News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Bebas Berekspresi Bukan Berarti Bablas dan Tidak Terbatas

Bebas Berekspresi Bukan Berarti Bablas dan Tidak Terbatas




Kebumen – Ekosistem digital di Indonesia menunjukkan laju pertumbuhan yang cukup dalam beberapa tahun terakhir, puncaknya sejak pandemi Covid-19 merebak. Pengguna teknologi informasi dan komunikasi meningkat pun dengan intensitas penggunaannya. Hal tersebut disampaikan oleh Kokok Herdhianto Dirgantoro selaku Ceo Opal Communication saat menjadi narasumber di webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (13/10/2021). 

Ia mengatakan perubahahan teknologi turut mengubah medium pengantar informasi dan interaksi antar sesama. Saat ini media sosial menjadi tren digital untuk menyebarkan informasi. Jumlah pengguna medsos yang tinggi membuat perputaran informasi menjadi lebih cepat, namun derasnya arus informasi seringkali membuat bingung untuk membedakan mana informasi salah dan mana yang benar. Dari sini dapat dilihat bahwa kecakapan literasi digital penting agar kebebasan berekspresi dapat terkontrol. 

Hoaks menjadi salah satu ancaman di ruang digital karena derasnya arus informasi, dan persebarannya harus dilawan. Melawan hoaks menjadi kecakapan baru dalam menghadapi pola informasi. Apalagi media sosial menjadi saluran penyebaran hoaks yang paling efektif. 

“Ketika menemukan informasi yang dianggap mengganggu di ruang media sosial, kita dapat memanfaatkan fitur report dan block, mute, dan unfollow pada media yang digunakan. Atau jika tahu itu adalah hoaks bisa langsung lapor ke saluran aduan milik Kominfo,” ujar Kokok Herdhianto Dirgantoro dalam diskusi bertema “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital”. 

Hal yang perlu dihindari dalam berekspresi di ruang media sosial adalah tidak melakukan ujaran kebencian, menyebarkan informasi pribadi orang lain tanpa izin, menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Menyinggung tentang SARA, membagikan konten-konten ilegal dan melanggar hukum. 

“Kita harus memahami bahwa internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dengan dunia offline. Apa yang kita tulis di internet akan dibaca oleh orang lain, pun foto dan video akan disaksikan oleh orang lain. Ada orang lain yang mungkin merasa tersinggung dengan unggahan konten, sehingga perlu bermedia dengan bijak,” jelasnya kepada 180-an peserta diskusi. 

Dari sisi budaya digital, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah IX Jateng Dwi Yuliati Mulyaningsih menjelaskan bahwa teknologi dan internet bagaikan pisau bermata dua yang dapat memberikan manfaat tapi juga bisa menimbulkan kerugian atau bahaya. Warganet harus mampu mendayagunakan teknologi agar manfaat positif dapat dirasakan. 
Yaitu dengan konsisten melakukan hal-hal positif di ruang digital, membangun jejaring dan meningkatkan kecakapan komunikasi melalui tulisan dan audio-visual. Media digital menjadi sarana untuk memperkuat branding personal, serta tidak melupakan etika dalam setiap interaksi dan komunikasi. 

“Maka sebelum mengirim atau mengunggah harus terlebih dahulu berpikir. Apakah informasi itu benar, memberikan manfaat dan dapat menginspirasi, mengandung kebaikan dan seberapa penting informasi itu untuk diketahui publik. Mudahnya akses memang memberi keleluasaan tapi bukan berarti bebas dan tidak terbatas,” jelasnya. 

Terkait budaya digital marilah kita terus belajar, memahami agar kita semakin cakap memanfaatkan ruang digital, aman, beretika sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari dan memberikan manfaat. Hal-hal tersebut harus ditanamkan sejak di usia sekolah agar anak didik dapat menjadi pelajar yang berkarakter Pancasila. Yaitu pelajar yang beriman, berkebhinekaan global, bernalar kritis dan kreatif, mandiri dan memiliki jiwa gotong royong. 

Diskusi yang dimoderatori oleh Nadia Intan (presenter) juga diisi oleh narasumber lainnya, yaitu Ipah Ima Jumiati (ketua prodi Magister Administrasi Publik Untirta Banten), Jota Eko Hapsoro (Ceo Jogjania.com). Serta Onew (seniman) sebagai key opinion leader. 
Literasi digital yang disampaikan dalam kegiatan ini meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety. Empat pilar tersebut saling berkesinambungan dan menjadi bekal bagi masyarakat dalam menghadapi disrupsi digital saat ini. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment