News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Cara Memposisikan Diri Sebagai Subjek Pengguna Teknologi

Cara Memposisikan Diri Sebagai Subjek Pengguna Teknologi

 




Sragen - Tema "Tatanan Pembelajaran di Era Digital" kembali menjadi bahan diskusi dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kamis (21/10/2021). Melalui kegiatan ini masyarakat diajak untuk meningkatkan kemampuan literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, digital safety.


Entertainer Thommy Rumahorbo memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Imam Wicaksono (praktisi pendidikan), Adhi Wibowo (praktisi pendidikan), Yuni Wahyuning (praktisi pendidikan), Imam Sutrisno (Pembina PA GMNI Sragen). Serta Venabella Arin (tv presenter) sebagai key opinion leader. 


Imam Sutrisno mengatakan bahwa budaya merupakan landasan dalam menyongsong era digital. Budaya menjadi dasar dalam menciptakan lingkungan atau tatanan yang ideal karena di dalamnya terdapat nilai dan norma yang akan menjadi penyeimbang antara budaya lama ke budaya baru. 


Ia mengartikan budaya sebagai proses transformasi adaptasi kebudayaan. Artinya ada proses pergeseran dari budaya lampau ke budaya yang lebih baru, dalam hal ini adalah budaya konvensional ke budaya digital. Budaya digital kemudian sangat mungkin diartikan bahwa nilai dunia nyata ditransformasikan di ruang digital. Termasuk dalam bersikap, di dunia digital dan dunia nyata pada intinya sama. 


"Konstruksi budaya digital dengan mengaktifkan nalar kritis. Dalam konteks pendidikan berarti dapat menyesuaikan tuntutan perkembangan pembelajaran dengan sarana teknologi. Mempunyai rencana  tujuan untuk mencapai goals, serta menyertakan landasan etika dan moral di dalamnya," jelas Imam Sutrisno. 


Sebagai budaya baru, manusia perlu memahami karakteristik ruang digital. Sebagai sarana yang menawarkan berbagai kemudahan akses informasi, komunikasi, pembelajaran, dan sebagainya. Atau sebagai ruang interaksi sosial, aktualisasi, eksplorasi, politik, dan lain sebagainya. 


Dalam pemahaman media sosial misalnya, sebagai subjek budaya manusia mesti memahami bahwa media sosial itu lebih dari ruang interaksi tetapi juga ada motif korporasi dan keuntungan ekonomi melalui user behavior data. Dan secara tidak sadar setiap pengguna adalah target ekonomi tersebut.  


"Hal itu terlihat pada sistem algoritma media sosial yang cenderung mengekang pengguna dalam lingkaran jerat informasi  sejenis. Oleh sebab itu nalar kritis, etika, dan moral menjadi penting dalam memahami budaya ini agar insan pendidikan tidak terjebak dalam pemikiran yang tertutup karena memandang suatu informasi dari satu sudut pandang saja," imbuhnya. 


Sementara itu dalam kebutuhan belajar mengajar perlu diajarkan bahwa budaya digital adalah transformasi dan adaptasi budaya positif dari ruang konvensional ke ruang digital. Juga merupakan rekonsiliasi nilai dan norma yang berlaku di ruang konvensional dibawa ke ruang digital.  


"Namun kita harus menegaskan posisi kita sebagai subjek yang memanfaatkan media digital sebagai sarana untuk menunjang produktivitas dan emansipasi. Dan hal itu hendaknya didukung dengan pembentukan karakter yang kuat agar tidak tergelincir pada dampak negatif kemajuan teknologi," imbuhnya. 


Praktisi pendidikan Yuni Wahyuning menambahkan bahwa generasi digital cenderung memiliki karakter yang tidak mau dikekang sehingga perlu pendekatan etika yang halus dalam menerapkan pola bermedia yang sehat bagi anak. 


"Pekerjaan rumah bagi kita orang dewasa adalah bisa mengontrol penggunaan gadget. Mengedukasi anak bahwa gawai adalah sebagai alat untuk menunjang pembelajaran online sehingga kita punya kuasa pendisiplinan penggunaan gawai oleh anak. Agar gadget benar-benar digunakan untuk belajar dan mengembangkan potensi. Oleh sebab itu anak perlu pendamping dan pendisiplinan yang harus dibiasakan sejak awal," jelasnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment