News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Moderasi Beragama di Era Digital

Moderasi Beragama di Era Digital



Sukoharjo: H.Khomsun Nur Arif, S.Ag, Ketua PCNU Kabupaten Sukoharjo mengaku khawatir dengan perilaku masyarakat Indonesia, akhir-akhir ini. Masyarakat yang dulunya ramah, toleran, kini mulai bergeser menjadi pemarah. Mudah menyulut peperangan dan api konflik. Kehadiran digitalisasi makin memperbesar api kemarahan itu. Masyarakat terpolarisasi secara radikal

 

Demikian kalimat pembuka yang disampaikan Khomsun Nur Arif saat menjadi pembicara di acara webinar literasi digital yang digagas Kominfi RI di Kabupaten Sukoharjo, Jumat 3 September 2021. Ia mengingatkan para peserta webinar untuk terus memupuk keislaman secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.

 

“Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia kita saat ini,”jelasnya.

 

Digitalisasi, kata dia, mestinya dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan moderasi beragama. Caranya, gunakan teknologi untuk memperkaya wawasan keagamaan dan kebangsaan. Gunakan teknologi untuk mengeal betapa dunia ini begitu luas dan beragama. 

 

“Gunakan pula teknologi sebagai sarana membangun perdamaian. Asahlah kemampuan untuk dapat memilah sumber-sumber informasi keagamaan yang valid (mutawatir). Terpenting adalah menahan diri untuk tidak masuk dalam wilayah keyakinan orang lain,”jelasnya.

 

Ia berpesan menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menurutnya, menjadi moderat bukan pula berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Justru keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya.

 

“Oleh karena pentingnya keberagamaan yang moderat bagi kita umat beragama, serta menyebarluaskan gerakan ini. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi kondusif dan maju,”demikian pesannya.

 

Labibah Zain, seorang penulis buku mengimbuhkan jati diri bangsa Indonesia adalah beragama, baik dari sisi budaya, adat istiadat maupun keyakinan. Ia menyebut nenek moyang orang Indonesia pernah menjadikan Budha selama 600 tahun sebagai agama mayoritas. Kemudian selama 400 tahun memeluk agama hindu dan saat ini Islam menjadi agama mayoritas.

 

Namun, mereka bisa hidup berdampingan. Tidak berperang dan konflik. Sikap toleransi ini merupakan ciri khas bangsa indonesia, sejak dahulu kala.

 

“Karena itu sikap dan tradisi seperti ini yang harus terus dirawat. Kalau ada tetangga yang sedang hajatan, semua warga sekampung datang membantu. Inilah bentuk jati diri bangsa kita yang tak dimiliki bangsa lain,”ujarnya.

 

Ia mengaku khawatir jati diri itu perlahan mulai pudar ketika masyarakat sudah mulai meninggalkan dunia nyata dan lebih banyak berada di dunia maya. Sehingga sikap toleransi, dan saling menghargai mulai terkikis.

 

“Kita lebih mudah mengenali orang yang berada di tempat yang jauh. Tapi kita sudah jarang menyapa tetangga sebelah rumah. Ini sudah bukan merupakan jati diri bangsa kita,”ujarnya.

 

Makanya, ia mengingatkan digitalisasi seharusnya menjadi alat untuk pemersatu dan lebih produktif. Karenanya, ia mengingatkan para peserta webinar untuk senantiasa menggunakan media sosial untuk hal-hal produktif dan mengembangkan pengetahuan.

 

Webinar ini berlangsung selama 3 jam. Digagas oleh Kominfo RI dengan menghadirkan sejumlah pembicara handal. Masing-masing pembicara memaparkan materinya selama 25 menit. Selain Labibah Zain dan kyai Khomsun, hadir pula Reza Sukma, Dosen UNS dan Mujianto yang memaparkan materinya seputar keamanan dan kecapakan digital. Acara diakhiri dengan tanya jawab dari peserta.(*)


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment