News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Dari Iseng Sampai Transaksi, Tetap Waspadai Aktivitas di Ruang Digital

Dari Iseng Sampai Transaksi, Tetap Waspadai Aktivitas di Ruang Digital




CILACAP : Teknologi internet sudah menjadi kebutuhan mendasar berbagai lapisan masyarakat di mana pun berada. Hampir setiap hari, ratusan juta pengguna internet di Indonesia mengaksesnya untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari sekadar iseng memantau informasi dan berinteraksi dengan pengguna lain, sampai memanfaatkannya untuk urusan ekonomi bernilai fantastis. 

Dalam urusan ekonomi, transaksi secara digital kian mendapat tempat di masyarakat pada masa pandemi Covid-19 ini. Ketua AJI Kota Purwokerto Rudal Afgani menuturkan, berdasarkan transaksi elektronik dari data We Are Social dan HootSuite, lembaga yang secara berkala menyajikan data serta peran yang dibutuhkan dalam memahami internet media sosial dan perilaku e-commerce, menyebut bahwa 93 persen pengguna internet di Indonesia pernah melakukan pencarian produk atau jasa secara kredit. Dari 90 persen pernah mengunjungi ritel daring, 88 persen pernah melakukan pembelian secara daring dengan 80 persennya dilakukan menggunakan media telepon pintar.

"Namun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga mencatat, sepanjang 2019 terdapat 34 kasus yang dilaporkan oleh pengguna transaksi dari e-commerce," kata Rudal saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema "Dampak Positif Bermedia Sosial" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (7/9/2021).

Dalam webinar yang dihadiri ratusan peserta itu, Rudal melanjutkan, mayoritas keluhan yang disampaikan masyarakat ke YLKI adalah mengenai barang yang tidak diterima pembeli. Dengan detail keluhan-keluhan soal barang tidak diterima sebesar 28,2 persen, barang tidak sesuai spesifikasi sebesar 15,3 persen, dan kasus penipuan dengan berbagai modus sebanyak 12 persen (sumber tempo.co, 2019), sedangkan pada 2020 YLKI mencatat dari 3.290 pengaduan kepada YLKI 12,7 persen adalah pengaduan soal kasus transaksi online (Liputan 6, 2020). 

Tak hanya itu. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada tahun 2020 juga menerima pengaduan konsumen di bidang transaksi online sebesar 295 aduan dari total aduan 1276 aduan (katadata, 2020).

Dengan berbagai kondisi di atas, Rudal lalu mengajak pengguna memahami etika bertransaksi elektronik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transaksi elektronik, antara lain, dengan 
mendaftarkan diri baik penjual maupun pembeli sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan platform belanja daring yang diinginkan. 

Juga, bersikap jujur, kenali dengan baik seluruh fitur yang tersedia. Fitur-fitur utama yang perlu dipelajari adalah kebijakan penjualan, detail produk, keamanan akun, proses pembayaran, dan pengembalian produk yang dijual serta soal pengiriman produk.

"Teliti dan pastikan perangkat digital yang digunakan untuk transaksi daring sudah aman unduh dari sumber resmi. Baik penjual maupun pembeli sebaiknya memberikan dan dapat mengakses layanan bantuan yang disediakan e-commerce," jelasnya.

Rudal menambahkan, di ruang digital pengguna yang melakukan interaksi elektronik perlu memahami maknanya. Berdasar KBBI, interaksi elektronik menjadi hubungan antara orang perseorangan dan orang perseorangan, antara perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dan kelompok, melalui perangkat elektronik yang terhubung dalam jaringan internet.

Rudal juga mengimbau bila pengguna hendak meneruskan foto atau video sebaiknya tidak dipotong, sehingga menimbulkan perbedaan makna atau persepsi. Bila mengunggah foto atau informasi yang kita dapat dari orang lain atau dari media sosial, kita sebaiknya menyertakan sumber dan menghormati hak kita. Selain itu juga perlu menghindari mengunggah konten yang kontroversial. Termasuk menghindari masuk ke dalam grup atau fanspage yang cenderung menghasut, memprovokasi, menyebar kebencian hingga mengandung pornografi.

Narasumber lain, wirausahawan Widiasmorojati mengungkapkan dalam webinar itu, ancaman budaya pelanggaran hak atas kekayaan intelektual atau HAKI seringkali dipicu karena akses data yang mudah dan membuat orang plagiatis serta cenderung mengarah pada tindakan kecurangan.

"Ancaman budaya ini termasuk terjadinya budaya pikiran pintas di mana kita hanya terlatih untuk berpikir pendek dan kurang konsentrasi dalam penyalahgunaan pengetahuan untuk melakukan tindak pidana seperti menerobos sistem keuangan pembobolan akun pribadi atau akun usaha, database bisnis dan lain-lain," ujarnya.

Dipandu oleh moderator Thommy Rumahorbo, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni dua fasilitator nasional Nuralita Armelia dan Rahmad Afian Pranowo, serta Mona Larisa Magang selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment