News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Gemar Membaca Mengubah Hidup Secara Total

Gemar Membaca Mengubah Hidup Secara Total




Semarang – Hingga saat ini minat baca orang Indonesia menempati level bawah di antara negara lainnya di dunia. UNESCO menilai minat baca masyarakat Indonesia memprihatinkan dengan presentasi 0,001 persen.

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), dari survei tiga tahunan diketahui tingkat minat baca anak-anak Indonesia hanya 17,66 persen sedangkan minat menonton mencapai 91,67 persen.

Keprihatinan ini disampaikan Content Writer Jaring Pasar, Murniandhany Ayusari, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/10/2021).

“Gemar membaca banyak manfaatnya. Pengaruhnya juga sangat besar, selain membuka mata dan pikiran, juga dapat mengubah sudut pandang atau mindset seseorang bahkan bisa mengubah hidup secara total,” ucapnya.

Sebenarnya, budaya membaca bisa dibentuk. Setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk membaca yaitu faktor internal berupa intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat, motivasi serta tujuan membaca.

Sedangkan faktor eksternal berbentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana-berat, mudah-sulit), faktor lingkungan, atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca.

Dalam perkembangannya, kata dia, membaca menjadi salah satu literasi yang tak hanya sekadar "melek huruf" tetapi kemampuan untuk memahami, melibatkan, menggunakan, menganalisis suatu bacaan.

Era post truth yang ditandai informasi mudah diakses melalui perangkat digital kapan pun serta di mana pun, menurut Murniandhany, rawan adanya informasi yang beredar tersebut hoaks. “Tetapi kadang-kadang  kita malah percaya dengan informasi tersebut hanya karena sebuah afirmasi dan dukungan atas keyakinan yang kita miliki sehingga dengan mudahnya kita turut menyebarkan,” ujarnya menyayangkan.

Rendahnya minat baca dapat diatasi dengan memangun kembali budaya membaca dimulai dari keluarga, praktisi pendidikan dan generasi muda. “Benar kata Franz Kafka, buku harus dijadikan kapak untuk mencairkan lautan beku dalam diri kita,” ujarnya.

Rendahnya minat baca juga menjadi keprihatinan AP Tri Yuningsih. Dosen Fisip UNDIP ini bahkan menyatakan: “Siapa mau mengenal dunia maka membacalah. Siapa mau dikenal dunia maka menulislah.”

Dia sepakat, budaya membaca adalah kegiatan positif. Sumber bacaan bisa diperoleh dari buku, surat kabar, tabloid, internet. Menumbuhkan minat baca di kalangan anak muda bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua di rumah, melainkan juga menjadi tanggung jawab pihak sekolah, tempat orang tua mempercayakan putra putrinya untuk dididik oleh para guru dalam sebuah proses yang dinamakan proses belajar-mengajar. “Pemerintah dan semua anggota masyarakat juga bertanggung jawab,” tegasnya.

Ada baiknya, lanjut dia, mengadopsi budaya Jepang. Di negara itu diterapkan aturan 20 menit membaca. Setiap hari satu orang wajib membaca buku 20 menit sebelum tidur.

Dia melihat penyebab rendahnya budaya membaca di kalangan anak muda saat ini karena lebih menyukai koleksi musik, lebih suka jalan-jalan ke mal daripada toko buku atau perpustakaan. Mereka banyak menghabiskan waktunya hanya untuk surfing internet.

Beberapa cara untuk menggiatkan budaya membaca antara lain melalui lomba menulis esai, menugaskan anak membuat karya tulis dan cerpen, akhir pekan ke toko buku atau perpustakaan keliling, meningkatkan penulisan buku. Semua itu harus disertai dukungan kebijakan pemerintah.

“Dengan membaca, akan menjadikan kita sebagai manusia yang mempunyai wawasan dan akan jauh dari kebodohan. Jika kita jauh dari kebodohan, tentunya akan jauh dari kemiskinan. Maka kesejahteraan bangsa Indonesia akan lebih baik,” pesan dia.

Dipandu moderator Zacky Ahmad, webinar bertema Tingkatkan Budaya Membaca Generasi Anak Digital kali ini juga menghadirkan narasumber Ismita Saputri (Co-Founder Pena Enterprise), Heru Prasetia (Pegiat Literasi Media), Hendrar Prihadi (Walikota Semarang) sebagai Keynote Speech, Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Rosaliana Intan Pitaloka (Duta Bahasa Provinsi Jawa Tengah 2018, Pegiat Pendidikan dan Bahasa) sebagai Key Opinion Leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment