News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Mari, Jaga Ideologi Pancasila di Era Digital dari Narasi-narasi Sesat

Mari, Jaga Ideologi Pancasila di Era Digital dari Narasi-narasi Sesat


Pemalang – Diskursus mengenai masyarakat Pancasila di era digital semakin penting untuk dibicarakan. Karena, Pancasila merupakan ideologi cerminan identitas masyarakat, alat ekspresi diri, komunikasi, integrasi, dan adaptasi sosial, kontrol sosial, dan identitas sebagai sebuah bangsa.

”Di era digital, tantangan menjaga dan memperkuat ideologi Pancasila tentunya semakin dibayangi tantangan yang kian kompleks dan beragam,” tutur peneliti madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kemenag RI Dr. Evi Sopandi, saat menjadi pembicara pada webinar literasi digital bertajuk ”Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital,” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Jumat (27/8/2021).

Evi Sopandi mengatakan, pekerjaan rumah menjadi masyarakat Pancasila di era digital adalah membangun secara maksimal etika dalam dunia yang serba digital. Persoalan lainnya adalah menemukan cara bagaimana dan dengan cara apa mempertahankan ideologi Pancasila dalam kancah pergaulan lintas budaya dan lintas bangsa.

Etika, menurut Evi, adalah nilai-nilai atau norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika juga merupakan kumpulan azas atau nilai moral, misalnya seperti yang tertuang dalam kode etik bidang tertentu.

Sedangkan etika digital, lanjut Evi, berarti bijak dalam berselancar di dunia digital, khususnya dalam menggunakan media sosial, memiliki motivasi untuk membaca berita yang utuh, sehingga tidak terjebak pada aktor penyebar berita hoaks, peduli dengan lingkungan sosial dan menjaga marwah identitas bangsa, serta bijaksana dalam menjalin hubungan dengan sesama dan hubungan antarbangsa di media sosial.

Dengan begitu, tantangan membangun masyarakat Pancasila di era digital salah satunya adalah menjaga ideologi Pancasila dari narasi-narasi sesat yang sengaja dibangun untuk kepentingan tertentu yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. ”Contohnya, kasus penghinaan Pancasila oleh seorang perempuan di Karawang, kasus militer Australia mempelesetkan Pancasila, bahkan ada kasus Youtuber yang membuat parodi lagu Indonesia Raya,” urai Evi.

Evi menegaskan, mempertahankan ideologi Pancasila di era digital salah satu caranya adalah dengan tidak menempatkan Pancasila hanya sebagai dogma semata. Ideologi Pancasila mesti disemaikan dalam ruang dan arena digital dengan tampilan menarik, energik, dan mudah dipahami oleh kalangan milenial.

”Cara lain, memperkuat lembaga pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan berbasis keagamaan, sebagai instrumentasi penting menanamkan nilai-nilai ideologi Pancasila dengan bahasa yang mudah dipahami generasi kekinian,” jelas Evi.

Narasumber lain dalam webinar ini, dari perspektif digital culture, Kepala MAN Kabupaten Pemalang Imam Shofwan menyatakan indikator pertama dari kecakapan dalam budaya digital adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki era digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga negara digital. 

Dalam konteks keIndonesiaan, lanjut Imam, sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki tanggung jawab yang meliputi hak dan kewajiban untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. 

”Bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Baik dalam tatap muka maupun daring,” tegas Imam.

Sedangkan jenis kompetensi literasi terkait internalisasi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, menurut Imam, yakni: paham nilai-nilai Pancasila, produksi konten berlandaskan Pancasila, distribusi konten Pancasila, partisipasi aktif menumbuhkan Pancasila, dan berkolaborasi dalam menumbuhkembangkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tungal Ika di ranah digital.

Webinar yang dipandu oleh moderator presenter Mifty Vasco itu, juga menampilkan narasumber Farid Fitriyadi (dosen Universitas Sahid Surakarta), Muhdini Wakhid (IT Manage Services Solution Architect PT Astra Graphia Information Technology) dan kreator konten Asharizky selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment