News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kritik Boleh, Asal Jangan Kebablasan Jadi Ujaran Kebencian

Kritik Boleh, Asal Jangan Kebablasan Jadi Ujaran Kebencian




GROBOGAN: Kritik menjadi hal yang lazim dan dibutuhkan di negara demokrasi seperti halnya di negeri Indonesia ini. Kritik mendapatkan tempat untuk menjadi penyokong semangat demokrasi. Walau terkadang memang terasa pahit, namun dibutuhkan untuk menyehatkan dalam pengelolaan negara. 

"Kadang kita pun di media sosial menemui kritik yang sangat keras, menyerang pendapat lainnya disertai umpatan dan makian namun hanya menyerang pendapat atau opini bukan karakter atau pribadi orang yang dikritik itu," kata content writer Kaliopak.com Lukman Hakim, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (11/8/2021).

Lukman setuju kritik, baik keras atau ringan, bukanlah persoalan demi tegaknya demokrasi. Sepanjang dalam kritik itu tidak mengandung serangan karakter atau pelecehan yang menjurus ujaran kebencian atau hate speech. Kritik bukanlah serangan yang ditujukan pada misalnya fisik seseorang yang mengalami keterbatasan.

Lukman mencontohkan, yang belakangan jadi sorotan di media sosial terkait pro dan kontra penggunaan sertifikat vaksin Covid-19 untuk berbagai aktivitas masyarakat. 

Mulai sertifikasi vaksin sebagai syarat untuk pelaku perjalanan pesawat udara lalu akan diperluas untuk pelayanan lainnya, seperti yang terbaru adalah penerapan sertifikat vaksin bagi pengunjung pusat perbelanjaan atau mal.

"Sorotan soal penggunaan sertifikasi vaksin Covid-19 untuk aktivitas masyarakat ini menjadi contoh bagaimana munculnya kritik keras, karena yang diserang idenya, bukan personalnya,” ujar Lukman. 

Lukman pun merujuk definisi ujaran kebencian yang dijabarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mengartikan hasutan kebencian adalah segala bentuk komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung. 

Ujaran kebencian ini didasarkan pada kebencian atas dasar suku, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, etnis, dan identitas lainnya yang ditujukan sebagai hasutan terhadap individu atau kelompok agar terjadi diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan konflik sosial.

"Ujaran kebencian ini dilakukan melalui berbagai sarana," kata Lukman.

Ujaran kebencian, lanjut Lukman, perlu dilawan karena dari skala intensitas konfliknya bisa mengakibatkan perbedaan pendapat, kritik keras, serangan ke arah/pribadi atau karakter, demonisasi dan dehumanisasi, bahkan sampai menyebabkan kekerasan dan pembunuhan.

Narasumber lain dalam webinar itu, Dosen Universitas Sebelas Maret M. Yunus Anis menuturkan, untuk melawan ujaran kebencian di dunia maya bisa dimulai dengan membiasakan diri untuk berkata-kata baik, sopan, penuh cinta kasih.

"Mulailah ubah dari hate speech menjadi heart speech," kata Anis.
Anis juga mengatakan, melawan ujaran kebencian, penting dengan belajar untuk menghargai perbedaan.

"Hindari sikap kedaerahan sentris, perkuat nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di ruang digital, juga gotong royong melawan hate speech,"  tandas Anis.

Webinar yang dimoderatori Bobby Aulia ini juga menghadirkan narasumber lain yakni pengamat kebijakan publik digital Razi Sabardi  dan staf ahli DPD RI Sudarman serta Vania Thalita selaku key opinion leader. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment