News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

66 Persen Generasi Muda Digital Mengaku Akses Digital Bukan untuk Belajar

66 Persen Generasi Muda Digital Mengaku Akses Digital Bukan untuk Belajar




Jepara: Hari gini, generasi muda digital kalau akses digital, ngapain aja sih? Pertanyaan iseng tapi jawabannya ditunggu banyak orang ini menjadi picu ide penelitian Diana Dwinekwati yang meriset Online Activity of Indonesia Young pada 2020 di empat kota: Bandung, Surabaya, Pontianak, dan Denpasar, dengan rentang usia 18 s.d 38 tahun. 

Hasilnya, 66 persen mengaku mengakses internet tidak untuk belajar atau mengakses pelajaran atau bahan kuliah. Lalu, ngapain dong? Hanya 27,4 persen yang mengaku buat ngerjain tugas sekolah, lainnya bermedsos 27,3 persen, 13,7 persen buat chating, dan terbanyak 42,6 persen buat akses hiburan. 

”Temuan ini memotret fenomena perilaku aktivitas digital sebagian anak muda di Indonesia, yang mungkin mengubah stereotype mereka selama ini,” papar Ahmad Uzair, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saat berbicara dalam webinar Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital gelaran Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Jepara, 11 Oktober 2021.

Hal itu mestinya sedikit mengubah pandangan umum tentang kaum muda digital yang sering disebut sebagain sebagai milenia. Memang, umumnya milenia kurang berinteraksi dengan lingkungan sosial. Kurang gaul dengan manusia nyata, baik tetangga bahkan sesama anggota keluarga, tapi sangat intens berinteraksi dengan alat digitalnya, walau untuk chat dengan teman dan kolega. 

Hal lain, kaum muda milenia juga dianggap jago multitask dengan dukungan gawainya dibandingkan dengan kaum pendahulunya yang lebih senior. Tapi ternyata, mereka juga suka main hiburan saja. Kurang fokus kerja. Kalau milenia dianggap lebih jago multitask, hanya saat bekerja atau tugas dalam tekanan tinggi, dan kadang juga hasilnya belum maksimal. 

”Intinya, baik generasi milenia dan seniornya ke depan dengan dukungan teknologi digital tetap harus meningkatkan kecakapan digital lebih komplet. Dalam jeli mengakses informasi, mengelola dan menyimpan dokumen digitalnya secara aman, itu kunci sukses di era digital,” rinci Ahmad Uzair lebih jauh.

Ahmad Uzair tampil tak sendiri dalam webinar bertopik ”Pendidikan Bermutu untuk Generasi Anak Digital” yang diikuti ratusan peserta secara daring dari seantero Jepara. Dipandu oleh moderator Yessica yang juga finalis Miss Indonesia 2018, tampil juga tiga pembicara lain: Maryanto, Spd, aktivis Gerakan Lintas Iman Klaten; I Komang Sumerta, dosen Universitas I Gusti Ngurah Rai, Bali; Ade Irma Sukmawati, dosen Universitas Teknologi Yogyakarta dan pegiat Japelidi, serta Suci Patia, penulis yang tampil sebagai key opinion leader.

Sebenarnya, peran teknologi digital memparipurnakan proses belajar anak digital menjadi semakin mudah. Sebab, konsepsi belajar sejak jaman Ki Hajar Dewantara adalah nonton, melihat, niteni, memperhatikan dan niroke, meniru lakukan. Nah, semua itu kini bisa tergelar dalam konten-konten Youtube dan Instagram secara komprehenshif, mudah diakses, diserap dan dilakukan. 

”Jadi, mestinya di era sekarang proses pembelajaran makin mudah dipahami anak dan mestinya fungsi guru menjadi fasilitator, memandu memilihkan dan memberi penjelasan tambahan agar siswa yang masih anak-anak lebih mudah mencerna informasi digital yang makin banjir di media sosial. Bijak memilih dan mencari informasi pembanding, agar menemukan wawasan yang akurat dan akuntabel. Dengan begitu, kelas online kian membentuk pribadi siswa makin cakap digital dan mestinya jadi jalan lebih cerdas untuk meraih prestasi,” ujar Maryanto, menutup diskusi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment