News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pentingnya kolaborasi anak dan orangtua dalam pendidikan di era digital

Pentingnya kolaborasi anak dan orangtua dalam pendidikan di era digital




Brebes: Gerakan nasional literasi digital masih terus digencarkan oleh pemerintah Indonesia. Program yang yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021 lalu ini merupakan upaya mendukung percepatan transformasi digital untuk menciptakan sumber daya manusia yang cakap menggunakan dan memanfaatkan teknologi.
Salah satu program literasi digital itu dilaksanakan dalam format diskusi virtual. Seperti yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Selasa (10/8/2021) yang mengusung tema “Menjaga dan Mendidik Anak di Era Digital”. Lewat diskusi ini pemerintah menanamkan empat pilar literasi digital: digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. 
Pada diskusi kali ini, Mafin Rizqi (content creator) memandu jalannya diskusi dengan menghadirkan empat pemateri andal di bidangnya yakni Taty Aprilyana (penulis skenario), Suyanto (pengawas madrasah Kemenag Grobogan), Arfian (konsultan SDM), dan Hidayatun. Selain itu juga hadir Putri Juniawan (tv presenter) sebagai key opinion leader. 
Hidayatun melalui paparannya menjelaskan, era digital saat ini membuat anak lebih cepat menggunakan teknologi digital untuk melakukan aktivitas, salah satunya untuk keperluan pendidikan. Namun akses internet yang didapatkan itu juga banyak digunakan untuk bermain game online. 
Dan mirisnya, berdasarkan laporan Kominfo, ada 25 ribu anak yang mengakses konten berbau pornografi. Sedangkan pada tahun 2011 hingga 2014 jumlah anak korban pornografi mencapai 1.022 anak, dengan rincian pornografi anak online sebanyak 28 persen, prostitusi anak online 20 persen. Objek cd porno 15 persen dan korban kekerasan seksual anak 11 persen. Laporan itu menjelaskan  bahwa orangtua mesti terjun dalam memberikan pemahaman penggunaan internet. 
“Data tersebut membuat kita sadar bahwa dampak internet juga bisa menghancurkan masa depan anak. Fokus belajar menjadi berkurang, membuat anak mudah emosional, sulit berkomunikasi dengan orang lain, kematangan yang semu, menjadi mudah terpengaruh, daya juang rendah, anti sosial dan susah berinteraksi dengan orang lain karena mereka seperti punya dunia sendiri yang ada di genggamannya. Juga, tidak paham nilai-nilai moral,” jelas Hidayatun kepada 300-an peserta diskusi. 
Semua orang memiliki tanggung jawab menjaga dan mendidik anak di era digital. Mulai dari pribadi pengguna, lingkungan keluarga, guru, perusahaan yang menyediakan layanan, juga pemerintah atau negara. Maka memulai pendidikan anak mesti bermula dari lingkungan rumah. 
“Kita membekali anak dengan pondasi spiritualitas dan ilahiyah yang kuat. Hal ini memang tidak mudah, tapi harus dilakukan secara terus menerus. Menerapkan pola asuh terbuka, dengan menanamkan nilai dan norma. Mengajak pada kejujuran dan tidak manipulatif serta menciptakan suasana keluarga yang hangat. Membuat interaksi langsung dengan anak untuk membangun ikatan emosional,” terangnya. 
Hal tersebut bisa dilakukan dengan menerapkan pengkondisian klasik, membiasakan anak dengan membuat jadwal dan batasan penggunaan gadget. Ikut memantau kegiatan di ruang digital anak, bagi guru dan orangtua membuat perjanjian dengan memberikan contoh bukan sekadar melalui kata-kata. Menggunakan aplikasi yang mendidik dan mengoptimalisasi aktivitas positif. Mendukung bakat anak dan memberikan fasilitas untuk mengembangkannya. 
Selanjutnya, mendidik anak dengan muatan nilai dan norma yang berlaku di dunia nyata dan dunia digital. Mengingatkan keberadaan orang lain di dunia maya, serta taat pada ketentuan dan peraturan. 
“Tak kalah penting adalah membangun citra positif, menghormati privasi orang lain, mengakses hal-hal yang baik dan tidak melakukan seruan atau ajakan yang tidak baik. Orangtua menjadi kontrol  perilaku anak, sehingga pemahaman etika dan etiket harus ditanamkan sejak dini,” pungkasnya. 
Sementara itu, dari perspektif lain, Arfian mengutip WHO menyebut ada lima peran orangtua di era digital. Yakni, sebagai jembatan yang menjadi kontrol perilaku, menjadi sosok yang bisa memberikan ruang privasi, mampu memberi contoh atau teladan yang baik, dan menyiapkan bekal dan perlindungan bagi anak. 
“Dalam mendidik anak di era digital, pola pengasuhan anak juga harus disesuaikan dengan zamannya, yakni dengan pendekatan digital parenting. Orangtua dituntut menjadi kreatif, kolaboratif, dan kritis. Mampu mengenali anak serta memahami media digital. Pengasuhan digital anak bisa terlaksana dengan kerjasama dan kolaborasi antara ayah, ibu, dan anak,” jelasnya. 
Di sisi keamanan digital anak, Taty Aprilyana menambahkan, orangtua harus mampu membekali anak bagaimana memproteksi identitas digital, data pribadi, dan rekam jejak digital.
“Oleh karena itu orangtua juga dituntut untuk belajar teknologi agar mampu memberikan pendampingan saat anak menggunakan media digital. Memberikan pemahaman kepada anak untuk hanya melakukan hal positif di dunia digital, karena aktivitas yang dilakukan dapat meninggalkan rekam jejak digital,” terangnya.  Adapun aplikasi parental control yang dapat dikenalkan kepada anak adalah Google Family Link, Kids Place, Kaspersky Safe Kids, MMGuardian Parental Control, Plano, Kids Zone, ESET Parental Control, dan lain sebagainya.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment