News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Belajar Agama di Medsos, Tetap Ikhlas tapi Harus Kritis dan Cerdas

Belajar Agama di Medsos, Tetap Ikhlas tapi Harus Kritis dan Cerdas



Brebes: Di era keberlimpahan informasi di ruang digital, informasi ajaran agama menjadi salah satu yang diakses berjuta warganet. Agama adalah pilihan keyakinan batin yang subjektif. Ia berisi aturan yang bersumber dari kitab suci, berisi aturan Tuhan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dengan beragam tatacara. Juga, hubungan manusia dengan manusia serta dengan lingkungannya untuk mendapatkan pahala dan menjauhkan dari dosa dunia. 

Pengamat budaya dan sejarah Yunadi Ramlan mengatakan, mencari pengetahuan dan ilmu dari medsos di era digital memang tak keliru. Namun dalam ajaran agama, khususnya Islam, sebaiknya mesti jelas sanad-nya, sumber dan siapa yang menyampaikan mesti kredibel dan akuntabel. Tidak boleh sembarang orang. Bacaan kitab suci yang dijadikan sumber juga harus tepat dan akurat. 

”Orang yang sudah berilmu agama, yang diakui kredibilitasnya yang layak dipercaya dan diikuti ajarannya. Di sini nama baik, jejak digital, dan latar belakang pendidikan sang dai atau guru agama mesti kita cek dulu sebelum merujuk pandangan dan ajarannya,” kata Yunadi Ramlan, saat tampil sebagai pembicara Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (28/10/2021).

Yunadi menambahkan, ajaran agama di medsos, kini (tapi tak selamanya) disampaikan dengan maksud baik untuk menebar berkah Tuhan yang Rahmatan lil Alamin, rahmat untuk semua manusia dan seluruh alam. Tapi tak sedikit orang yang menjadikan agama untuk meraih keuntungan duniawi dengan beragam penipuan di medsos dengan dalih ajaran agama. 

”Setidaknya ada tiga pola: bisa itu anjuran donasi yang mereka salurkan, info kesehatan berdalih agama hingga ajaran yang justru berpotensi merenggangkan toleransi dan persatuan kesatuan agama yang kita patri dalam masyarakat yang teruji toleran pada bangsa kita yang multikulturalis,” papar Yunadi. 

Lantas, bagaimana tips agar bisa saring mendapat ilmu agama yang manfaat dari medsos di ruang digital yang membanjir?

Memang, ajaran agama mengajari ikhlas dalam mencari ilmu dan melaksanakan ilmu agama. Tapi dalam hal mengakses ilmu agama di medsos, sikap kritis dan cerdas tetap mesti dijaga. Cek sumber dalil kitabnya, yang dirujuk juga dengan nama baik guru agama, dainya. 

Kalau soal donasi, meski ikhlas, biasakan cek kapan yayasan yang mengajak donasi didirikan dan cek kontinyu update penyaluran donasinya. Yayasan yang kredibel selalu menyampaikan update itu. Tak ada salahnya dicari tahu lewat kontak smartphone yang ditulis di medsos, agar semakin ikhlas, aman dan nyaman dalam beramal donasi. Dan yang pasti, tak semua ajaran yang disampaikan di medsos – meski kelihatan bagus – mesti cek kebenaranya. 

Apalagi kalau diikuti penulisan pesan dengan huruf di-capslock dan dibumbui pesan ’teruskan’ atau ’sebarkan’ beserta ancaman kalau kita menghentikan pesan berantai bernuansa agama itu. ”Jangan diteruskan.  Justru biarkan pesan itu berhenti di ponsel Anda, karena kemungkinan besar itu hanya hoaks alias kabar bohong tak bertanggung jawab, meski kabar itu disebar oleh teman atau orang yang Anda percaya di jaringan medsos Anda. Jadi tetap jaga sikap kritis dan cerdas untuk memilah dan memilih literasi ilmu agama di medsos,” pesan Yunadi.

Webinar yang mengupas topik ”Dampak Pengetahuan Agama melalui Medsos” itu diikuti ratusan peserta lintas generasi dan profesi. Dibuka dengan keynote speech Presiden Jokowi secara nasional, dilanjut pesan dari Kepala Kanwil Kemenag Jateng Mustain Ahmad. Dipandu moderator presenter TV Nabila Nadjib, tampil juga sebagai narasumber: Nusran Joher, anggota komisi ketatanegaraan MPR RI; Ahmad Faridi, Kepala Sub Perencana Data dan Informasi Kanwil Kemenag Jateng; Seno Spdi, guru TKIT Arafah Boyolali, serta Arya Purnama, Putra Pariwisata Nusantara 2018 yang tampil sebagai key opinion leader.

Mengutip data Dewan Pers 2020, Nusran Joher mencatat, ada 3.000-an situs berita di jagat digital kita dan hanya 200-an yang terdaftar di Dewan Pers sebagai situs berita resmi. Jadi, begitu banjirnya berita di medsos kita, kata Nusran, di dalamnya termasuk berita bercorak agama yang sering dibumbui ajaran provokatif, radikalisme, dan menebar kebencian antar agama. 

”Karena itu, pastikan hanya mengakses dan belajar agama di media yang kredibel dan akurat sumber rujukannya. Jangan asal klik link berita agama yang sumbernya Anda ragukan. Kalau sampai mereka mengirimkan ke Anda, cukup stop di ponsel Anda. Itu jauh lebih tepat karena tak menanggung risiko, daripada menebar hoaks,” ujar Nusran Joher. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment