News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tantangan Membangun Demokrasi di Media Digital

Tantangan Membangun Demokrasi di Media Digital





GROBOGAN: Salah satu alat ukur perkembangan demokrasi suatu negara yang selama ini dipakai adalah indeks demokrasi yang dicapai dari tahun ke tahun dengan mengukur berbagai kriteria penentunya.

Tingkat capaian indeks demokrasi ini diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi. Ketiga aspek itu adalah aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek lembaga demokrasi.

Staf Pengajar Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Sri Astuty menuturkan, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) mengungkap data, pada 2019 atau sebelum pandemi Covid melanda Indonesia, angkanya sempat naik merujuk data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

"BPS saat 2019 itu merilis Indeks Demokrasi Indonesia Nasional mencapai 74,92 atau naik 2,53 poin dibanding 2018. Ini menunjukkan pembangunan demokrasi di Indonesia semakin baik yang diukur berdasarkan sejumlah komponen," kata Sri saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital bertajuk "Bangun Demokrasi di Media Digital" yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (28/7/2021).

Namun, Sri mengungkapkan fakta lain, mengutip hasil studi dan penelitian The Indonesian Institute. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa pengumpulan data yang dilakukan pada Januari hingga pertengahan Mei 2021, ditemukan bahwa menajamnya perpecahan politik di masyarakat akibat pemilu pada 2014, 2017, dan 2019 juga menambah hambatan dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi.

"Termasuk di ruang digital antara mereka yang pro dan kontra terhadap pemerintahan saat ini," kata Sri.

Sri mengungkap adanya temuan kondisi kebebasan berekspresi yang memprihatinkan terlihat dari beberapa hasil temuan. Survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Puslitbang Kompas menunjukkan bahwa 36% responden merasa tidak bebas menggunakan haknya untuk mengekspresikan diri di ruang digital. 

Catatan ini juga menjelaskan status Indonesia sebagai Partly Free berdasarkan Global Freedom Status pada Laporan Freedom House dari 2019 hingga 2021. 

"Selama 23 tahun reformasi dan cerminan demokrasi serta pemerintahan di Indonesia harus menjadi momentum untuk mempromosikan dan melindungi kebebasan berekspresi di Indonesia, termasuk soal kritik terhadap pemerintah di ruang digital," lanjut Sri dalam paparannya.

Tak hanya itu, Sri pun menunjuk temuan The Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) yang mencatat sejak 2017 terdapat 15.056 kasus yang dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). 

"Ketertiban umum, penghinaan, dan pencemaran nama baik menjadi alasan untuk mengkriminalisasi mereka yang kritis terhadap pemerintah di platform digital," ujarnya.

Sri menyebut, kehidupan demokrasi di era ini berhadapan dengan enam ancaman besar yakni sebaran hoaks, radikalisme, ekstremisme, terorisme, hate speech (ujaran kebencian), dan cyberbulliying.

"Perlu bijaksana dan aman  berinteraksi di ruang digital, misalnya saat memakai media sosial," cetusnya. Aman berinteraksi itu, Sri mencontohkan, semisal dengan pilah-pilih konten yang mau dibaca. Sebab, makin hari makin banyak saja berita kejahatan atau isu-isu politik yang bikin gerah.

Lalu, ikuti saja teman terdekat dan terpercaya. Tetap berhati-hati menyebarkan berita dan batasi penggunaan media sosial.

Narasumber lain, Sunaji Zamroni dari Alterasi Indonesia dan Dewan Nasional Fitra dalam paparannya mengatakan, berdemokrasi di era media digital harus mengutamakan etika yang ada di dalamnya. "Ada etika tradisional dan ada etika kontemporer," kata Sunaji.

Etika tradisional adalah etika offline menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama setiap kelompok masyarakat. "Etika tradisional ini menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat," tutur Sunaji.

Sedangkan etika kontemporer adalah etika elektronik dan online menyangkut tata cara, kebiasaan dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.

Dalam webinar ini, hadir pula narasumber lain: fasilitator nasional Andika Renda Pribadi dan Komisioner KPU Grobogan M.  Machruz.

Sebagaimana di kabupaten/kota lain, di Kabupaten Grobogan, Kementerian Kominfo juga akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.

Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.

Warga masyarakat diundang untuk bergabung sebagai peserta webinar dan akan terus memperoleh materi pelatihan literasi digital. Caranya adalah dengan mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment