Rumah Sinema Watulumbung Shooting Perdana Film Edukasi Bumi Pati
WARTAJOGJA.ID : Rumah Sinema Watulumbung yang berlokasi di Kawasan Wisata Edukasi Istana Trigona Watulumbung, Kretek, Bantul mulai menggelar shooting perdana pembuatan Film Edukasi Bumi Pati Jumat 25 Juni 2021.
Film yang melibatkan penulis naskah Budi Sardjono, diproduseri Dian Setyawati S.H, dan disutradarai Guntur Novaris, serta dipandu langsung pengelola Watu Lumbung Muhammad Boy Rifai itu menggandeng kampus UPN Veteran Yogyakarta.
"Hari ini kami mulai shooting perdana film edukasi Bumi Pati, yang merupakan bagian dari trilogi seri film Bumi Pati, Projo Pati dan Belo Pati," kata pengelola Watu Lumbung Muhammad Boy Rifai di sela shooting perdana film itu.
Boy mengatakan trilogi film itu bakal segera diproduksi dengan tujuan menjadi sarana edukasi bersama untuk menyadarkan kepada masyarakat tentang makna kehidupan manusia di muka bumi ini.
Boy memaparkan, pada shooting perdana itu, mengambil adegan mengenalkan wayang Bharatayudha yang digagas Bejo Wage Su. Dari adegan itu ingin mengungkap bahwa segala peperangan dan congkrah atau perseteruan antara manusia itu sebenarnya hal yang sia-sia belaka karena menyebabkan dua pihak tetap jadi korban.
"Dari adegan wayang Bharatayudha ini kita jadikan contoh bahwa peperangan itu hal yang tidak baik," kata Boy.
Boy menambahkan pihaknya melibatkan kampus UPN Veteran Yogyakarta dalam film ini karena ingin menggali sisi pengetahuan agar lebih terasa dalam film ini.
"Unsur pengetahuan dalam sebuah film sangat penting, jadi kami menggandeng kampus UPN Veteran Yogya. Pengetahuan jika tidak didayagunakan akan merusak alam semesta ini," kata Boy.
Boy berujar film itu secara detil mengangkat suasana alam Watu Lumbung dan rencananya di masa datang.
"Yang ingin kami angkat dari film Bumi Pati ini bukan sekedar pesan moral, melainkan penyadaran bagi yang mau sadar, bahwa alam ini dan manusia diciptakan untuk bersinergi, kenapa? Misalnya jika kita makan makanan yang ditanam dengan pestisida, itu artinya kita memakan racun," kata dia.
Lebih jauh Boy membeberkan bahwa alam telah memberikan toleransi-toleransi kehidupan kepada mahluk di dalamnya khususnya manusia.
"Semua di alam diciptakan Tuhan dengan masa, rencana dan tata cara. Termasuk ketika kami hidup di Watu Lumbung bertahun-tahun, tidak menyadari bahwa bunga Akasia yang tumbuh lalu rontok begitu saja ternyata lebah trigona bisa mengambil nektar dari polen bunga Akasia yang kita tidak pernah sadari untuk menghasilkan madu berkhasiat," kata dia.
Watu Lumbung diangkat sebagai film berangkat dari problem-problem sosial di mana para mahasiswa KKN dan pekerja lapangan biasanya mendapat sesuatu manfaat, pengalaman, dan ujian di wilayah itu kemudian dikemas menjadi film yang mengedepankan pengetahuan.
"Dari film itu kami ingin mengangkat pula kesadaran bahwa eksplorasi seperti penambangan yang merusak alam adalah hal yang tidak baik. Seperti contoh Bangka yang setelah timahnya diambil jadi bekas kuburan, Kalimantan setelah diambil jadi wilayah yang tandus dan Papua juga meninggalkan bekas bekas yang merusak alam," kata dia.
"Orang kalau tidak mengenal Bumi Pati, Belo Pati, Projo Pati sebenarnya tidak hidup karena tidak mengenal dirinya sendiri," tambah Boy.
Produser fim Bumi Pati Dian Setyawati S.H mengatakan dari produksi film itu publik bisa melihat bagaimana alam di Watu Lumbung benar benar natural dan udara juga bagus jadi masih belum tercemar adanya polusi.
"Sehingga apabila untuk dijadikan objek dari pada film ini adalah sangat bagus supaya bisa memberitahu kepada khalayak atau masyarakat bahwa beginilah seharusnya bumi kita jadi bumi yang betul-betul bersih dari segala polusi sehingga kesehatan kita terjamin sehingga oksigen kita terjamin," kata dia.
Sutradara film Bumi Pati Guntur Novaris mengatakan setelah membaca naskah film itu pihaknya tertantang untuk membuat gambar tentang kehidupan Watu Lumbung apa adanya, mengalir dan tidak menambah atau mengurangi apa yang ada di situ.
"Karena di sini semua sudah lengkap, ada hutan, rumah, kehidupan masyarakatnya dan saya tertantang karena semua pemain di sini bukan pemain yang istilahnya punya nama, mereka pemain profesional, tapi bukan aktor yang selama ini dijual di televisi dan film. Ya benar benar orang biasa, mahasiswa, masyarakat sehingga saya hanya perlu mengarahkan saja membuat mereka terlihat wajar dalam film itu," kata dia. (Cak/Rls)
Post a Comment