Banyak Cara Menjadi Pengguna Cerdas Teknologi Digital
Banjarnegara – Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat memungkinkan manusia untuk melakukan banyak hal. Namun, perkembangan yang pesat juga mensyaratkan manusia sebagai penggunanya untuk belajar. Menjadi cerdas adalah hal yang diperlukan.
Pada sesi webinar Gerakan Nasional Literasi Digital dengan tajuk ‘Menjadi Cerdas di Era Digital’ yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis, 12 Agustus lalu, Nurkholis menjelaskan tentang bagaimana menjadi cerdas di era digital. “Banyak tantangan yang dihadapi dalam menggunakan media digital. Seperti keragaman kompetensi dan banyaknya konten negatif,” ungkap Nurkholis, yang merupakan Kepala Seksi Kelembagaan Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah.
Nurkholis menjelaskan juga mengenai manfaat media digital. Ada pun manfaat-manfaat itu adalah kemudahan mendapat informasi dan komunikasi, mempermudah aktivitas sehari-hari, menumbuhkan inovasi dalam pembelajaran, mudah dan cepat dalam transaksi, dan merupakan sarana untuk mencerdaskan diri. Namun, Nurkholis juga memperingatkan dampak negatif yang timbul dari media digital.
“Kecanduan gadget, ujaran kebencian, dan potensi terpecah belahnya masyarakat menjadi lebih mungkin dengan media digital,” ungkapnya.
Nurkholis menekankan pentingnya untuk menjadi cerdas dalam menggunakan media digital. Menurut Nurkholis, ada empat pilar dalam kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, spiritual, emosional, dan sosial. “Ada pun indikator kecerdasan adalah aktif, dinamis, analitis, kreatif, dan inovatif,” jelasnya.
Selain itu, Nurkholis memberikan apa itu cerdas dalam menggunakan media digital. Hal-hal itu adalah menggunakan media digital untuk kepentingan yang positif, sebagai media pendidikan, sarana memperoleh informasi, dan sebagai pendukung karier atau usaha. “Jika kita dapat melakukan hal-hal ini, maka kita dapat dikatakan sudah cerdas dalam memanfaatkan media digital,” ungkapnya.
Namun, ada beberapa upaya yang diperlukan untuk menjadi cerdas. Nurkholis mengatakan bahwa penguatan kompentensi dan jati diri adalah salah satunya. “Menjadi pengguna yang bisa memilih dan memilah informasi sangatlah diperlukan dalam meningkatkan kecerdasan di era digital,” terangnya.
Juair, narasumber lain dalam sesi webinar tersebut, memaparkan lebih lanjut bagaimana menjadi cerdas di era digital dan sekaligus bagaimana budaya bisa jadi cara untuk mencapainya. Budaya, menurut Juair, merupakan pola atau cara hidup yang terus berkembang dan diwariskan pada generasi berikutnya.
“Jadi, budaya digital adalah pola atau cara hidup yang dimiliki oleh para anggota masyarakat digital,” ungkapnya.
Menurut Juair, Indonesia memiliki modal budaya untuk menyambut dunia digital yang makin pesat. Banyaknya suku dan bahasa yang ada merupakan modal yang dimaksud. Bagi Juair, yang merupakan Kepala Seksi Kurikulum dan Kesiswaan Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, media digital memberikan manfaat yang banyak. “Sekarang, semakin mudah berkomunikasi sebab adanya internet dan akses dunia digital yang mudah dan fleksibel,” ungkapnya.
Namun, seiring dengan manfaat muncul pula kerugian atau dampak negatif dalam penggunaan ruang digital. Pencurian, perampokan, dan penipuan menjadi semakin marak terjadi. Oleh sebab itu, Juair menekankan pentingnya guru untuk menguasai ruang digital. “Sebab ruang digital bisa membuat pembelajaran jadi lebih menarik dan meningkatkan mutu pembelajaran,” jelasnya.
Dalam presentasinya pula, Juair memberi beberapa hal yang bisa jadi ukuran cerdas atau tidaknya seseorang dalam menggunakan media digital. Salah satunya adalah pandai dalam menggunakan gawai. “Jika kita dapat menggunakan ruang digital untuk hal bermanfaat seperti belajar dan berdagang, maka bisa dikatakan kita telah mulai cerdas dalam menggunakan ruang digital,” terangnya.
Dipandu oleh moderator Amel Sannie (presenter), webinar ini juga menghadirkan Kristi Yuana (Sociopreneur dan Content Creator) sebagai key opinion leader, serta dua narasumber lain: Adhi Imam Sulaiman (dosen Fisip Unsoed) dan Rajab Ritonga (Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Moestopo).
Post a Comment