News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Yuk, Lebih Bijak Bermedia Sosial dengan Maksimalkan Fitur dan Aplikasinya

Yuk, Lebih Bijak Bermedia Sosial dengan Maksimalkan Fitur dan Aplikasinya




Bukan hanya kaya ragam seni budaya, Indonesia juga kaya dan banyak penghuni dan beragam jenis media sosial (medsos). Selain berpenghuni 170 juta warga yang aktif bermedsos atau lebih separuh dari jumlah penduduk, pengguna internetnya sendiri memasuki tahun 2021 ini sudah tembus di angka 202 juta. Bagaimana dengan ragamnya?

”Di antaranya, ada 113 juta pengguna Youtube, disusul 111 juta pemilik akun Facebook, dan 24 juta pemilik akun Instagram. Tak heran warga kita menghabiskan minimal 3 jam 16 menit sehari menyambangi media sosialnya dengan beragam tujuan, baik bisnis maupun mengakses informasi atau sekadar bersosialisasi, chat gaul.”  

Itulah data yang dipapar Seno Adi Nugroho, fasilitator Kaizen Room yang juga co-founder Rempah Karsa, saat memantik diskusi dalam webinar literasi digital ’Indonesia Makin Cakap Digital’ yang dihelat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Yogyakarta, 29 Juni lalu.

Sayang, meski besar jumlah warganetnya dan banyak ragam pilihan medsosnya, bahkan banyak yang memiliki akun medsos sampai dua-tiga macam, tapi tidak sedikit dari mereka yang belum bijak bermedsos. Banyak yang belum mematuhi tata krama netiket alias tata krama di jagat medsos. Salah satu sebabnya, banyak yang belum paham kalau platform medsos yang dipilih belum sepenuhnya dipahami fitur dan aplikasi yang ditawarkan. 

”Pernah suatu pagi saya di-chat WA oleh debt collector pinjol (pinjaman online). ’Awas jangan kau sembunyikan temanmu, biarkan dia menuntaskan utangnya, bla bla bla’. Atau, sering kita dikirimi hoaks tentang kesehatan, obat covid manjur dari rebusan kacang tanah, atau jangan makan Indomie dilanjut minum cokelat, bisa picu pendarahan tak terduga di otak. Yang terakhir, sempat juga ibu saya nelepon, berpesan ’Ati-ati ndhuk, ojo mangan Indomie karo cokelat’ dengan nada khawatir. Soalnya saya memang suka Indomie goreng sama Cocolatos, seger. Itu  semua sebenarnya bisa kita tangkis kalau kita paham fitur dan aplikasi di medsos untuk mencegahnya,” cerita Ade Irma Sukmawati, dosen Ilmu Komunikasi dan aktivis Japelidi dari Universitas Teknologi Yogyakarta UTY.

Yup, ada cara mudah menghindari teror debt collector pinjol. Menurut Ade Irma, di aplikasi WA ada fitur blokir atas nomor yang kita tak ingin terima dan dirasa mengganggu. Bahkan, kalau masih belum efektif, kita bisa melanjutkan aplikasi blokir dengan laporkan. Begitu juga kalau kita tidak percaya suatu informasi hoaks, gunakan aplikasi cek fakta pada Google dengan Google check fact. 

”Tapi memang, kebiasan cek fakta dan cari informasi pembanding belum menjadi budaya di kita. Sebagian besar warganet kita dalam bermedsos belum berbudaya checking secara literasi. Sejak 2017, kita masih rangking 114 sedunia alias nomor dua dari bawah setelah India dalam budaya literasi digital. Sekarang baru sedikit membaik, tapi belum membanggakan,” ungkap Ade.

Budaya mengumbar kata kasar dan makian di medsos memang lebih memprihatinkan. Sebelum tahun lalu kita dicap sebagai warganet paling tidak sopan se-Asia Pasifik oleh Microsoft, Ade Irma menuturkan, dirinya sudah pernah melakukan penelitian kecil. 

Tahun 2019, bersama mahasiswa Komunikasi UTY, ia melakukan riset ke suatu akun gosip di Instagram yang sangat popular. Hasilnya? Komentar yang masuk saat kita riset cuma 3 ribuan, tapi ternyata umpatan, makian dan kata kasar dari 3 ribuan komentar itu mencapai 15 ribu kata. 

”Menurut saya ini sudah keterlaluan. Sebab, selama ini bangsa kita dikenal berbudaya, tahu sopan santun dan berbudi pekerti luhur. Ini jelas luar biasa. Satu kalimat komentar bisa berisi empat sampai lima kata kasar. Kalau kita enggak melaporkan kasus itu dan memberi masukan pada adminnya, jelas tak akan terkoreksi kondisinya,” papar Ade Irma, prihatin.

Sementara itu, dalam pandangan jurnalis dan penulis Didin Sutandi, itulah kelemahan kata-kata karena dia tidak menunjukkan ekspresi. Untuk itu, dalam berkomunikasi di medsos hendaknya belajar memilih kata dan kalimat yang layak, sopan, dan bernilai kesantunan dalam tata krama dunia nyata. Jangan lupa juga tetap menulis kalimat dalam diksi dan menjaga kalimat yang tetap akurat. 

”Menjaga kesopanan di dunia maya penting, karena yang membaca komentar kita juga manusia nyata dan menginginkan kita tetap bijak dan bersahabat di dunia maya dan berdampak positif di dunia nyata,” pesan Didin.

Seno, Ade dan Didin tampil dalam webinar literasi digital yang mengusung topik ”Bermedia Sosial yang Bijak dan Bersahabat”. Dipandu moderator Fernand Tampubolon, diskusi berlangsung hangat, ditambah dengan kehadiran peneliti media Budi Hermanto dan Fenabella Arrin, presenter TV yang tampil sebagai key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment