Lab IP UMY Gelar Seleksi Pengisian Pamong Kalurahan Tegaltirto
WARTAJOGJA.ID: Menjadi kades, carik atau jogoboyo (keamanan) desa kini punya martabat.Penghasilannya pun kini bisa diandalkan dan tidak seperti dulu lagi.
Sistem demokrasi dalam pemiliha kades dan perangkat-perangkatnya juga makin transparan sehingga mengundang banyak kalangan untuk melamarnya.
Minat anak muda untuk ambil bagian dalam pengelolaan desa disebut semakin meninggi. Hal itu, terbukti dari dominasi generasi milenial pada proses seleksi pengisian pamong kalurahan di tiga kabupaten di DIY.
Fenomena tersebut dipaparkan oleh Laboratorium ilmu Pemerintahan (Lab IP) UMY, yang sampai sejauh ini, sudah puluhan kali didapuk sebagai pihak ketiga untuk menggelar seleksi di puluhan desa di Bantul, Sleman, dan Kulonprogo.
Kepala Lab IP UMY, Sakir Ridho Wijaya menyampaikan, terdapat beberapa faktor yang mendorong minat anak muda. Antara lain, jaminan upah bulanan sebagai pejabat kalurahan dan kesadaran desa kini sudah menjadi atensi pusat.
"Dari puluhan desa yang kita dampingi, 70 persen lebih pesertanya usia 20-30 tahun, dan rata-rata itu sarjana, ya. Bahkan, ada pelamar dukuh bergelar S2," terangnya, seusai menggelar seleksi pengisian pamong Kalurahan Tegaltirto Berbah Sleman di salah satu hotel di Kota Yogyakarta, Kamis (12/8/21).
Menurutnya, minat anak muda semakin meningkat seiring ditetapkannya Perda di tiga kabupaten itu, yang mewajibkan pendampingan pihak ke tiga dalam seleksi pengisian pamong Kalurahan. Sehingga, proses berjalan lebih demokratis.
"Selama ini kan, mohon maaf, bahasanya turun temurun. Misal, simbahnya jadi carik, terus lanjut ke turunannya. Nah, sekarang terbuka bagi siapapun, bahkan dari desa lain pun boleh, selama dia memenuhi syarat," ungkap Sakir.
Ia tidak menampik, masalah kesejahteraan menjadi salah satu faktor penarik minat generasi milenial. Pasalnya, selain mendapat gaji bulanan, pamong kalurahan juga difasilitasi tanah lungguh yang menjadi haknya selama menjabat.
"Kalo desa-desa di Yogyakarta ini rata-rata gaji tetapnya sekitar Rp2-3 jutaan, tapi masih ada tunjangan lain itu, dan ditambah tanah lungguh yang bisa disewakan, atau mau dikelola sendiri juga silakan, ya," tandasnya.
Hanya saja, persaingan untuk memperebutkan kursi di jajaran pemerintah desa pakrtis semakin berat. Terlebih, mereka harus melewati ujian berlapis, mulai dari tertulis, keterampilan, serta wawancara dengan pihak ketiga.
"Terus, kalau di Sleman ada tambahan nilai pengabdian dan lokalitas, jadi keaktifannya di tengah masyarakat sangat berpengaruh. Tapi, di Bantul dan Kulonprogo tidak ada tambahan nilai seperti itu," tandasnya. (***)
Post a Comment