Etika Main Aman dalam Memberikan Pelayanan Publik di Era Digital
TEMANGGUNG – Salah satu tujuan pemerintah dalam mengejar percepatan transformasi digital adalah menciptakan pemerintahan digital, di mana pelayanan publik dapat dilakukan tanpa birokrasi yang berbelit. Oleh sebab itu, pemerintah gencar melakukan sosialisasi program literasi digital, salah satunya yang diselenggarakan untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin (26/7/2021).
Program literasi digital dikemas dalam kegiatan webinar dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai penyelenggara. Literasi digital yang digencarkan ini melingkupi area digital culture, digital ethics, digital safety, dan digital skill sebagai landasan dalam wawasan literasi digital.
Dwiky Nara (entertainer) sebagai pemandu acara mengajak sejumlah narasumber untuk berdiskusi. Mereka adalah Nuralita Armelia (fasilitator nasional), Denik Iswardani Witarti (dosen Universitas Budi Luhur), Cahyono (pengajar MAN Yogyakarta), dan Muhammad Thobroni (dosen Universitas Borneo). Juga hadir Made Suardana (mom influencer) sebagai key opinion leader.
Cahyono melalui paparannya mengatakan, masyarakat sejak lama menghendaki pelayanan yang cepat dan mudah. Terkait itu, ia yakin, digitalisasi pelayanan publik akan memberikan solusi pelayanan yang efisien, efektif, dan memudahkan.
Akan tetapi, Cahyono mengingatkan, kemudahan digitalisasi perlu memperhatikan keamanan digital. Sebab, pelayanan publik tidak hanya menyangkut pribadi tetapi juga masyarakat, apalagi jika berhubungan dengan data kependudukan. Cahyono menambahkan, keamanan digital merupakan proses mengamankan diri dari fasilitas digital, berdigital dengan aman dan nyaman, baik bagi penyedia pelayanan maupun pengguna atau penikmat fasilitas layanan publik.
“Kasus yang terjadi akibat kurangnya keamanan digital tidak sedikit jumlahnya. Itu sebabnya, penting memproteksi perangkat digital, karena perangkat digital memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan publik dan aktivitas digital lainnya. Termasuk, memberikan pengamanan dengan menggunakan fitur kata sandi dan diganti secara periodik untuk melindungi daya yang ada pada perangkat digital,” jelas Cahyono.
Hal lain yang tak kalah vital adalah melindungi identitas digital. Juga, melindungi perangkat lunak dengan tidak sembarang membagikan informasi data pribadi. Jangan sampai data penting seperti data kependudukan serta informasi privat lain dibaca oleh orang lain.
Selain itu, informasi dan aktivitas di internet akan meninggalkan jejak digital, baik yang secara sengaja atau tidak sengaja diunggah. Jika riwayat penggunaan peramban tidak sering dibersihkan dikhawatirkan dapat memicu penyalahgunaan jejak digital itu.
“Pelayanan publik harus beradaptasi dengan teknologi informasi, sehingga literasi digital penting karena dapat membentuk pengguna digital yang kompetitif dan dinamis. Dunia digital juga punya sisi berbahaya, sehingga harus sadar akan keamanan digital. Sebab, kita sendiri yang berperan penting dalam menjaga keamanan digital,” simpul Cahyono.
Dari perspektif lain, Muhammad Thobroni menambahkan, etika dalam bermedia digital juga tidak kalah penting. Etika di dunia menjadi cerminan perilaku pengguna digital. Yakni, bagaimana pengguna dapat menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan dan mempertimbangkan serta mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Tantangan etika dalam pelayanan publik menggunakan media digital adalah dengan tidak menggunakan huruf kapital saat membuat surat elektronik, menulis email dengan baik dan benar, menyertakan subjek email agar jelas dan memudahkan, serta menggunakan teks yang jelas dan hati-hati,” urai Thobroni.
Etika dalam bermedia digital sendiri antara lain mencakup masalah kesadaran. Pengguna harus secara sadar saat menggunakan internet dan memiliki tujuan jelas. Berikutnya, bertangggungjawab secara penuh dengan aktivitas yang dilakukan, lalu memiliki integritas. Dan yang paling penting adalah menyebarkan nilai kebajikan.
“Baik saat memproduksi maupun menyebarkan konten dilakukan dengan sopan. Jika itu dalam email atau ruang percakapan sebaiknya mengawali dan mengakhirinya dengan salam. Tidak asal menyebar hasil tangkapan layar, tidak menyinggung konten berbau SARA, tidak melakukan hal-hal yang menjurus pornografi dan pornoaksi, tidak membagikan informasi serta berhati-hati saat menggunakan stiker dan emoji,” pungkas Thobroni. (*)
Post a Comment