News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Literasi Digital Tetap Perlu dalam PTM Terbatas

Literasi Digital Tetap Perlu dalam PTM Terbatas





Jepara – Sejak September 2021 pemerintah sudah mulai memberlakukan pelaksanaa pembelajaran tatap muka lagi setelah hampir dua tahun pendidikan dilakukan secara daring karena kondisi pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut ditempuh pemerintah karena pembelajaran secara daring memberi dampak learning loss karena terbatasnya interaksi peserta didik dan guru.  Professional speaker Divdeni Syafri menyampaikan hal tersebut dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Senin (18/10/2021).
 
Kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di kondisi pandemi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Empat Menteri bahwa pertemuan tatap muka dapat dilakukan secara terbatas. Yaitu dengan selalu menjalankan kebiasaan baru berupa protokol kesehatan dengan ketat disiplin. 
PTM dinilai penting oleh Divdeni Syafri karena pembelajaran akan lebih efektif dengan interaksi guru dan siswa secara langsung. Lingkungan sekolah juga mendukung siswa untuk lebih fokus dalam belajar sekaligus mengurangi tekanan psikososial. Materi praktikum juga lebih efektif karena siswa dapat melihat dan mempraktikkan secara langsung. 
“Dengan pemberlakuan PTM anak akan terdidik untuk beradaptasi dengan sistem pembelajaran baru menggunakan blended learning yaitu kombinasi PTM terbatas dengan PJJ. Sistem ini akan mendorong kreativitas guru dalam mengajar yang mengacu pada kompetensi esensial. PTM juga dapat meminimalisir kesenjangan digital antara satuan pendidikan yang berada di wilayah terjangkau internet dengan baik dan yang tidak,” jelas Divdeni Syafri dalam webinar bertema “Literasi Digital: Menjaga Kualitas Belajar PTM di Masa Pandemi”. 
Dengan sistem PTM terbatas satuan pendidikan dapat menerapkan kombinasi tatap mudak dan virtual secara bersamaan. Yaitu dengan membagi siswa ke dalam dua kelompok, yang separuh peserta mengikuti pembelajaran secara daring dan separuhnya lagi dengan tatap muka. Pembagian dilakukan dengan bergantian. Dengan sistem blended atau kombinasi guru dapat mengedukasi pentingnya literasi digital sekaligus memberikan pendidikan terkait etika dan penguatan karakter. 
Narasumber Zainuddin Muda Z. Monggilo mengamini bahwa literasi digital penting diajarkan kepada siswa-siswi sekolah karena di perkembangan teknologi yang semakin maju setiap individu tidak cukup hanya mampu mengoperasikan perangkat teknologi informasi dan komunikasi tetapi juga bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. 
Kecakapan digital yang mesti dikuasai generasi digital adalah memahami penggunaan perangkat TIK, mesin pencarian, aplikasi percakapan dan media sosial, aplikasi dompet digital, loka pasar dan transaksi daring. 
“Tidak hanya dalam PJJ, pelaksanaan PTM juga membutuhkan sinergi sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk mengelola pendidikan yang sehat dan aman. Dan tugas pendidik dalam pembelajaran adalah menjadi teladan, memberi bimbingan, sekaligus memberi dorongan bagi siswa didik,” jelas dosen Unversitas Gadjah Mada ini. 
Lebih dari itu peran ketiga komponen pendidikan tersebut di era digital sangat penting agar peserta didik tidak mudah terpapar hoaks dan konten negatif lainnya di internet seperti ujaran kebencian perundungan. 
“Pendidik dapat mengedukasi tentang pentingnya memeriksa kebenaran informasi. Yaitu dengan mengajak siswa untuk membaca informasi secara utuh sebelum dibagikan, mengecek kebenaran fakta dari sebuah informasi dengan melakukan komparasi dari berbagai sumber terpercaya. Membagikan informasi dengan menimbang manfaat dan mudaratnya, jika meragukan atau terbukti tidak benar sebaiknya tidak dibagikan,” jelasnya. 
Memeriksa kebenaran informasi juga dapat dicek melalui situs cekfakta.com, turnbackhax.id, atau di aduankonten.id. Sedangkan untuk melawan “vibes” negatif di ruang digital, pendidik dapat mengedukasi siswa untuk tidak nyinyir di medsos, mengajak membiasakan berujar kebaikan, dan melawan hate speech dengan love speech.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Ayu Perwari (penari tradisional) juga diisi oleh narasumber lainnya, yaitu Sani Widowati (Princeton Bridge YearOn-Site Director Indonesia), Suharti (sekretaris LPM UNU), juga Fahriza (data analyst) sebagai key opinion leader.
Kegiatan webinar ini adalah bagian dari gerakan nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan kompetensi literasi digital dan dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment