News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Media Sosial, Ruang Ekspresi Kembangkan Diri

Media Sosial, Ruang Ekspresi Kembangkan Diri




Kendal – Sebagai bangsa yang menganut adab ketimuran, menjunjung sopan santun merupakan satu tatanan dasar dalam interaksi yang wajib diterapkan bahkan ketika memasuki peradaban digital seperti saat ini. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dengan tema “Sopan dan Beradab di Media Sosial”, Kamis (7/10/2021). 

Diskusi virtual ini dipandu oleh Adinda Deffy (news tv presenter) dan diisi oleh empat narasumber: Muhamad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara), Jota Eko Hapsoro (CEO Jogjania.com), Ahmad Syaifulloh (wakil ketua bidang akademik STAI Khozinatul Ulum Blora), Erik Ardiyanto (dosen Universitas Paramadina). Serta Reza Tama (content creator) yang hadir sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membahas tema diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital yaitu digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. 
Narasumber Muhamad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara) menjelaskan bahwa di masa peradaban digital, media sosial menjadi ruang baru bagi masyarakat untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan berbagi informasi. Ruang baru ini memberikan kemudahan akses, namun tak sedikit membuat penggunanya kebablasan. 
Perubahan ruang media, jelas Muhamad Achadi, menunjukkan perbedaan jelas antara ruang media massa yang melingkupi media cetak, media elektronik, dan media online dengan ruang media sosial. Ruang media massa itu memiliki legalitas yang jelas dan berbadan hukum yang berpedoman pada UU Pers, ada kode etik yang harus ditaati, terverifikasi oleh dewan pers, terdapat pedoman media siber di media online, serta output atau hasilnya adalah karya jurnalistik. 
“Perbedaannya media sosial lebih bebas karena bisa digunakan dan diakses semua orang yang memiliki akun sehingga tidak ada kode etik yang jelas. Ada yang berbadan hukum namun terbatas untuk milik perusahaan atau komunitas, tidak ada regulasi secara khusus yang mengatur media sosial, selain sanksi hukum yang mengacu pada UU ITE terdapat sanksi sosial sesuai jejak rekam digital penggunanya. Hasil informasinya juga bukan karya jurnalistik,” jelas Muhamad Achadi.  
Perbedaan ruang media tersebut menjadi jelas ketika dikaitkan dengan etika dalam membagikan informasi. Media massa dikerjakan sesuai standar kode etik serta berpijak pada fakta dan obyektivitas, sedangkan informasi di media sosial cenderung berpijak pada keyakinan pribadi atau subyektif. 
“Seringkali demokrasi dan hak asasi di ruang digital sering dijadikan tameng untuk alasan kemerdekaan berpendapat tanpa batas, padalah dalam demokrasi Pancasila tidak ada kebebasan secara mutlak. Ada hukum yang membatasinya. Namun sebagai warga digital berkewajiban memahami dan menyadari etika sebagai kesadaran tentang adanya hak dan kewajiban sebagai warga negara,” imbuhnya. 
Di sisi lain Jota Eko Hapsoro (CEO Jogjania.com) mengatakan ada dua pilihan bagi pengguna media sosial, yaitu antara menjadi pengguna pasif yang hanya mengonsumsi apa yang disediakan di media atau turut andil menjadi pengguna yang produktif. Karena pada dasarnya setiap pengguna media sosial itu menjadi objek pengumpulan data yang bisa digunakan sebagai sasaran promosi. 
Namun yang wajib diketahui bagi pengguna media sosial baik yang bergerak aktif ataupun yang menjadi konsumen saja, ada etika digital yang patut diperhatikan. Membiasakan berpikir ulang sebelum memutuskan untuk mengunggah konten yang diproduksi atau memverifikasi dulu sebelum mempublikasikan ulang informasi. 
“Pastikan informasi tidak mengandung hoaks, konten yang disampaikan tidak memiliki potensi menyakiti atau menyinggung orang lain, tidak melanggar hukum. Mempertimbangkan penting tidaknya informasi untuk dibagikan serta selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan sopan. Sebab terdapat jejak digital atas apa yang dilakukan di internet yang tidak mudah dihilangkan,” jelas Jota Eko Hapsoro. 
Bagi Jota, alangkah baiknya menggunakan media sosial untuk hal positif dan produktif. Menjadi content creator, meningkatkan skill dan pengetahuan, mengikuti digital event dan komunitas, atau menjadikan media sosial sebagai ladang bisnis.
“Kita bisa mulai dari apa yg kita suka, hobi, keahlian, atau kegiatan sehari-hari. Kalau bingung yang penting mulai dulu. Intinya kita memanfaatkan apa yang kita punya sekarang, dari situ nanti kita akan belajar dan akan terus berkembang,” ujarnya memberi motivasi kepada 200-an peserta webinar. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment