News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

80 Persen Produk Lokal Harus Dijual Melalui UMKM

80 Persen Produk Lokal Harus Dijual Melalui UMKM




Klaten – UMKM pada dasarnya merupakan entitas bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil dan menengah. Penggolongan UMKM lazimnya dilakukan dengan batasan omzet per tahun, jumlah kekayaan atau aset, serta jumlah karyawan.

”Data tahun 2019 mencatat, pelaku UMKM memberikan sumbangan sekitar 61 persen produk domestik bruto, dan berkontribusi 14 persen terhadap total ekspor nasional, mampu menyerap hingga 97 persen total tenaga kerja,” ujar dosen UIN Surakarta Abdul Halim pada acara webinar literasi digital oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) untuk warga Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (7/7/2021).

Pada diskusi virtual bertema ”Sosial Media dalam Perspektif Home Industry dan UMKM” yang dipandu oleh moderator Zacky Ahmad itu, juga menghadirkan narasumber, Murniandhany Ayusari (Content Writer Jaringan Pasar Nusantara), Annisa Choiriya Muftada (Sosial Media Communication PT Cipta Manusia Indonesia), Tomy Widiyanto Taslim (Pekerja dan Pengembang Media Seni), dan Tya Yuwono selaku key opinion leader.

Halim mengatakan, pandemi mengakibatkan banyak UMKM mengalami kelesuan. Dampaknya, sekitar 85 persen usaha mikro kehabisan kas atau tabungan. Lebih dari 60 persen usaha mikro kecil mengurangi tenaga kerjanya. Menurunnya daya beli, penjualan, permodalan dan distribusi. Akhirnya, banyak UMKM yang harus menutup usahanya. Hal itu berpotensi mengancam perekonomian nasional.

Namun, lanjut Halim, sebetulnya ada berkah pandemi covid-19 terhadap para pelaku UMKM. Pandemi covid-19, secara tidak langsung telah mendorong perubahan baru dalam langgam bisnis di Indonesia. Perubahan tersebut yakni beralihnya bisnis menuju digital, atau dikenal juga sebagai fenomena kewirausahaan digital.

“Dampak kewirausahaan digital, UMKM mengubah strategi penjualan melalui skema digitalisasi. Yaitu dengan memanfaatkan market place media sosial sebagai teknik pemasaran dan bersinergi dengan warganet dalam pemasaran produk dan jasa,” papar Halim.

Para pelaku UMKM, sambung Halim, seharusnya bisa membaca peluang di era digital ini. Ada sekitar 10,25 juta pelaku UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital. Apalagi, selama pandemi ada 42 persen UMKM telah menggunakan media sosial.

Mc Kinsey menyebutkan, penjualan e-commerce telah mengalami peningkatan sebesar 26 persen, dengan jumlah 3,1 juta transaksi per hari. Pada 2025, masih menurut Halim, nilai ekonomi digital Indonesia, diperkirakan bisa mencapai lebih dari US$ 130 miliar. Para warganet ini, dapat didorong untuk bisa ikut mengembangkan UMKM digital dengan teknik reseller.

Lebih jauh Halim mengatakan, dalam bisnis di media online para pelaku UMKM dapat menggunakan media sosial seperti facebook, Instagram, Tweeter, Pinterest. Bisa juga melalui website, personal media dan google my business.

”Kegiatan pemasaran paling banyak dilakukan melalui  media sosial seperti Bukalapak, Tokopedia, Shopee dan lain-lain,” cetus Halim.

Abdul Halim menambahkan, sesungguhnya potensi Indonesia tidak hanya bertumpu pada jumlah penduduk. Namun, banyak hasil karya anak bangsa yang sebenarnya dilirik kalangan mancanegara, seperti misalnya batik, songket, ulos, dan kain tenun.

Selain itu, kata Halim, ada berbagai aksesori seperti perhiasan, tas, sepatu, dan lain sebagainya. Aneka karya anak bangsa itu dilirik karena pengerjaannya masih berbasis kerajinan tangan manusia, bukan pabrik.

“Kecintaan pada produksi dalam negeri, sebenarnya bukti dari bela negara secara ekonomi. Mari kita budayakan, cinta produk lokal asli Indonesia untuk meningkatkan ekonomi nasional,” pungkas Halim.

Narasumber lain, Tomy Widiyanto Taslim bicara soal manfaat media sosial bagi para pelaku UMKM. Beberapa manfaat media sosial itu antara lain: dapat menganalisis dan menemukan calon konsumen dengan cepat, mudah berinteraksi dengan konsumen, menarik minat, membantu targeting, dan retargeting konsumen.

”Keberhasilannya sangat dipengaruhi tingkat pengunjung website, branding, analisa competitor, social selling, membagikan informasi lebih cepat, mempunyai banyak jenis platform dengan tipe konsumen berbeda, dan melakukan promosi dengan biaya terjangkau,” jelas Tomy.

Menurut Tommy, Kementerian Perdagangan menargetkan para pelaku e-commerce kelak harus menjual 80 persen produk lokal melalui UMKM. ”Namun, menurut data Asosiasi e-commerce Indonesia (idea) sepanjang tahun 2017, hanya 6 – 7 persen produk lokal yang mejeng di platform e-commerce,” pungkasnya. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment