News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Disrupsi Teknologi, Sudahkah Masyarakat Siap Bertransformasi ke Digital?

Disrupsi Teknologi, Sudahkah Masyarakat Siap Bertransformasi ke Digital?






Karanganyar - Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi disrupsi teknologi digital melalui gerakan literasi digital secara nasional. Program ini diwujudkan melalui webinar dengan berpedoman pada pilar literasi digital: digital culture, digital ethics, digital safety, dan digital skill. 

Salah satu sesi webinar itu digelar untuk warga Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada 16 Juni 2021 dengan dipandu oleh Zacky Ahmad, membahas tema seputar kesiapan masyarakat dalam disrupsi teknologi. Sejumlah pemateri yang cakap di bidangnya hadir menyuguhkan materi dengan berpegang pada pilar literasi digital. Mereka adalah Zulkhairy Ashary (Kaizen Room), Saefudin A. Syafii (dosen UIN Prof Saifuddin Zuhri), Eka Y. Saputra (konsultan teknologi informasi LO Hakim), Mathori Brilyan (aktor LO Hakim game), serta key opinion leader Nindy Gita. 

Zulkhairy Ashary dalam paparannya menyampaikan disrupsi teknologi digital merupakan era inovasi dan perubahan besar-besaran secara fundamental, hadirnya teknologi digital mengubah sistem yang terjadi di Indonesia dan secara global. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah masyarakat sudah siap? Hal ini yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk menyiapkan SDM yang cakap dalam menggunakan teknologi digital. 

Masyarakat harus mempunyai kemampuan, selain pengoperasian teknologi tetapi juga memahami penggunaan perangkat keras dan peranti lunak teknologi informasi dan komunikasi serta sistem operasi digital. Dan yang perlu dipahami selain penggunaanya adalah ancaman yang bisa ditimbulkan. 

"Semakin canggih teknologi celah keamanan masih bisa ditemukan, oleh sebab itu di era digital ini penting agar tidak mengalami serangan siber. Apalagi data menunjukkan 26%  masyarakat menganggap sebagian besar informasi di internet dapat dipercaya, 27.5% masyarakat percaya sebagian informasi di internet dapat dipercaya, dan 5.5% percaya semua informasi di internet bisa dipercaya".

"Padahal tidak semua informasi dari hasil penelusuran di internet itu benar. Butuh kompetensi kritis pengguna untuk dapat menyaring informasi yang diperoleh," jelas Zulkhairy. 

Zilkhairy menyebutkan, hal yang perlu diperhatikan di era digital adalah tidak mengirimkan info pribadi dan sensitif melalui jaringan publik. Jaringan publik lebih berpotensi menimbulkan celah kejahatan siber. Sedangkan dari sisi pengguna belum tentu tahu tingkat keamanan pribadi perangkat digital yang dipakai. 

"Cara aman saat berinternet dengan tidak mengakses situs resmi, hanya percaya pada informasi dari sumber yang kredibel, dan membandingkan informasi yang didapat dengan media lain. Selain itu pastikan hanya mengakses dan mengunduh file dari situs yang terpercaya, dan secara berkala mengganti password akun pribadi dan menggunakan autentikasi dua langkah untuk memberikan pengamanan ganda pada perangkat digital," jelas Zulkhairy.

Sementara dari sisi etika dalam menggunakan media sosial, Saefudin A. Syafii memaparkan empat etika atau code ethics dalam berperilaku dan berkata-kata di ranah digital. 

"Sebelum berbuat jauh dengan informasi yang kita terima, saat akan berkomentar, mengunggah konten, pastikan apakah tindakan tersebut benar. Jika benar, apakah kebenarannya itu untuk diri sendiri atau orang lain. Lalu pertimbangkan juga adakah kebermanfaatan atau tidak dalam membagikan informasi itu," jelas Saefudin. 

Ia menekankan dalam berselancar di dunia maya, pengguna tetap beraktivitas dengan tetap menjaga nilai kepancasilaan yang menjadi identitas bangsa. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment