News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Menjadi Masyarakat Digital dalam Bingkai Budaya Indonesia yang Majemuk

Menjadi Masyarakat Digital dalam Bingkai Budaya Indonesia yang Majemuk




KENDAL: Kepala Seksi Guru pada Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Agus Mahasin, mengungkapkan: sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki sejarah panjang dan terkenal memiliki ragam budaya yang luar biasa yang terus dikembangkan secara turun temurun.

"Keragaman Indonesia menjadi kekayaan tak ternilai, sekaligus berkah bagi bangsa Indonesia yang sejak awal lahir menjadi bangsa majemuk yang memiliki berbagai suku bangsa, agama, dan bahasa, yang kini terjalin dalam satu ikatan bangsa yang utuh dan berdaulat," kata Agus saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema ”Menjadi Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia," gelaran Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Sabtu (14/8/2021).

Di tengah keragaman Indonesia itu, lanjut Agus, interaksi di ruang digital pun jangan sampai malah merusak persatuan dan kesatuan yang sudah terjaga dan dibangun para pendiri bangsa. 

Sehingga, menjadi sangat penting adanya etika digital sebagai bentuk perilaku individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital atau netiket dalam kehidupan sehari-hari di ruang digital.

"Etika ini dibutuhkan dalam interaksi antar budaya di ruang digital karena menjadi sistem nilai dan norma moral bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan etiket, kita butuhkan sebagai tata cara berinteraksi dengan individu lain dalam masyarakat," ujar Agus.

Sebagai tata krama menggunakan internet, netiket dibutuhkan untuk memanajemen interaksi pengguna internet di seluruh dunia. Termasuk Indonesia sendiri yang memiliki beragam kultur.

"Saat berinteraksi di ruang digital, pahami bahwa budaya di masing masing suku atau golongan di Indonesia sama-sama memiliki budaya luhur. Budaya-budaya itu dipersatukan dalam filosofi negara, yakni Pancasila," tegas Agus.

Agus menambahkan, komunikasi digital melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Di mana setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda, bahkan daerah di tiap negara pun memiliki etika sendiri termasuk setiap generasi memiliki etika sendiri. 

Sehingga dalam ruang digital kita akan berinteraksi, dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural tersebut secara bijak.

"Pedoman etika dalam interaksi digital itu tetap merujuk Pancasila, yang nilai nilai dalam silanya dapat menjadi panduan," ujar Agus. Nilai Pancasila menurutnya bisa selalu diterapkan, terutama pada generasi yang sejak lahir sudah berada di era digital.

Misalnya pada sila kesatu Ketuhanan yang Maha Esa itu mengajak tidak memaksa keyakinan dan cara beribadah, tidak melakukan perundungan berdasarkan keyakinan dan agama. Adapun sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengajak kita memperlakukan semua orang sama baiknya tanpa diskriminasi serta memiliki nilai tenggang rasa toleransi empati mendukung dan saling tolong menolong. 

"Pada sila ketiga Persatuan Indonesia, kita diajak menjadi warga negara yang menjaga harmoni, mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan," kata Agus.

Sedangkan di sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, kita diajak memberi kesempatan setiap orang untuk bebas berekspresi dan berpendapat di ruang digital. Dan dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, kita diajak senantiasa bergotong-royong menjaga, membangun, ruang digital yang aman dan nyaman bagi semua.

Narasumber lain webinar kali ini, Pengawas Madrasah Kantor Kemenag Kabupaten Tegal Shofar Solahudin Bisri menuturkan, untuk penguatan nilai-nilai budaya dalam bermedia digital saat ini perlu fokus pada setidaknya tiga hal.

"Perlu penguatan komitmen kebangsaan, baik terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, perlu penguatan toleransi antar agama, suku, budaya serta perlunya penguatan soal semangat inklusivitas," papar  Shofar.

Webinar yang dimoderatori Adhi Putra ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni pegiat literasi digital nasional Riant Nugroho, praktisi community development Iwan Gunawan serta Tya Yuwono selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment