News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Semakin Kreatif Bermediasi Sosial, Netizen Perlu Tingkatkan Digital Culture

Semakin Kreatif Bermediasi Sosial, Netizen Perlu Tingkatkan Digital Culture





Semarang – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menggelar webinar literasi digital bagi masyarakat Kota Semarang, Jumat (15/10/21). Diskusi virtual itu menghadirkan empat narasumber dengan membahas tema dari sudut pandang budaya digital, keamanan digital, kecakapan digital dan etika digital.

Kegiatan yang dimoderatori presenter Safiera Aljufry tersebut, juga  menghadirkan Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah), Hendrar Prihadi yang membuka acara dengan keynote speech. Kemudian disusul para pemateri Freesca Syafitri (Tenaga Ahli DPR RI dan Dosen UPN Veteran Jakarta), Nugrahaeni Prananingrum (Dosen Universitas Negeri Jakarta), Dewi Bunga (Dosen UHN IGB Sugriwa Denpasar), Maisaroh (Dosen D3 Manajemen FBE UII Yogyakarta), dan jurnalis Adew Wahyu selaku Key Opinion Leader. 

Perkembangan kehidupan manusia di masa pandemi seperti ini membuat mereka lebih kreatif dan inovatif. Terutama sejak awal munculnya internet sebagai komunikasi massal. Namun kondisi ini harus diimbangi budaya komunikasi digital yang positif.

Hal ini diungkapkan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta E. Nugrahaeni Prananingrum dalam webinar “Ruang Diskusi Publik Melalui Platform Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Jumat (15/10/2021). Webinar ini antusias diikuti para warga Semarang sebagai peserta.

Nugrahaeni menuturkan, meluasnya penggunaan komputer pribadi dan kecakapan penggunaan perangkat lain seperti smartphone membentuk berbagai kondisi komunikasi di ruang digital. Sebab memiliki kekhasan tersendiri yang jelas dan berbeda satu sama lain.

“Budaya yang dibentuk oleh digitalisasi berbeda dari pendahulunya, media massa cetak dan elektronik. Jadi terbentuk budaya yang lebih berjejaring, kolaboratif, dan partisipatif,” jelasnya.

Kondisi ini juga membentuk perubahan budaya di kehidupan. Baik bekerja, kegiatan belajar mengajar hingga bisnis.

“Sebab lebih efisien dan teratur, memperluas jejaring, merentang ruang dan waktu, dan melewati batas negara dan budaya,” paparnya.

Untuk mendukung perkembangan digital ini, maka diperlukan budaya komunikasi digital yang positif. Yakni dengan literasi digital. Di antaranya cakap digital yakni kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.

Lalu budaya digital yakni kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari). Selanjutnya etika digital kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

“Selain itu juga perlu keamanan digital. Artinya kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari,” bebernya.

Budaya komunikasi digital yang baik juga dapat diwujudkan dengan berbagai cara. Seperti menjadikan ruang digital sebagai praktik kehidupan melalui aktivitas sehari-hari.

Caranya yaitu sebarkan konten positif, wujudkan cinta tanah air, promosikan gaya hidup yang berkualitas, menghargai, santun dan bermartabat, serta menguatkan harmoni dan kebersamaan. 

“Jadi kita harus ciptakan ruang diskusi yang sehat,” pintanya.

Pemateri lainnya, Dewi Bunga menambahkan, adanya budaya digital disebabkan munculnya berbagai platform digital. Terpopuler di Indonesia seperti Facebook, Twitter, email, Instagram, dan Youtube, serta lainnya.

“Kemudahan penggunaan platform ini juga berpotensi memunculkan adanya ujaran kebencian di ruang digital,” jelasnya.

Ujaran kebencian ini menjadi tantangan terbesar Negara demokrasi. Khusunya Indonesia. Sehingga bentuk-bentuk ujaran kebencian pun harus dihindari mulai dari diri sendiri.

“Penghinaan, menghasut, penistaan, perbutan tidak menyenangkan, mencemarkan nama buruk, dan hoaks. Itu adalah bentuk-bentuk ujaran kebencian yang harus dihindari,” pungkas Dewi.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment