News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Desa Digital, Solusi Menjadi Desa Maju dan Wujudkan Desa Membangun

Desa Digital, Solusi Menjadi Desa Maju dan Wujudkan Desa Membangun





Klaten: Dulu, kalau kita hendak menikah dan menanyakan persyaratan menikah ke kantor desa, kita mesti bertemu Kepala Urusan Kesra atau Pak Bayan. Begitu juga kalau kita hendak menjual tanah warisan orangtua di desa. Semua mesti ditanyakan ke perangkat desa di kantor desa secara konvensional: ketemu fisik secara langsung.

Tapi sejak lahirnya Undang-undang Desa No. 6 tahun 2014, sebagai bentuk kewenangannya, desa punya ikhtiar mewujudkan tata kelola desa lebih akuntabel. Salah satunya dengan saluran program Desa Digital, yakni memanfaatkan perangkat teknologi digital yang membuat sistem informasi desa sangat membantu mempermudah dan mempercepat beragam urusan desa menjadi lebih baik, lebih mudah, dan lebih cepat. 

”Dua urusan di atas, soal nikah dan jual tanah, bisa ditanyakan ke perangkat dengan fasilitas website desa dan cukup bertanya dengan chat ke website, lalu dijawab cepat. Bahkan di beberapa desa sudah diupayakan real time, dijawab seketika,” papar Sunaji Zamroni, Pegiat Alterasi Indonesia dan anggota Dewan Nasional Filtra, saat berbicara dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 12 Juli 2021.

Di masa pandemi, website desa.id bahkan sangat membantu fungsi koordinasi warga desa di saat darurat, dan terbukti sangat efektif. Sunaji bercerita, belum lama ia beroleh informasi banyak warga Klaten yang merantau ke Semarang  dan beberapa kota lain di Jawa sebagai pedagang angkringan. 

Nah, karena ada PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) mereka kesulitan mencari rezeki dan tak bisa survive di perantauan, bahkan kehabisan uang. Tapi dengan mengontak website desa asal mereka, pemerintah desa asal bisa mengkoordinasikan penjemputan warga untuk dibawa pulang ke desa dengan melibatkan banyak warga. ”Banyak pihak yang sangat membantu, gotong royong dengan komunikasi dan koordinasi yang lebih mudah lewat kontak di desa.id tersebut. Ini kemudahan peran desa yang sebelumnya tak terpikirkan,” cerita Sunaji lebih lanjut.

Sayang menurut Sigit Widodo, pembicara lain yang juga Ketua Internet Development Institute, belum seluruh desa di Indonesia – yang jumlahnya lebih dari 83 ribuan – yang saat ini terakses internet sudah punya dan bisa mengelola website desa sebagai manifestasi sistem informasi desa yang diamanatkan Undang-undang Desa. ”Desa yang terakses internet saja baru 6.000-an dan sampai 2021 baru dikejar tambah sampai 12.500 desa. Yang belum terwujud banyak, tapi yang sudah bisa mengelola dengan baik juga tak sedikit yang melangkah maju,” urai Sigit.

Contoh maju adalah Desa Sumaji, Banyumas. Menurut Sigit, website desa bukan hanya memenuhi kebutuhan beragam sistem informasi dan database desa, baik itu batas wilayah, jumlah populasi penduduk, dan beragam data pertanian desa. Tapi bahkan menjadi sarana media promosi wisata desa. 

”Desa ini punya hutan desa yang dikelola bagus dan ada arena camping ground. Pemuda desa mengelola dan mengajak warga lintas desa darimana pun. Kelak, kalau sudah lepas PPKM, monggo berwisata ke desa kami, asyiik loo pemandanganya. Ibu-ibu dasa wisma desa juga bisa menyediakan beragan masakan desa yang bisa dinikmati di area wisata dan bisa membantu perekonomian Desa Sumaji makin hidup,” tutur Sigit.

Yang juga menarik adalah keberhasilan Desa Jalatunda di Banjarnegara. Sunaji Zamroni mengagumi kesuksesan warga dan perangkat desa meningkatkan kualitas rembuk desa dengan digital. Kita tahu, kata Sunaji, dalam rembuk desa saat membahas beragam program, anggaran dan kegiatan desa, maka yang punya pengaruh kuasa dan merasa dirinya tokoh yang berani bicara. Kadang ide ada, tapi cuma muncul di akar rumput. 

”Kini, dengan bantuan aplikasi group di Facebook, semua kelas sosial bisa ikut urun rembuk. Kualitas dan keterlibatan semua warga makin bagus dan optimal. Sungguh terasa kalau desa digital membantu memajukan desa dan memudahkan desa dalam membangun,” ujar Sunaji. Cuma, Sunaji mengingatkan, problem gaptek digital para kasepuhan mesti dibantu agar tetap terlibat dengan peran wisdomnya.

Kepala Publikasi Institut Bisnis dan Komunikasi LSPR Jakarta Xenia Angelica Wijayanto punya usulan. Kata dia, generasi milenial mesti terjun langsung mengajarkan digitalisasi secara rinci sampai bisa, khususnya keluarga di desa. ”Peran itu sangat dibutuhkan. Milenial tak bisa bersikap masa bodoh, justru harus terlibat kontinyu dalam aktivitas kolaboratif lintas generasi, sehingga kecakapan digital lintas generasi terwujud merata di desa,” pungkas Angelica, yang juga hadir dalam webinar bertema ”Penerapan Teknologi Digital untuk Tata Kelola Desa” ini. Dipandu oleh moderator Rara Tanjung, webinar juga menghadirkan pembicara Dr. Mustafid dari LPPM UNU Yogyakarta serta Fahril Achyarl, runner up L-Men Of the Year 2000, yang tampil sebagai key opinion leader.  (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment