News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bersama Melawan Hoaks yang Merajalela Saat Pandemi

Bersama Melawan Hoaks yang Merajalela Saat Pandemi




PATI : Dosen FEB Universitas Ngurah Rai Bali, I Wayan Meryawan mengatakan sebaran berita bohong alias hoaks tak serta merta punah meskipun umat manusia selama hampir dua tahun terakhir berjibaku sibuk menjinakkan Covid-19.

“Berita hoaks ini sama–sama tumbuh subur di masa pandemi Covid-19, dan membuat banyak orang terpedaya,” kata Wayan Sri saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Memilih dan Memilah Informasi yang Bertanggung jawab” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pati Jawa Tengah, Senin (11/10/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Wayan menuturkan Kementerian Komunikasi dan Informatika pun mendeteksi ada 2 ribu lebih konten hoaks tentang Covid-19 dan vaksinasi selama pandemi hingga kuartal pertama 2021 lalu. 

Hal ini membuat pemerintah juga harus turun tangan untuk urusan tersebut yakni menurunkan dan meluruskan berbagai isu berita bohong yang disebar melalui berbagai media sosial tersebut agar tak makin banyak warga jadi korban.

Wayan menambahkan kita sebagai pengguna digital bisa membantu pemerintah dan masyarakat mencegah beredarnya hoaks lebih luas dengan sejumlah cara.

“Misalnya untuk mengecek berita itu hoaks atau tidak, akan sangat mudah terutama jika informasi itu berupa gambar atau foto. Tinggal buka saja Google Image lalu klik ikon kamera dan upload gambar yang mau dicek atau copas link atau URL-nya, maka gambar itu segera dicek kebenarannya,” kata Wayan.

Wayan mengatakan jika informasi itu berupa link, cek url-nya dan kredibilitas situsnya dengan mengidentifikasi pemilik situs atau admin website nya di menu halaman About Us atau tentang kami.

“Jika informasi yang diduga hoaks itu diperoleh dari WhatsApp, tanyakan kepada pengirimnya dari mana ia memperoleh informasi tersebut dan jika jawabannya copas dari grup sebelah, waspadalah itu hoaks,” kata Wayan.

Menurut Wayan, ciri-ciri hoaks itu bisa diamati. Misalnya adanya huruf kapital, huruf tebal, banyak tanda seru dan tanpa menyebut sumber informasinya. Kemudian ciri-ciri hoaks biasanya juga mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan penerimanya.

“Sumber berita biasanya tidak jelas, hanya dibuat di media sosial dan pemberitaan tidak terverifikasi, tidak berimbang dan cenderung menyebutkan pihak tertentu,” kata dia. 

Pengguna, kata Wayan, perlu mengenal tiga jenis gangguan informasi yakni misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Misinformasi itu informasi salah namun tidak sengaja dibuat untuk menyebabkan kekacauan, sedangkan disinformasi itu informasi salah tapi sengaja dibuat untuk menyebabkan kekacauan dan mal informasi itu peristiwanya benar terjadi namun digunakan untuk menimbulkan kekacauan. 

Wayan menambahkan ada pula bermacam bentuk informasi misinformasi atau disinformasi yang tidak bertanggungjawab. Seperti satire atau parodi yang sebenarnya tidak bertujuan menyebabkan kerugian tapi berpotensi menipu. Lalu ada pula konten yang menyesatkan yang berusaha membingkai sebuah isu atau seseorang secara menyesatkan.

“ Ada pula konten tiruan yang meniru sumber-sumber asli, lalu konten rekaan yang baru dirancang untuk menipu dan menyebabkan kerugian, kemudian ada juga hubungan yang salah yakni ketika judul, visual atau keterangan tidak tidak mendukung konten,” kata dia.

Narasumber lain webinar itu Head of Studies Center for Family and Social Welfare Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Saeroni mengatakan keterbukaan untuk berinteraksi penting dimiliki di era digital ini untuk menghindari fenomena Echo Chamber dan Filter Bubble. 
“Bermedia sosial perlu melatih kematangan, memahami algoritma internet dalam merekam perilaku bermedia kita dan menyajikan konten yang sesuai dengan personalisasi kita,” kata dia.

Saeroni mengatakan saat orang bermedia sosial maka harus siap untuk berhadapan dengan pengguna internet dengan latar belakang yang beragam. “Pahami bahwa tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama atau keberpihakan yang sama, jadi kita perlu melatih kematangan bermedia itu dalam arti belajar untuk tidak mudah memutuskan pertemanan,” kata dia.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber digital marketer A. Zulchaidir Ashary, media digital CeritaSantri.id Athif Titah Amituhu serta dimoderatori Fernand Tampubolon juga Puty Nurul selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment