berbahaya karena banyak muncul kasus bullying. Seperti terakhir di Tasikmalaya kemarin. Bahkan KPAI mencatat ada 361 anak-anak yang dilaporkan menjadi korban bulying di media sosial selama 2016-2020. Bahkan diyakini ada lebih banyak kasus yang tak terlaporkan," bebernya.

Tak hanya itu, perilaku negatif masyarakat di medsos dikatakan juga telah mendorong peningkatan resiko stres atau depresi di masyarakat. 

Termasuk juga bermacam konsekuensi hukum, baik itu terkait penyebaran berita bohong dan menyesatkan, kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pemerasan, ancaman dsb. 

"Tentu ini harus menjadi kepedulian semua pihak. Bagaimana menggunakan medsos dengan lebih bijak," imbuhnya. 

Untuk meminimalisir hal tersebut, Sukamto pun, mendorong agar masyarakat dapat memegang teguh prinsip-prinsip etika dalam bermedia sosial. Antara lain seperti memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. 

Memperlakukan orang lain di media maya seperti halnya saat di dunia nyata. Menghargai prifasi dan pendapat orang lain. Menggunakan waktu sebaik-baiknya. Hingga membiasakan memaafkan kesalahan orang lain dan meminta maaf jika punya kesalahan dalam berinteraksi di medsos. (Cak/Rls)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment