News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Obesitas Informasi, Akibat Kebanyakan Santap Junk Information

Obesitas Informasi, Akibat Kebanyakan Santap Junk Information



 

KOTA SEMARANG – Era digital kini menghadirkan dampaknya, yakni: keberlimpahan informasi. Tsunami informasi yang tak terbendung melahirkan banyak orang yang tak bisa memilah dan memilih informasi yang mesti disantap. Menjadikan banyak orang mengalami obesitas informasi, karena kebanyakan menyantap junk information dengan tidak bersikap bijak. Padahal, kalau bisa menyeleksi dulu, memilah dan memilih dan tidak mau menyerap semua informasi, maka obesitas itu bisa dihindari.

Dampaknya tidak main main, kata Dr. Ali Formen Yudha, dosen Universitas Negeri Semarang. Banyak orang jadi stres dan frustrasi, karena tidak bisa bijak dan selektif menerima informasi. Ini memang risiko ketika netizen kini bukan hanya sebagai konsumen, tapi juga bisa menjadi produsen – setidaknya menjadi penerus atau pendistribusi informasi, yang sering tanpa seleksi akurasi dan tidak mengecek kebenarannya.

”Ini kalau tidak ditingkatkan literasi digitalnya, bisa menjadikan informasi bukannya bermanfaat tapi malah merusak tatanan kehidupan berbangsa,” tutur Ali Formen, saat berbicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 22 Oktober 2021.

Membahas topik ”Memilih dan Memilah Informasi yang Bertanggung Jawab”, webinar yang dibuka dengan keynote speech dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wali Kota Semarang Hendar Priadi itu diikuti sekira 500 peserta secara daring dari berbagai wilayah di seputar Kota Semarang. 

Dipandu moderator Dimas Satria serta talent influencer Vanda Rainy selaku key opinion leader, tampil juga tiga pembicara lain. Yakni, Marketing Digital Consultant Daru Wibowo; Perencana Madya di Kementerian Bappenas Agus Manshur, dan Arif Hidayat yang juga dosen dari Unnes Semarang.

Cara paling bijak agar selalu aman berinteraksi di dunia digital, saran Ali Formen, adalah kedepankan etika dan menjaga sikap kritis kita. Etika perlu jadi pertimbangan, lanjut Ali, karena kita hidup bersama warga negara digital. Maka, hargai pendapat dan pola pikir orang lain yang berbeda, dan hormati pula hak ciptanya. 

”Ketika menulis atau membuat konten, kalau mau memakai karya orang lain cantumkan sumber dan sebut penemu atau pencipta dari suatu literasi. Atau, lagu dan karya apa pun yang sudah terdigitalisasi. Hal ini penting agar menjadi nyaman dan adil buat semua pihak, juga agar menghindari tuntutan hukum,” pesan Ali Formen. 

Sementara, sikap kritis perlu selalu dijaga dan digunakan saat kita memilah dan menyaring informasi yang kita terima dari mana pun sumbernya. ”Jangan sebar dan distribusikan informasi tanpa memastikan bahwa sumber dan akuntabilitas beritanya benar dan akurat. Kalau tidak, hal itu hanya akan membuat Anda sebagai distributor berita palsu, fake news. Biasakan hanya mengonsumsi fact news, biar sehat dan aman di ruang digital,” urai Ali Formen.

Hal lain yang mesti dipahami, timpal Agus Manshur, jejak digital itu amat penting dijaga citra positifnya. Padahal, di dunia digital, mencetak jejak lebih mudah daripada menghapusnya, sehingga pastinya hanya posting yang penting dan bermanfaat saja. 

”Betul, harus saring sebelum sharing semua konten dan komen di ruang digital. Konten dan komen Anda adalah cerminan pola pikir Anda di jagat digital. Jangan pertaruhkan risiko mudah posting dengan pertimbangan yang penting posting. Kini, ubahlah menjadi hanya posting yang penting  dan bermanfaat,” pesan pamungkas Agus Manshur. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment