News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Hindari Terjerembap di Pusaran Informasi, Milenial Harus Tingkatkan Budaya Baca

Hindari Terjerembap di Pusaran Informasi, Milenial Harus Tingkatkan Budaya Baca




Magelang - Budaya membaca di Indonesia disebut-sebut masih rendah, dan di era digital ini literasi membaca semakin menjadi tantangan untuk terus dibudayakan agar mampu memilah dan  menyerap informasi yang melimpah ruah. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan tema "Bangkitkan Budaya Membaca Generasi Muda di Era Digital", Selasa (23/11/2021). 

Diskusi dipandu oleh Bunga Cinka (TV Journalist), serta diisi empat narasumber: Khuriyatul Husna (Dosen Universitas Lancang Kuning), Ahmad Lutfi (Pegiat Literasi), Anggraini Hermana (Praktisi Pendidikan), Teguh Setiawan (Wartawan Senior). Serta Yoggi Sanjaya (Certified Digital Speaker) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membawakan tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital, digital skill, digital safety, digital ethics, digital culture. 

Teguh Setiawan (Wartawan Senior) menyampaikan bahwa selain literasi digital kecakapan literasi membaca merupakan hal dasar yang sangat penting dalam memasuki peradaban baru transformasi teknologi digital. Keberlimpahan informasi di era digital harus dihadapi dengan cerdas, salah satunya dengan cerdas dan cermat membaca. 

Milenial dan generasi Z sebagai yang mendominasi populasi Indonesia saat ini perlu ditanamkan budaya membaca, karena jika dibandingkan dengan penggunaan internet rata-rata per harinya yang hampir sembilan jam, hanya dua persen yang meluangkan waktu selama enam jam untuk membaca dengan serius. Artinya, kemauan untuk membaca masih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan internet yang menawarkan berbagai konten visual dan audio visual. 

"Kita lahir dengan tradisi lisan, dan budaya membaca itu tumbuh tapi belum bisa mengalahkan tradisi lisan. Belum terbiasa dengan budaya membaca, masyarakat kembali dihadapkan dengan budaya digital yang menggeser kebiasaan membaca lisan ke digital. Media sosial pun mengubah kebiasaan mengonsumsi informasi," ujar Teguh Setiawan. 

Meski demikian budaya membaca tidak boleh hilang melainkan harus terus ditingkatkan. Karena dampak rendahnya membaca mempengaruhi kemrosotan budaya dan bahasa, kecakapan komunikasi terhambat. Kurang membaca mempengaruhi pada tingkat kesopanan dalam berinteraksi, serta lebih berisiko terpapar hoaks.  

"Budaya membaca harus terus dibangun dengan selalu meluangkan dan menjadwalkan waktu untuk membaca, memanfaatkan ruang digital untuk mencari bahan bacaan. Yang paling penting adalah mentradisikan untuk mendiskusikan buku yang dibaca, hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi orang lain untuk ikut membaca," lanjutnya. 

Sementara itu Ahmad Lutfi (Pegiat Literasi) menambahkan berliterasi di ruang digital juga harus didukung dengan keamanan bermedia sehingga pengalaman membaca didapatkan dengan rasa nyaman. Keamanan digital dimaknai sebagai proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring atau luring, dapat dilakukan secara aman dan nyaman. 

Setidaknya ada lima hal yang mesti dipahami dalam menjaga keamanan, yaitu mengetahui dan memahami pengamanan perangkat digital beserta piranti lunaknya, memproteksi identitas digital, mewaspadai penipuan, memahami rekam jejak digital, dan memahami keamanan digital bagi anak. Amankan gawai dengan mengaktifkan kata sandi dan fingerprint authentication, dan amankan piranti lunak dengan memasang antivirus, mengatur privasinya, dan mengaktifkan pengamanan dua langkah. 

"Identitas digital dan data pribadi menjadi poin penting keamanan digital karena kasus-kasus penipuan selalu menargetkan data pengguna. Perilaku digital menjadi penting untuk diperhatikan agar jejak digital yang ditinggalkan tidak memicu bocornya keamanan digital," jelas Ahmad Lutfi. 

Hal yang perlu diwaspadai adalah jejak digital aktif, atau jejak yang sengaja dibuat seperti halnya riwayat pencarian, komentar, like, dan unggahan lainnya. Maka dari itu mengunggah konten harus lebih berhati-hati, jangan sampai konten yang diunggah mengandung data pribadi atau identitas penting lainnya. 

"Kepada anak pun, pemahaman terkait keamanan digital harus diedukasikan. Karena bahaya di internet tidak hanya penipuan, tetapi juga konten-konten negatif seperti pornografi, perundungan, hoaks dan ujaran kebencian. Budaya membaca dan literasi digital harus ditumbuhkan bersama untuk menghindari paparan negatif dunia digital," pungkasnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment